Ancaman Narkoba dan Kontrol Sosial di Aceh

Belakangan pemberitaan mengenai penggunaan narkoba di Aceh begitu menyedot perhatian, khususnya yang melanda pelajar. Seperti diberitakan Serambi Indonesia edisi 31 Januari 2016 ditulis, “di Kota Lhokseumawe, misalnya, tiga pelajar mencuri hanphone dan selanjutnya barang curian itu ditukar dengan sabu. Sedangkan di Aceh Timur, polisi menangkap seorang pelajar terlibat bisnis sabu,” sangat memilukan hati.

Berita semacam itu tembah memprihatinkan manakala tindakan kriminalitas demi mendapatkan barang tersebut dilakukan oleh pelajar, yang seharusnya mereka sedang giat-giatnya belajar mempersiapkan masa depan mereka.

Contoh pelajar yang terjadi di Lhoksumawe dan Aceh Timur tersebut hanya contoh kecil dari sekian banyaknya kasus pengedaran dan penyalahgunaan narkoba di Aceh, terutama pada generasi muda.

Seperti yang pernah diungkapkan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh, Tarmizi, menurut peneliitiannya, “bahwa Aceh masuk peringkat delapan penyalahgunaan narkoba paling parah di Indonesia. Dari 3.024.300 jiwa penduduk Aceh, 60.486 orang di antaranya pengguna narkoba.” (Serambi Indonesia 06 Agustus 2015).

Peredaran dan penggunaan narkoba di Aceh tidak tertutup kemungkinan akan semakian bertambah jumlahnya dari tahun ke tahun jika semua pihak tutup mata tanpa ada usaha untuk meredamnya.

Bisa dibayangkan jika generasi Aceh, yang negerinya dikenal sebagai negeri santun dan merupakan pusat peradaban Islam nusantara disebagian besar daratan Asia, sementara sekarang anak-anak mudanya banyak telibat narkoba, dimana letak Seuramo Meukkah itu?

Di tengah-tengah semangat membangun Aceh, seharusnya persoalan tersebut segera diredam. karena ditakutkan, akan muncul anak muda-anak muda yang akan mengancam kemaslahatan hidup di Aceh.

Bahkan lebih dari itu, narkoba juga akan merusak tatanan sosial, politik, budaya hingga ekonomi masyarakat Aceh. Seperti yang terjadi di Meksiko, dimana geng narkoba telah menjadi musuh serius yang memberontak negaranya.

Tentunya untuk mengatasi masalah narkoba perlu kerjasama semua pihak, mulai dari pemerintah, penegak hukum, media, hingga masyarakat. Pemerintah punya kapasitas mengambil kebijakan, penegak hukum punya kapasitas dalam mengadili, media dan masyarakat juga berperan dalam kontrol sosial yang setiap saat mengawasi, menegah, serta melaporkan setiap gerak-gerik yang mencurigakan.

Media dan masyarakat punya peran penting dalam menangkal narkoba. Terkadang, penegak hukum tidak menjangkau seluruh aktifitas-aktifitas narkoba yang tersembunyi dan elok diracik oleh bandit-bandit narkoba, lebih-lebih ada oknum-oknum tertentu yang menjadi backing dari aktifitas narkoba.

Muhammad Ghafar, mahasiswa Pendidikan Biologi, UIN Ar-Raniry