Membangun Pendidikan Di Tanoh Rencong

Penulis : Hilwah Nura Mutiea 

Perkembangan zaman yang terus berkembang pesat, sangat berpengaruh pada dunia pendidikan suatu bangsa, karena suatu bangsa dikatakan maju apabila bangsa itu mampu melahirkan generasi-generasi yang berkualitas. Melihat realita mutu pendidikan bangsa kita  terus di ambang kemerosotan, ini merupakan bukti bahwa negara kita masih belum mampu melahirkan orang-orang besar dalam bangsa ini.

Memang nyatanya kita kaya akan SDA, memilki bahasa yang beraneka ragam bahkan memiliki jutaan penduduk yang akan menjadi penerus bangsa. Namun apakah semuanya sudah berjalan sebagaimana mestinya? tak perlu terlalu jauh melihat pendidikan secara luas di seluruh Indonesia, Aceh yang merupakan bagian terkecil dari Indonesia saja masih sangat memprihatinkan mutu pendidikannya. Dalam hal ini pemerintah sudah memberikan 20 persen dari dana APBN bahkan banyak lagi dana-dana yang dapat menunjang pendidikan, banyaknya dana yang masuk tidak seimbang dengan banyaknya penyalahgunaan anggaran pendidikan yang dilakukan.

Aceh yang mendapat jatah dana pembangunan nomor tiga terbesar di Indonesia, yaitu Rp 11,9 triliun pada tahun 2010 dan Rp 9,6 triliun pada tahun 2011 (penerima APBD nomor tiga terbesar di Indonesia), namun alokasi minimal 20% dari APBA tersebut untuk memajukan bidang pendidikan belum mampu mendongkrak mutu pendidikan Aceh. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Aceh anjlok dari peringkat 17 pada tahun 2009 ke peringkat 27 pada tahun 2010, salah satunya yaitu  akibat rendahnya mutu pendidikan di Aceh.

Berdasarkan data Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Kemdiknas (2012), tingkat kelulusan siswa SMP di Aceh pada tahun 2012 mencapai 99,42% (rangking 21 nasional) dan MTs 99,27% (rangking 26). Kelulusan siswa tingkat SMA jurusan IPA 99,75% (rangking 23) dan SMA jurusan IPS 98,81% (rangking 25 nasional). Tingkat kelulusan siswa MA jurusan IPA 99,78% (rangking 17), MA jurusan IPS 98,21% (rangking 18). Dan, tingkat kelulusan pada jenjang SMK 98,59% (rangking 26) dari 33 provinsi di Indonesia.

Memang bila diukur dari kelulusan Ujian Nasional (UN), peringkat pendidikan Aceh sudah sangat menggembirakan. Pada tahun 2011 lalu, misalnya, kelulusan SMP/MTs mencapai 99,38%, SMA/MA IPA 99,76%, dan SMA/MA IPS mencapai 98,89% dengan rangking 21 dari seluruh provinsi di Indonesia. Namun bila pencapaian itu kita bandingkan dengan daya saing lulusan terjadi kontradiksi. Rangking nilai yang diperoleh SMA/MA/SMK yang mengikuti SMPTN di berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia pada 2011 untuk IPA menduduki rangking 31 (di bawah Papua), dan untuk IPS menduduki rangking 25.

Bayangkan, betapa anjloknya pendidikan ini, kita bahkan menduduki peringkat dibawah Papua dalam hal pendidikan, kita semua tahu bahwa Papua itu masih sangat keterbelakangan kehidupannya, masih kentalnya budaya-budaya yang dianggap itu seharusnya tidak ada lagi pada zaman modern seperti sekarang. Dan Aceh yang menjadi kota bersyariat kenapa justru berada dibawah Papua, ini menjadi PR kita bersama, apa yang salah dalam sisitem pendidikan kita.

Aceh sudah melewati puluhan tahun kemerdekaannya, sedangkan negara maju layaknya Malaysia mereka malah lebih muda angka kemerdekaannya, tapi kenapa negara mereka mampu mengejar grade pendidikan yang tidak begitu rendah dibandingkan dengan negara-negara maju lainnya, kita harus mengetahui sebenarnya apa yang menjadi kunci keberhasilan mereka dalam pendidikan.

