Bubur Asyura Ala Mahasiswa Pattani di Aceh

Muharam adalah bulan pertama dalam penanggalan Hijriyah. Pada bulan tersebut kita tidak asing mendengar istilah Asyura. Kata Asyura berasal dari bahasa Arab, yaitu asyara yang artinya 10. Maknanya adalah hari kesepuluh dari bulan Muharram.

Muslim diseluruh dunia memaknai asyura dengan berbagai macam cara, ada yang melakukan puasa, meratap, dan melukai diri sendiri bagi sebagian kaum ekstrimis di Iran, dan bahkan ada juga yang memasak bubur seperti halnya dilakukan muslim pada beberapa negeri melayu.

Begitupun mahasiswa Pattani (selatan Thailand) yang sedang menempuh pendidikan di Aceh, juga tidak menyia-nyiakan momentum Muharram begitu saja. Sudah menjadi tradisi dalam literatur bangsa melayu memasak bubur asyura meskipun tidak melakukannya pas masuk waktu asyura sebagaimana halnya di Aceh.

Bagi mereka memasak bubur tidak hanya terbatas pada 10 Muharram saja, tetapi boleh ketika masih dalam bulan Muharram. Itu juga dilakukan oleh muslim di Pattani. Adapun alasan bagi mahasiswa pattani memasak bubur asyura diantara lain sebagai berikut.

Pertama, untuk memperingati bulan Muharram karena pada bulan tersebut menjadi bulan pertama bagi umat Islam, sehingga untuk meluapkan rasa bahagia dan rasa syukur maka dimasak bubur asyura.

Kedua, untuk mengeratkan silaturrahmi. Memasak bubur asyura menjadi ajang silaturrahmi sesama mahasiswa Pattani yang sedang menuntut ilmu di Aceh dan biasanya setelah bubur dimasak juga dibagikan kepada masyarakat sekitar. Dengan demikian, akan memupuk rasa persaudaraan sesama warga tempat mereka berdomisli. Semua itu tentunya relevan dengan konsep Islam agar tetap menjaga silaturrahmi.

Ketiga, untuk melestarikan adat budaya Melayu. Masyarakat melayu saat ini banyak yang lupa akan budayanya, hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor. Bubur asyura tidak terlalu populer lagi bagi sebagian masyarakat melayu. Oleh sebab itu, sebagai wujud dari kecintaan kepada melayu, mahasiswa Pattani menjadikan memasak bubur asyura sebagai program rutin tahunan.

Adapun bahan yang untuk membuat bubur asyura dapat dikatakan sangat unik jika dibandingkan dengan pembuatan bubur biasanya, karena ada beberapa jenis kacang dan biji-bijian yang dicampur, seperti kacang merah, kacang tanah, biji nangka, jagung dan lainnya hingga mencapai 10 jenis kacang dan biji-bijian sebagai nisbah kepada asal kata asyura yang artinya sepuluh.

Kemudian ada juga bahan seperti cengkeh, kapulaga, kayu manis, garam dan bahan-bahan lainnya. Setelah bahannya cukup maka proses selanjutnya adalah memasak bubur asyura dengan cara terlebih dahulu bumbu–bumbu dihaluskan, kemudian beras dimasak dan jika sudah setengah matang dimasukkan kacang dan biji-bijian. Lalu diaduk sampai matang. Proses memasaknya membutuhkan waktu 7 jam agar bisa matang dengan baik.

Generasi melayu tentu bangga menjaga dan melestarikan kebudayaan sendiri, tanpa harus mengikuti budaya orang lain. Keislaman dan kebudayaan menjadi ciri khas tersendiri bangsa melayu, semua itu pertanda tingginya peradaban yang pernah diraih oleh bangsa melayu di Asia Tenggara. Sudah sewajarnya membumikan khazanah melayu agar tidak ditelan oleh waktu.

Penulis bernama Amarullah Yacob, mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Ar-Raniry. Juga Ketua Umum Ikatan Alumni Madrasah Aliyah Negeri 1 Sigli.