FJPI Aceh Kutuk Pemukulan Jurnalis Perempuan
“Kami sangat berharap kasus ini segera ditangani oleh hukum dan para pelaku mendapat hukuman yang setimpal, dan kami juga menuntut agar kasus ini ditangani dengan UU pers, selain KUHpidana karena tindak kriminal tersebut,” sebut dia.
Senada dengan itu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan, Wibi yang dihubungi melalui saluran telepon, juga mengutuk keras aksi tersebut. Wibi menceritakan kronologis kejadian yang menimpa jurnalis perempuan Paser TV, Normila Sariwahyuni. Menurutnya kejadian itu berawal ketika Yuni (panggilan akrabnya) saat akan mengambil gambar kasus sengketa tanah dan pemukulan/perusakan rumah warga oleh preman di Desa Rantau Panjang, Kecamatan Tanah, Grogot.
“Waktu si wartawati akan mengambil gambar. Baru saja mengeluarkan kamera, Kades Rantau Panjang, Ilyas menampar dia. Kemudian dari arah belakang ada yang menarik rambutnya hingga terjatuh. Saat terjatuh itu dia ditendang, dipukul, dan dipijak oleh sekitar 16 orang salah satunya Ilyas. Limabelas orang lainnya kaki tangan Ilyas,” sebut Wibi.
Saat itu dari cerita Yuni, dia minta agar dirinya jangan disakiti dan mengatakan diri wartawati. Yuni juga kata Wibi sempat menyebutkan kalau dirinya sedang mengandung. Tapi tidak dihiraukan 16 orang tersebut yang terus melakukan kekerasan.
Kamera Yuni ikut juga dirusak. Tak lama kemudian polisi Paser datang ke lokasi dan menyelamatkan Yuni. Jurnalis perempuan yang sedang hamil satu bulan itu dibawa lari ke rumah sakit terdekat karena mengalami pendarahan.
“Yuni sempat pingsan. Dokter yang memeriksa Yuni mengatakan kalau pendarahan berasal dari rahim dan Yuni mengalami keguguran akibat kekerasan itu,” sebut Wibi.
Yuni sudah melaporkan kasus ini kepihak kepolisian dan sudah menyerahkan hasil visumnya. Menanggapi hal tersebut, Senin (4/3) AJI Balikpapan bersama PWI, IJTI, dan beberapa organisasi pers lainnya di Balik Papan akan menemui Kapolda Kaltim.
“AJI sudah menurunkan orang ke TKP untuk mengecek langsung kebenaran kasus ini. Besok kita akan mengajak PWI, IJTI, dan beberapa organisasi Pers lainnya menemui Kapolda Kaltim,” ujar Wibi.
Koordinator Divisi Perempuan AJI Indonesia, Alida Bahaweres menyebutkan, kekerasan terhadap jurnalis perempuan bukan sekali terjadi. Sebelumnya di Aceh Timur, Ivo Lestari, Endang di NTB, perampokan jurnalis perempuan selesai liputan di Pontianak, dan pelecehan seksual jurnalis perempuan di Jayapura.
“Saya prihatin dan mengutuk keras tindakan kekerasan ini. Kekerasan ini tidak saja menimbulkan kekerasan fisik tetapi juga kekerasan psikologis kepada korban. Kita juga bisa melihat sendiri dari keterangan korban gimana dia diperlakukan, Ini menunjukan bahwa pelaku tidak memiliki jiwa kemanusiaan lagi,” ujarnya.
Alida mengatakan, AJI saat ini sedang mengawal kasus ini dan berharap agar pelakunya dihukum berat.“Jurnalis dalam melaksanakan tugasnya tidak boleh dihalang-halangi. Ini merupakan mandat dari Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999,” ujarnya. [rel]