Melepas Tukik di Pantai Lambaro

Sumberpost.com | Aceh Besar – Pasir putih yang halus dan laut yang biru sebuah gambaran indah memanjakan mata, yang dapat kita lihat di Pantai Lambaro, Desa Gugop, Pulo Aceh, Aceh Besar, Jumat (5/1/2018).

Suara deburan ombak seolah-olah menggambarkan semangatnya anak-anak untuk melepaskan tukik ke alamnya.

Tukik si bayi penyu yang kian hari kian langka. Marzuki pendamping dan juga laki-laki yang membantu para mayarakat dalam mengedukasi pelestarian penyu. Maka dari itu lahirlah Lembaga Ecowisata Pulo Aceh.

“Kami mencoba sampaikan kepada masyarakat Pulo Aceh untuk buat konservasi penyu di sini satu,” ungkap laki-laki penggiat kelautan itu.

Tiga puluh enam ekor dari 50 butir telur penyulekang berhasil ditetaskan dengan kondisi baik dan normal, melalui konservasi rekayasa yang dibuat oleh komunitas ekowisata masyarakat Gugop yang dibentuk oleh Yayasan Lamjabat.

Kegiatan yang dilakukan LEPA antara lain pengamanan dan pengamatan penyu, penetasan semi alami, pemeliharaan tukik, dan pelepasan tukik.

Penetasan semi alami yaitu penetasan telur penyu yang diambil dari pantai, kemudian dipindahkan dan ditanam kembali ke dalam sarang semi alami di pinggiran pantai, yang kemudian dijaga dan diawasi oleh kelompokhingga menetas. Hal ini dilakukan agar menjadi contoh bagi masyarakat.

Marzuki pembina konservasi sering berkomunikasi dengan Muslim warga desa Gugop dan menjadi ketua umum LEPA.

Laki-laki berkulit gelap itu menhimpun semua para pemburu telur penyu dan mengajak mereka untuk berdiskusi untuk membuat konservasi penyu di desa itu.

“Kami berikan pemahaman awal ke mereka. Kami sampaikan bahwa ada beberapa tempat yang sudah berhasil kita buat. Seperti di Panga dan di Lampuuk. Kita coba buat dengan jaringan,” ungkap Marzuki.

Setelah kesepakatan telah didapatkan Marzuki dan teman-teman yang tergabung dalam LEPA, mengatur pelatihan untuk pelestarian penyu.

Pelatihan ini sudah dilaksnakan pada November 2017 silam di Universitas Syiah Kuala, di sebuah ruangan yang terletak di belakang magister kebencanaan.

Pada pelatihan itu dihadiri oleh mereka yang ahli pada bidangnya seperti dari Pusat Kajian Satwa Liar Unsyiah. Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Padang, serta ketua tim pelestarian penyu dari Panga. Mereka melatih kelompok LEPA, selama dua hari. Mulai dari teori hingga praktek lapangan.

“Seusai pelatihan itulah baru kita coba lihat,perkembangan kelompok. Kemaren di Desember kita coba evaluasi. Mereka sudah mulai menangkarkan sarang. Dari situ, yang pertama itu netas, cuman ini masih tahapan awal kamipendampingan. Dasarnya, yang sedang kami dorong kepada masyarakat adalah karena mereka ini semua adalah pemburu. Kami tak mau masuk dalam konservasi total. Karena sebenarnya penyu ini sudah tidak boleh di makan lagi,” ungkap Marzuki pendamping LEPA.

Marzuki melakukan proses persuasi terhadap warga, dan akhirnya masyarakat sepakat dengan pembagian secara adat.

“Pembagian iniDari kelompok ada 10 orang, mereka mau komitmen setidaknya ada. Target mereka sebenarnya ada 1000 untuk musim peneluran ini. Berarti, kalau kami hitung-hitung, harus ada telur sekitar 1200 atau 1300 untuk jadi 1000,” ujar Marzuki.

Laki-laki yang kerap disapa Miki ini menuturkan jika dari masing masing anggota kelompok itu, hanya menyumbang satu sarang satu orang.

Dengan demikian, target yang diinginkan pasti tercapai. Karena satu sarang perkiraannya mencapai 120 butir sekali bertelur. []

Icha