Tak heran jika kita melihat kualitas pendidikan kita jauh ketinggalan dengan negara lain, bangsa kita ini sibuk dengan menedepankan uang sebagai pencetus utama dalam setiap pendidikan. Memang pemerintah sudah memberikan biaya gratis bagi setiap sekolah-sekolah. Tapi apakah mutu pendidikan yang didapat oleh peserta didik itu terjamin? Dengan banyaknya program pemerintah yang terus berubah mulai dari kurikulum, cara mengajar, RPP yang harus selalu menjadi panutan seorang guru, nyatanya ini hanya menjadi beban bagi pendidik dan juga peserta didik sampai detik ini.

Sangat memprihatinkan ..

Setiap negara pasti mempunyai permasalahan dalam memajukan negaranya, karena kemajuan tidak akan dicapai sebelum adanya kegagalan. Hanya saja kita harus terus berusaha untuk memaksimalkan dan melakukan perubahan dengan tidak terus merasa nyaman dengan kegagalan-kegagalan yang sedang menghampiri bangsa ini. Permasalahn pendidikan di Aceh sampai sekarang masih menjadi bahan perbincangan di setiap daerah. Memang dalam hal ini kita tidak bisa dengan mudah menyalahkan sebelah pihak saja, dengan terus mengatakan bahwa pemerintahlah yang menjadi penyebab permasalahan pendidikan di Nanggroe kita tercinta .

Namun, kita harus berfikir dan melihat bahwasanya telah ada program-program  dan usaha-usaha pemerintah yang sudah berjalan dengan baik. Namun masih ada hal-hal yang dianggap sepele untuk di tangani, sehingga itu terus mengakar dalam permasalahan pendidikan. Mengulang sejarah aceh 8 tahun yang lalu pada saat musibah Tsunami, pandidikan di Aceh sudah mulai tidak terkendali, karena banyaknya sekolah-sekolah yang telah hancur bahkan hilang dengan sekejap. Pasca tsunami aceh mulai bangkit, bahkan sarana-sarana pendidikan sudah mulai terealisasikan dengan baik. Pendidikan-pendidikan mulai banyak didapatkan dengan mudah bahkan bisa sekolah tanpa biaya. Relawan-relawan asing yang berdatangan ikut berkontribusi dalam hal pendidikan Aceh, yang sampai saat ini kita masih merasakannya.

Dalam hal ini selaku orang yang masih mengayumi pendidikan, penulis melihat pendidikan di Aceh seharusnya tidak hanya terus berfokus kepada pembangunan untuk pendidikan itu sendiri, tanpa meninjau perkembangan mutu pendidikan yang di telah dicapai. Seharusnya kualitas-kualitas knowledge setiap orang itu menjadi yang terpenting, dengan tidak hanya menerima ijazah tanpa ada kemampuan yang diraih.

Membahas tentang kemampuan yang dicapai ini sangat erat kaitannya dengan guru yang menjadi pendidik, sehingga mutu guru juga menjadi pengaruh besar dalam peningkatan kualitas pendidikan, saat ini justru menjadi guru sangat diremehkan, jebolan-jebolan FKIP dan tarbiyah di anggap tidak bergengsi mereka malu menjadi mahasisiwa keguruan, orang-orang terlalu mengidolakan jebolan-jebolan kedokteran, arsitek, tehnik dan sebagainya. Padahal keberhasilan mereka itu semua karena adanya keikhlasan pengajaran dari seorang ” guru”. Ini bisa menjadi pelajaran bagi bangsa dan tanah rencong kita untuk perbaikan kedepan.

 Nah tidak hanya itu, anggaran pendidikan juga selalu menjadi tanda tanya yang besar, karena anggaran untuk pendidikan dalam suatu daerah khususnya Aceh sangat besar jumlahnya, tapi kenapa kita melihat banyak penyalahgunaan dari anggaran-anggaran tersebut, padahal setiap tahunnya pemerintah selalu mendongkrak jumlah anggaran pendidikan, apakah dengan peningkatan dana tersebut proses penyelenggaraan pendidikan dapat berjalan dengan baik? Nyatanya itu semua tidak menjamin kesuksesan pendidikan saat ini, karena banyak dana-dana pendidikan yang tak tau arah jelasnya kemana dana itu tersalurkan.

Dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pendidikan justru hanya menjadi tujuan yang tak jelas, melihat negara-negara maju, mereka sangat memprioritaskan kejujuran pada setiap warganya. Ini membutuhkan waktu yang lama untuk mampu menstabilkan setiap orang agar bisa berlaku jujur. Tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena butuh pengorbanan yang besar untuk mampu bangkit dari keterpurukan ini.

Kurikulum, menyinggung masalah kurikulum juga menjadi hal yang sangat membosankan dalam dunia pendidikan kita, bangsa ini menghabiskan waktu hanya untuk menggonta ganti kurikulum, memang mungkin tujuan dari pemerintah sangat bagus, yaitu untuk melihat model pembelajaran bagaimana yang cocok untuk peserta didik. Dengan cara melakukan perubahan-perubahan kurikulum hampir disetiap tahunnya.

Tapi, ini justru bukan menjadi hal yang baik bagi peserta didik dan juga guru, ini hanya membuat pesrta didik bosan dengan model-model pembelajaran yang terus berubah-ubah sehingga mereka tidak mempunyai pedoman yang tepat dalam pembelajarannya. Dan juga bagi pendidik mereka merasa tidak bisa melakukan sesuatu yang berbeda dalam penyampaian materi karena mereka harus terfokus pada kurikulum yang telah disiapkan.

Pendidikan haruslah menjadi No 1 di tanah Rencong ini, kenapa kita justru terlalu sibuk untuk mengedepankan politik saja, tanpa melihat bagaimana perkembangan yang telah dicapai dalam dunia pendidikan, tanah Rencong ini butuh generasi – generasi yang mampu menciptakan orang-orang yang cerdas setiap harinya. Kenapa kita tidak mengambil pelajaran dari pemeluk-pemeluk agama non Islam, walaupun mereka non muslim tapi ada hal positif yang ada pada diri mereka yang bisa kita jadikan rujukan untuk perkembangan bangsa, karena sebagian besar negara-negara maju itu adalah bermayoritas non muslim, kita tak perlu mengimani apa yang mereka imani, cukup mengambil hal-hal positif yang bermanfaat bagi kita.

Perbaikan untuk kedepan..

Berbicara permasalahan pendidikan memang tidak ada habisnya, butuh waktu yang tidak singkat untuk memulihkan pendidikan suatu bangsa, kita harus banyak belajar dari negara-negara yang telah maju dalam dunia pendidikannya. Kita bisa melihat resep sukses pendidikan di Finlandia, negara dengan ibukota Helsinki (tempat ditandatanganinya perjanjian damai antara RI dengan GAM) ini memang begitu luar biasa, negaranya berhasil membuat seluruh anak didiknya cerdas, tak peduli yang normal atau yang lemah mental sekalipun, Finlandia mengalahkan 40 negara lain di dunia berdasarkan survei PISA (Programme for International Student Assesment)  yang dilakukan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).

Guru- guru di Finlandia adalah pilihan dengan kualitas terbaik, untuk menjadi guru jauh lebih ketat persaingannya ketimbang melamar tes masuk di kedokteran maupun tehnik, dan guru juga diberi kebebasan dalam hal kurikulum, hingga metode pengajarannya.

Finlandia tidaklah menggenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes. Sebaliknya, siswa di Finlandia mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka justru lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu. Bandingkan dengan Korea, ranking kedua setelah Finlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jam perminggu.

Sedangkan Indonesia dalam sehari saja anak-anak menghabiskan waktu disekolah dari pukul 08:00 sampai 17:00 berarti 9 jam perharinya, kalikan dengan 6 hari mereka sekolah yaitu 54 jam perminggu. Sungguh sangat kelelahan bagi pendidik dan juga peserta didik dalam melakukan proses belajar mengajar, kita bisa menghemat waktu seperti di Finlandia dan penghematan waktu itu malah tidak berdampak buruk bagi muridnya.

