960 Mahasiswa FSH UIN A-Raniry Tandatangani Petisi Tolak Pelonco

Sumberpost.com | Banda Aceh – Sebanyak 960 mahasiswa baru UIN Ar-Raniry Banda Aceh menandatangani petisi penolakan sistem perpeloncoan dalam kegiatan orientasi dan pengenalan akademik di kampus tersebut.

Kegiatan yang berlangsung di lingkungan UIN Ar-Raniry itu diprakarsai oleh Dewan Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum (DEMA FSH) pada Selasa (1/9/2015).

Penandatanganan tersebut diawali oleh Dekan Fakultas Syariah & Hukum Khairuddin, kemudian diikuti oleh seluruh Wakil Dekan FSH, perwakilan dosen dan perwakilan lembaga DEMA FSH.

Khairuddin menyebutkan, perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan untuk membentuk karakter dan moral mahasiswa. Ia mengapresiasi kegiatan orientasi yang dilakukan DEMA FSH tahun ini yang menurutnya amat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

“Sudah saatnya kampus meninggalkan sistem perpeloncoan yang tidak mendidik, mengintimidasi, melakukan kekerasan mental dan fisik”, ujar Khairuddin di sela-sela kegiatan.

Sementara itu, ketua panitia Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) FSH Saifunnur menjelaskan penandatanganan petisi dimaksudkan untuk menunjukkan kepada dunia bahwa di UIN Ar-Raniry sistem perpeloncoan sudah ditinggalkan khususnya di Fakultas Syari’ah dan Hukum.

“Kita ingin menjadi orang pertama yang meninggalkan budaya tidak baik yang membudaya di dunia kampus. Tugas mahasiswa adalah membawa perubahan dan menunjukkan jalan yang baik bagi seluruh masyarakat,” kata Saifunnur.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Pjs Ketua DEMA FSH Imran Zulfitri. Menurutnya mahasiswa generasi baru harus diberikan contoh yang baik sejak awal memasuki dunia kampus.

Lebih lanjut ia menuturkan apa yang dilakukan oleh pihaknya, untuk mengembalikan fungsi utama lembaga pendidikan yakni melahirkan agen penerus dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

“Zaman ini bukan lagi saatnya mahasiswa dibodoh-bodohi, dilucutkan moralnya. Jika kita mau maju, maka kita harus meninggalkan budaya tidak baik terutama di perguruan tinggi tempat dimana para intelektual dilahirkan,” demikian Imran. [Rilis]