Balada Seorang Aktivis, Kisah Aktivis Kita

Sumberpost.com | Banda Aceh – Silaturrahmi aktivis lintas generasi yang dipusatkan di Hobbies Cafe, Lamteh, Banda Aceh pada Sabtu (8/8/2015) malam. Dalam kegiatan ini, hadir ratusan aktivis Aceh dari berbagai daerah.

Malam itu, aktivis dari tiap angkatan menceritakan pengalaman, pandangan dan harapannya terhadap pembangunan Aceh kedepan. Silaturrahmi juga dimeriahkan dengan penampilan seni, diantaranya oleh Sarjef, Wiratmadinata, dan Fuadi Kelayu.

Setelah pernyataan sikap dari salah seorang aktivis tahun 90-an Yarmen Dinamika, seorang aktivis yang juga penyair, Wiratmadinata membacakan puisi yang mengisahkan keadaan seorang aktivis.

Disela-sela pembacaan puisi oleh Wiratmadinata, beberapa kali terdengar gelak tawa dari aktivis yang hadir. Puisi tersebut diberi judul “Balada Seorang Aktivis”. Berikut puisi yang dibacakan Wiratmadinata pada malam silaturrahmi aktivis lintas generasi sumberpost.com kutip dari kompasiana.com.

Balada Seorang Aktivis

Inilah kisah seorang aktivis,
yang sedang kehilangan jati diri,
dan mengalami krisis “statusisasi”
yang sungguh tak terperi.

Aktivis di dalam puisi ini,
juga sedang dilanda galau hati,
karena “labil ekonomi”
di negeri yang sedang sakit ini.

Mau terus mengkritik,
takut dibilang nyinyir tak tahu diri,
tapi begitu berhenti mengkritik,
dituduh tak punya lagi rasa peduli.

Mau ikut demo berjuang di jalanan,
usia sudah tak muda lagi,
mau jadi politisi dan bertarung di Dewan Perwakilan,
sayangnya modal “money politics” tak mencukupi.

Semakin hari aktivis kita ini semakin pusing sendiri,
Mau tetap jadi aktivis sudah punya anak bini,
mau memberontak angkat senjata
ternyata sudah bukan jamannya lagi.

Akhirnya da kesempatan kerja di NGO asing,
tapi langsung dituduh aktivis KAMMI dan HMI
sudah jadi agen negara asing,
dan makan uang Yahudi.

Stres, aktivis kita ini betul-betul tak tahu, harus kemana lagi,
Mau kerja dengan pemerintah, pikiran tidak seideologi,
Mau jadi pedagang, proposalnya ditolak bank, tak ada yang bisa digadaikan,
maklumlah banknya setara rentenir yang cuma pro pegawai negeri.

Sebenarnya aktivis kita ini mau juga pulang kampung dan bertani,
Tapi tanah sudah habis dimiliki para petani berdasi hasil korupsi dan kolusi,
Mau jadi kontraktor tak pernah bisa lolos seleksi,
karena tender proyek sudah duluan dibagi-bagi, sesama konco para Bupati.

Kemanakah lagi ia harus pergi,
mau jadi preman jelas tidak punya nyali,
mau jadi perampok mentalnya nggak sampai hati,
soalnya sering ikut training HAM di dalam dan luar negeri.

Mau bagaimanakah lagi,
Semua jalan sudah ditelurusi,
berbagai upaya sudah dijalani,
tetapi aktivis kita ini tetap tak juga menemukan opsi
untuk tetap eksis dan berbakti kepada negeri.

Akhirnya kepada Anda yang sedang membaca puisi ini;
tolonglah, supaya aktivitis kita ini tidak mati berdiri,
atau ambil tali lalu bunuh diri.

Berikan sedikit rasa simpati.
Biar bagaimanapun juga,
toh dia pernah berbuat
bagi Ibu pertiwi.

Jadi marilah kita nyanyikan lagu ini;
“aktivis juga manusia, punya rasa punya jiwa…”

 

Abd Hadi F | foto : portalsatu.com