27 Juni 2013 Oleh Redaksi Off

Menikmati Eksotisme Pantai Rancung, Lhokseumawe

Halo Traveler. Lama nih, ga membahas tempat wisata. Kemarin- kemarin agak disibukkan dengan kenaikan BBM. Hehe. Nah, kali ini Meanwhile U and Me akan kembali ke daerah Serambi Mekah. Ya, benar. Nanggroe Aceh Darussalam. Kebetulan saat itu terlewat saya belum menceritakan salah satu lokasi wisata disana. Lokasi wisata yang saya maksud adalah Pantai Rancung, di daerah Batuphat, Lhokseumawe. Lhokseumawe ini masuk ke kawasan Aceh Utara.pantai-rancung-aceh-kegembiraan

Untuk menuju kawasan wisata ini, Anda bisa menempuhnya lewat Jalan Medan- Banda Aceh, masuk ke Simpang Empat Rancong (di seberang komplek perumahan PT Arun). Kalo dari Kota Lhokseumawe, bisa ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit (sekitar 15 Km). Dari simpang itu melintasi jalan depan kantor Camat Muara Satu hingga menemukan belokan jalan masuk ke kawasan Pantai Rancong (Rancung).

Kesan pertama saat memasuki daerah ini adalah semilir angin dari pantai yang bertiup kencang. Sudah begitu lama saya tidak menginjakkan kaki di pasir ini, di tanah ini. Ada sekitar 13 tahun sejak terakhir saya bermain di pantai ini.

Berangkat dari rumah Tante di Tambun Tunong yang terletak tidak jauh dari pantai, kami memarkirkan kendaraan. Seorang anak kecil berdiri di ujung jembatan, tempat masuk menuju lokasi pantai. “Seribu, Kak”, ucapnya. Kami yang datang berempat memberikan uang 4 ribu rupiah. Ternyata, uang tersebut untuk merawat jembatan yang dibuat sedanya ini. Seperti kebanyakan pantai dan tempat wisata lain di Aceh, belumlah banyak lokasi wisata yang dikelola secara maksimal. Pantai, danau, tempat makan, masih banyak yang hanya dikelola seadanya. Tapi ya jika dibandingkan di Jawa, untungnya tidak banyak retribusi yang ditarik, seperti parkir kendaraan walaupun hanya mengambil uang di ATM selama 3 menit! (-_-‘).

Tanah basah bercampur pasir pun menghampar luas di depan. Pasir di Pantai Rancung ini memang tidak putih, cenderung keabu-abuan, tapi pantai ini masih memiliki sisa-sisa eksotismenya, yang menarik warga sekitar untuk sekedar memancing, melepas lelah, ataupun mengajak anak dan keluarganya menikmati semilir angin di sore hari, menanti matahari terbenam.

Air lautnya pun berwarna kecoklatan, tidak seperti beberapa pantai di Banda Aceh yang masih jernih. Namun, walaupun sejak dulu seperti itu, pantai ini tetap dapat menarik minat warga sekitar, apalagi saat perusahaan pupuk dan LNG di sekitarnya masih dalam masa produktif. Saat saya kesana untuk kerja praktik, kawasan tersebut sudah relatif sepi, tidak banyak lagi orang luar daerah yang bekerja disana. Dulu, hanya orang tertentu saja yang dapat masuk kawasan ini, tetapi sekarang tempat eksotis pantai-rancung-aceh-warga-sekitarini terbuka bagi siapa saja.

Mungkin suasana yang relatif masih tenang dan nyaman lah, yang membuat pengunjung betah berlama-lama menikmati belaian angin laut. Sajian rujak plus air kelapa muda yang dijajakan di warung-warung beratap daun rumbia akan menggoda selera anda.

Dapat terlihat masih banyak warga yang bermain dan berwisata disini pada sore hari, di Minggu sore. Anak-anak tampak senang menikmati air pantai, sedangkan pasangan suami-istri asyik bercengkrama sambil menikmati deburan ombak. Oiya, disini jarang orang pacaran lho, salah-salah nanti ditangkep sama WH (Wilayatul Hisbah: sejenis Satpol PP khusus masalah pelanggaran agama – baca di artikel Overview of Aceh). Ya walaupun tetap ada sih, kadang 1-2 pasangan yang mencoba “peruntungan” untuk pacaran sambil menikmati laut, tapi tetep aja mereka masih malu-malu, tidak seperti di pantai-pantai Yogya yang terkadang sudah terang-terangan pelukan di depan banyak orang (pengalaman di Pantai “P” saat hari Valentine).

Jadi kangen deh, kesini sama keluarga, sama Kakak-Kakak, Bapak-Ibu, dan warga sekitar perumahan, mengadakan lomba di pantai waktu saya kecil. Apalagi sekarang saya punya keponakan, pasti senang kalau diajak kesini.

Di sekitar pantai juga ada tempat berlabuh khusus bagi kapal nelayan, dan tidak jauh dari sini, ada beberapa pelabuhan untuk mendistribusikan pupuk dan LNG dari PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Arun LNG, perusahaan milik BUMN. Memang, pantai ini terletak di antara beberapa perusahaan yang ada di Lhokseumawe.

Saya yakin, jika para pemerintah di Aceh mau mengelola lokasi wisata dengan baik, maka Aceh akan semakin terkenal, tidak hanya terkenal Sabang dan Banda Aceh saja. Danau ada, pantai banyak, pegunungan sejuk ada, banyak potensi yang dapat dimaksimalkan disini.

Yang pasti Aceh tetap ada dalam kenangan. Dan semoga semakin maju. [vivalog]