Aktivis Mahasiswa Jangan Latah

Menyikapi persoalan pro dan kontra dua universitas besar di Aceh tentang kunjungan kerja (kunker) anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh yang hangat diperdebatkan kalangan aktivis mahasiswa, menyadarkan kita untuk segera berbenah sebagai agent control sosial dalam mengawal pemerintahan untuk mencapai kesejahteraan rakyat Aceh.

Saat ini kita hidup dilingkungan masyarakat dan peminpin yang latah terhadap isu yang memudahkan kita terpecah-belah antar sesama. Seharusnya sebagai agent kontrol sosial, aktivis tidak boleh latah dalam menanggapi isu-isu yang terjadi ditengah massyarakat.

Kita harus benar-benar bijak dalam menyikapi sesuatu, dengan menganalisis secara detail setiap isu yang mencuat dipublik, dan jika pun hal tersebut sudah dianalisis maka selanjutnya menjadi tanggung jawab kita untuk mengawasi masalah hingga tuntas.

Persoalan publik yang muncul beberapa waktu lalu memang selalu mendapat respon dari berbagai lapisan masyarakat. Namun respon tersebut bukan sebagai kontrol melainkan respon seremonial sebagai eksistensi dari kelembagaan aktivis.

Ini menjadi tren tersendiri, dimana respon yang diberikan juga seolah normatif baik setuju maupun tidak setuju. Tidak adanya kajian serta analisa yang mendalam membuktikan bahwa derajat intelektualitas aktivis kian melemah.

Semisal persoalan vidieotron yang dianggarkan oleh Dinas Pendidikan Aceh juga menuai banyak kritikan dari berbagai kalangan. Dan ironisnya, isu tersebut tenggelam dan tergantikan oleh isu lainnya.

Pada prinsipnya kita apresiasi respon aktivis terhadap isu tersebut, namun seharusnya kontrol dilakukan hingga persoalan selesai. Jadi kritikan dan masukan yang diberikan ke elit politik nanggroe Aceh haruslah berkelanjutan, sehingga kita bukanlah generasi latah yang mencari sensasi dan popularitas dengan mengomentari isu tertentu.

Jika benar kita pro rakyat mari kita kawal persoalan ini hingga tuntas, tidak hanya mengkritisi tanpa pengawalan yang berkelanjutan. Ayo bentuk tim untuk mengawal isu ini hingga tuntas. Atau sebaliknya jika mendukung maka berikan pernyataan dan alasan-alasan yang logis dengan fakta yang bisa di pertanggung jawabkan, jangan sampai dikatakan salah “jep ubat”.

Sikap mantan Dewan Mahasiswa (Presiden Mahasiswa) UIN Ar-Raniry akibat salah “jep ubat”, kata beberapa aktivis UIN lainnya, yang membawa nama lembaga Dewan Mahasiswa UIN Ar-Raniry mengenai kunker DPR Aceh ke empat Benua menjadi polemik yang begitu besar dikalangan kaum intelekutual UIN dan masyarakat pada umumnya.

Karena pernyataan yang dikeluarkan sangat mencoreng nama baik aktivis UIN, yang selama ini dikenal sebagai garda terdepan membela rakyat Aceh. Kekecewaan mereka muncul juga dikarenakan statement itu menyebut dirinya sebagai Presiden Mahasiswa UIN Ar-Raniry.

Padahal untuk diketahui bersama, jabatan tersebut sudah berakhir pada bulan April 2016 sesuai dengan berakhirnya masa kepemimpinan periode 2015-2016.

Kita sebagai mahasiswa adalah kaum intelektual yang seharusnya berintegritas dan kredible. Aktivis harus tunjukan kepada publik sikap yang konsisten, respon yang diberikan tidak hanya mencari sensasi semata.

Sebaiknya respon dengan bijak. Dan ingat kita juga bukan boneka yang mampu dikendalilkan oleh para elit. Aktivis mahasiswa akan dukung elit politik jika kebijakan yang diambil itu benar secara bersama-sama. Namun jika kebijakan itu salah dan merugikan rakyat, maka ayo kita berantas hingga ke akar.

Maka oleh karena saat ini aktivis Unsyiah yang berada di garda depan menolak kunker DPR Aceh, dan sudah menjadi kewajiban mereka untuk mengawal persoalan ini hingga tuntas dan berkelanjutan.

Dengan cara mengawal hasil dari kunker tersebut dan harus memastikan hasil kunker itu benar-benar bermanfaat bagi rakyat Aceh. Jika terbukti tidak ada manfaat dan hanya formalitas yang menghambur-hamburkan uang rakyat, maka seret semua DPR Aceh di depan publik untuk di peusijuk bukan hanya DPRA bila perlu sekaligus aktivis yang pro kunker keluar negeri supaya tidak “salah jeb ubat sabe”.

Dan jika kunker DPR Aceh ini benar-benar memberikan efek positif bagi kesejateraan rakyat, di mana kemiskinan dapat diberantas dan persoalan rakyat yang lain dapat diselesaikan. Jangankan keluar negeri, mau kunker kemana DPR Aceh? ke bulan atau bahkan ke planet lain rakyat akan setuju dan mendukung.

Penulis bernama Fajar Andi Saputra, SH. Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry.