LGBT Dalam Pandangan Islam

Baru-baru ini hangat diperbincangkan masalah perilaku seksual menyimpang, atau banyak dikenal dengan Lesbia, Gay, Bieseksual, dan Transgender (LGBT). Argumen yang muncul, selain bertabrakan dengan norma agama, perilaku LGBT dinilai juga bertolak belakang dengan kultur bangsa Indonesia.

Bagi yang berpandangan pro, menilai LGBT sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Mengenai prilaku seksual menyimpang dan perzinaan, sama-sama Allah telah menyebutnya di dalam alquran dengan perbuatan yang fahisyah.

Tercatat sejauh ini ada 23 negara di dunia yang melegalkan pernikahan sejenis. Negara-negara tersebut diantaranya Belanda (1996), Belgia (2003), Spanyol dan Kanada (2005), Afrika Selatan (2006), Norwegia dan Swedia (2009), Portugal, Islandia, Argentia (2010), hingga Amerika Serikat (2015). (Sumber: Serambi Indonesia, 24 Februari 2016).

Mungkin LGBT dianggap sebagai bentuk kebebasan berekspresi, sehingga negara merasa perlu melindungi hak setiap warganya. Walau sebenarnya jika kita mau melihat secara jernih kebebasan berekspresi semacam ini adalah bentuk kebebasan yang berada di luar kewajaran dan sama sekali bertentangan dengan fitrah manusia.

Seperti banyak dibicarakan, komunitas LGBT gencar-gencarnya menyusupi dunia-dunia kampus. Tujuannya yaitu menggiring opini pembenaran untuk perilaku tersebut termasuk mengenai isu warisan genetik.

Sebenarnya upaya ini dilakukan ketika telah banyak pihak yang menyatakan LGBT bukan merupakan bawaan genetik melainkan sebab pengaruh lingkungan. Target utama dari kampanye kaum ini adalah generasi muda dan kaum intelektual.

Allah telah berfirman, “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya), tatkala dia berkata kepada kaumnya, Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu yang belum dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu? Sungguh, kamu telah melampiaskan nafsumu (kepada mereka) bukan kepada wanita, kamu benar-benar kaum yang melampaui batas’” (Al-A’raf :80-81).

“Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya, ‘Kamu benar-benar melakukan perbuatan yang sangat fahisyah yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari ummat-ummat sebelum kamu’” (Al-Ankabut : 28).

Kata fahisyah dalam bahasa Arab bermakna keji atau amat buruk. Kata fahisyah adalah bahasa yang digunakan alquran untuk menyebutkan perbuatan yang keji/amat buruk. Fahisyah terdapat 13 kali di dalam alquran, di antaranya pada penyebutan perbuatan syirik (QS. Al A’raf ayat 28), menikahi istri ayah (QS. An Nisa ayat 22), dan lainya. Kesemuanya adalah perbuatan-perbuatan dosa besar.

Jika dilihat dalam alquran, yang menarik adalah adanya penggunaan alif lam (al-fahisyah) pada hanya penyebutan perilaku homoseksual (LGBT), sedangkan penyebutan yang lain tidak menggunakan alif lam (fahisyah).

Dalam kaidah bahasa Arab penggunaan alim lam biasanya untuk menyatakan suatu kekhususan, misalnya al-kursi yang bermakna itu kursi, berbeda dengan tanpa alif lam yang bermakna kursi (masih umum).

Penggunaan alif lam pada hanya penyebutan LGBT bermakna pengkhususan terhadap perilaku tersebut, dimana tidak ada perbuatan keji lain setelah itu. Bayangkan binatang saja, yang tidak punya akal sekalipun orientasi seksnya hanya kepada lawan jenis.

Selanjutnya, secara tidak langsung karena LGBT juga telah merangkupi perbuatan-perbuatan keji lain, diantaranya perbuatan pembunuhan karena memutuskan keturunan, merusak tatanan kehidupan sosial, khamr, zina, dan lainnya yang timbul sebab perilaku tersebut.

Berkaitan dengan pembahasan artikel ini, perbuatan fahisyah juga ditujukan kepada perbuatan zina. Firman Allah dalam alquran surat al-Isra’ atau 32, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu fahisyah dan jalan yang buruk”.

Islam sebenarnya sudah sangat fundamentalis mengatur manusia agar terhindar dari zina bahkan sampai ke hal menundukkan pandangan, sikap berjalan, dan gaya berbicara sekalipun.

Terhadap fenomena LGBT, keluarga terutama orang tua ialah yang paling bertanggung jawab jika ada anaknya yang terjerumus kedalam kelompok LGBT. Karena orang tua adalah orang yang pertama bertanggung jawab untuk membimbing dan mengawasi anak-anaknya. Selain itu, lingkungan seorang anak juga cukup mempengaruhinya untuk terjerumus kedalam kelompok LGBT.

Penulis bernama Muhammad Ghafar, mahasiswa Pendidikan Biologi UIN Ar-Raniry.