Renshenguo, Buah Unik Berbentuk Buddha

Tiongkok sebagai negara yang memiliki empat section musim, disetiap musimnya memiliki kesan-kesan tersendiri untuk dilewati. Musim gugur dihiasi dedaunan yang dibelai angin hingga berjatuhan ke bumi. Musim dingin menghantarkan lautan salju. Musim semi bermahkotan bunga mekar nan cantik. Serta musim panas menyuguhkan santapan buah segar menggugah rasa.

Di musim panas banyak orang suka untuk mengkonsumsi buah-buahan sebagai pelega dahaga. Buah sebangsa semangka misalkan, sangat mudah kita dapati di tempat-tempat penjualan buah. Musim panas bak surganya buah-buahan. Maka tak heran dimusim ini banyak kita lihat beranekaragam jenis buah memadati pasar.

Termasuk renshenguo, buah unik yang latinnya dikenal dengan nama Solanum Muricatum. Persoalannya bukan pada jenis buahnya, tapi pada bentuknya yang unik. Renshenguo ini berbentuk buddha sedang duduk, bahkan terlihat seperti bayi lucu yang sedang senyum riang.

Renshenguo pada dasarnya berasal dari Solanum Muricatum, sebelum akhirnya menjadi buah berbentuk buddha. Ketika kecil dalam fase pertumbuhan, buah ini dimasukkan ke dalam cetakan-cetakan yang disediakan.

Dalam proses pertumbuhannya itu, ia akan membesar dan mengikuti pola cetakan tersebut. Cetakannya akan terus terpasang hingga buah tersebut dirasa sudah layak panen. Hingga ketika besar membentuk seperti apa yang dikehendaki sang penanam. Sedang di beberapa tempat lain ada yang menggunakan buah pear sebagai buah dasar untuk pembuatannya.

Ada banyak sudah buah-buahan di Tiongkok yang dibentuk menjadi berbagai wujud. Ada bentuk buddha sedang bertapa, manusia, bayi, buah yang awalnya bulat menjadi persegi, bentuk hati, dan bentuk lainnya.

Hal ini dimaksudkan untuk membuat buah tersebut menjadi lebih sedap dilihat dan lebih memikat konsumen untuk membeli. Tapi menurut saya ketika melihat bentuknya yang unik seperti ini, tak tega pula rasanya untuk dimakan. Hanya ingin memuaskan mata saja untuk melihat bentuknya yang unik bin ajaib.

Petani-petani Tiongkok menurut saya sangat kreatif, renshenguo adalah salah satu bukti dari kreasi mereka. Di musim-musim sebelumnya saya belum melihat buah-buah berbentuk seperti ini dijual oleh orang-orang. Jadi buah ini masih asing dan langka bagi saya.

Kini ketika musim panas tiba, buah ini mulai tampak melengkapi rak-rak penjual buah. Di tempat yang sempat saya tanyai, buah ini mereka jual seharga 6 yuan atau setara ±12.000 rupiah. Di beberapa tempat lain juga memiliki harga yang bervariasi pula, dalam artian berbeda tempat berbeda harga.

Di perut buddha-nya itu pula kita bisa melihat ada satu Hanzi (Chinese character) bertuliskan “Fu” yang berarti nasib baik, keberkahan, atau kebahagian.

Di musim panas ini, tidak hanya renshenguo membuatnya terasa lebih berarti, tapi Hehua (Lotus) juga membantu menyempurnakannya. Walaupun musim panas mendatangkan sengat matahari dengan derjat tinggi, namun mekarnya bunga hehua sepertinya sedikit meneduhkan mata dan pikiran.

Bagaimana tidak, taman-taman menjadi tempat nyaman kala musim begini tiba. Walau hanya sekedar duduk santai sambil mendengarkan musik, membaca buku, atau sekedar menulis seperti yang saya lakukan.

Banyak orang betah untuk berlama-lama di taman, hanya sekedar berbincang-bincang sambil menikmati suasana taman yang indah dihiasi bunga hehua. Bahkan ada yang rela basah kuyup, karena masuk dalam rawa mengambil hehua untuk sang anak.

Musim panas di Tiongkok yang lebih khusunya lagi di Wuhan, sebenarnya bukanlah pilihan tepat untuk melakukan perjalanan semacam travelling. Tapi karena hendak memanfaatkan waktu kosong di summer holiday ini, akhirnya langkah kakipun tak dapat ditahan.

Kesempatan ini saya lalui untuk mengenal sisi-sisi kota Wuhan dengan lebih dekat. Melihat kebiasaan penduduknya, kondisi lingkungannya, interaksinya, dan aktifitas-aktifitas mereka lainnya.

Berharap ada yang saya dapati di sana, karena berangkat dari pepatah: “Banyak berjalan, banyak melihat, banyak mendengar, kiranya bakal banyak pula hal baru yang didapati”. Semoga itu berwujud pengetahuan yang baik bagi saya. Amin !

Penulis bernama Al-Zuhri, mahasiswa asal Aceh Selatan sedang melanjutkan Studi Master of Communication Studies di Huazhong University of Science and Technology, melaporkan dari Tiongkok.