Cerpen Nita “Sebuah Pengakuan Dan Kepedihan”

“Syifa, kamu tahu kan sejak lama aku sudah memendam rasa cinta ini padamu? Hingga namamu terukir indah bagai semboyan cinta di hatiku.” Ujar lelaki bernama Noval itu tertunduk.

Syifa hanya mampu tertunduk pilu mendengarnya.

“Kamu tahu apa yang membuatku jatuh hati padamu? Matamu !. Mata yang selalu tampak cerah setiap kali aku memandang wajahmu. Mata yang tak pernah berubah, sejak kita pertama kali bertemu,”. Noval masih mencoba menatap mata itu, yang sejak tadi tertunduk dalam buliran bening air mata.

Syifa mengangkat kepalanya. Menggeleng lemah.

“Maafkan aku, Noval. Jalanku masih sangat panjang. Aku mohon, jangan mengatakan hal semacam itu lagi.” Syifa mengiba lirih. Tak kuasa ia menahan kesedihan hatinya mendengar ucapan laki-laki yang begitu lekat di kehidupannya itu.

Setelah hening cukup lama, Syifa memberanikan diri untuk mulai merangkai kata, “Sepertinya, kini aku memang harus jujur, Noval. Apa kau siap mendengarnya?”

Lelaki itu mengangguk mantap.

“Maaf Noval, jujur saja, Aku memang merasa kehadiranmu di sisiku begitu membuatku nyaman. Kamu menjagaku, menjadi teman bermainku yang menyenangkan, dan selalu berusaha membuatku tertawa. Namun, semua itu malah membuatku menganggapmu seperti kakak kandungku sendiri. kamu tahu kan aku aku nggak punya kakak laki-laki?”

Syifa menarik napas dalam-dalam.

“Terlepas dari kenyamanan yang kurasakan saat bersamamu dulu, aku…aku sungguh-sungguh mencintai lelaki lain. Maafkan aku, rasanya memang sampai kapan pun, aku takkan mampu membalas cintamu.”.

Noval tertunduk lesu, diam tanpa sepatah katapun. Mungkin ia hendak menyembunyikan air mata yang mulai berlinang.

“Carilah cinta sejatimu. Aku yakin, laki-laki baik sepertimu, pasti akan mendapatkan perempuan yang baik juga. Aku pamit pergi ya.” Kata syifa lirih sambil meninggalkan Noval yang masih terus tertunduk.

Syifa mengusap air matanya. Ia tahu apa yang dikatakannya barusan pasti akan menghancurkan hati laki-laki yang sudah dianggapnya sebagai kakak itu. Hal itu juga membuat hatinya merasa sedih.

Syifa beranjak pergi. Meninggalkan Noval yang masih tertunduk dalam kepedihan hatinya. Barulah ia menyadari kini, bahwa cintanya memang tak pernah terbalas oleh Syifa.

Lalu, kini segalanya telah tersaput awan, hitam kelam malam yang rasa-rasanya tengah menggelayuti ruang hati. [Nita Juniarti]