Ihksan Hasbi “Tak Ada Pagi Tanpa Kopi”
Sebentuk awan mengepul dari secangkir kopi
Memenuhi celah himpitan
Dari seatap kabut menurun
tenggelamnya desa
Menelan nafas sebesar desis
Sekonyong terhirup menerjang batas kenikmatan
Kureguk cerita pembuka
Mengangguk santun
Duhai cita rasa
Aku tak sesabar itu
Menghitung kali regukan
Sebesar itu kurindukan dataran tingginya
Sebesar itu jua batu rintihan yang jatuh
Mengubur harga diri
Hingga ke bawah batas
Terperosok dalam permainan mereka
Bilakah ini terulur
Tak ada raja’ di ujung jari
Pun tak ada pagi tanpa kopi…
Memetik Nasib
Kabut menyelinap di antara bukit-bukit
Membuka pagi dalam butir-butir embun yang beterbangan
Rahmat yang mengepul, kabut yang berkabung
Panorama yang elegan dan sepadan
Tentramkan mata pengantar sejuk
Tak apa bergerak melawan sejuk yang meresap pori-pori
Hanya untuk setangkai nasib yang bertenggar di dahan kopi
Tak apa jua mendaki merenggangkan jari
Mematut tanah dan bongkahan batu
Mungkin disitu ada asa yang bertumpu
Asalkan mampu menelanjangkan ranting
Memetik kopi dan memberi nama bagi seutas harapan
Hati sedikit tenang
Satu, sepuluh, itu tak cukup
Empat, lima puluh pun tak sanggup
Berharap pada apa yang tumbuh
Menjerit pun harus menunggu
Mungkin sepagi itu,
Takkan selamanya begitu
Selamanya pula
Ku bukan andalan hidup
Ikhsan Hasbi
Mahasiswa IAIN Ar-Raniry