Sisitem pendidikan di Finlandia memang terkadang membuat dahi kita miris, karena sisitem pendidikan kita jauh berbeda dengan negara Finlandia, dalam pendidikan sekolah mereka, justru PR dan ujian tak harus dikerjakan dengan sempurna, yag terpenting adalah murid menunjukkan adanya usaha dari diri mereka, karena ujian justru dipandang sebagai penghancur mental siswa. Membandingkan realita pendidikan bangsa kita malahan PR dan ujian itu menjadi suatu kewajiban siswa sehingga menjadi beban bagi siswa itu sendiri dan tak heran jika banyak dari siswa yang melakukan kecurangan-kecurangan (menyontek) demi terselesaikannya tugas mereka.

Secara tak sadar kita telah mengajarkan bahwa menyontek itu sesuatu yang wajar, ini hal-hal kecil yang terkadang kita tak sengaja telah memberikan pengajaran yang salah bagi peserta didik kita. Seorang guru di Finlandia mengatakan “kalau saya gagal dalam mengajar seorang murid, maka berarti ada hal yang tidak beres pada diri saya!” . Subhanallah.. ini sungguh bisa menjadi panutan bagi guru-guru lainnya, karena kebiasaan sebagian guru kita malah bangga jika tidak menaikkelaskan peserta didiknya. Kenapa kok gagal kita malah bangga.

Ingat !! ini tugas kita bersama, mulailah dari diri kita sendiri, dan semakin banyak yang memulai dari diri sendiri, itu akan berkumpul menjadi satu kekuatan yang mampu menciptakan generasi-generasi yang unggul nantinya. Karena siapa tahu nantinya kita yang akan memimpin bangsa ini. Untuk kemajuan pendidikan pemerintah dalam hal ini bisa membuat atau merubah kembali sistem pendidikan yang sempat gagal ini, dengan di ketatkannya persaingan-persaingan lulusan sekolah menengah yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi, karena biasanya murid-murid jempolan justru memilih fakultas-fakultas yang elit, layaknya kedokteran, tehnik, ekonomi dan sebagainya dan yang masuk ilmu pendidikan adalah sisa-sisa dari yang gagal masuk ke jurusan bergengsi tersebut. Ini membuat kita kekurangan guru-guru yang handal dalam mendidik anak didik kita. Untuk itu harus adanya perubahan sisitem yang diatur oleh pemerintah.

Dalam permasalahan anggaran agar tidak terjadinya penyelewengan dana, perlu adanya program-program keagamaan seperti tausiah yang mengajarkan atau mengarahkan pemimpin-pemimpin kita agar tidak tergiur dengan rayuan setan, karena ketika kita memiliki banyak saham, sebanyak itulah godaan-godaan yang datang sehingga membuat kita terjerumus pada perbuatan yang dibenci Allah yaitu mengambil hak orang lain yang bukan hak kita (korupsi). Dan kita perketat peraturan bagi yang korupsi agar tidak adanya lagi bibit-bibit syaitan ini di  Aceh tanoeh loen sayang.

Untuk itu sebelum adanya program yang diberikan pemerintah, pendidikan informal yaitu keluarga masih menjadi hal yang terpenting untuk membentuk pribadi yang unggul dalam setiap diri peserta didik. Dengan seperti ini, kita sedikit telah membantu beban pemerintah dalam menangani daerah kita yang dihuni oleh ribuan manusia. Karena jumlah pemerintah yang tak sebanding dengan jumlah penduduk yang ada sangat menyulitkan pemerintah dalam menjangkau setiap individunya.

Pada bulan Mei ini tepatnya tanggal 2 Mei, yang setiap tahunnya kita peringati dengan hari “Pendidikan Nasional” merupakan sesuatu yang telah abadi dalam setiap diri bangsa Indonesia. Dengan ini semoga setiap tahunnya kita bisa memberikan yang terbaik untuk pendidikan masa kini dan akan datang, tdak hanya sekedar memperingati hari pendidikan satu hari itu saja, tetapi ada usaha-usaha kita untuk memajukan pendidikan bangsa ini di setiap tahunnya dengan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik.

Penulis adalah mahasiswa Fakultas Dakwah Jurusan  PMI-Kesos IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh.
Pemenang satu penulisan opini Milad Sumberpost  2013