Pesan Lingkungan dalam Kebesaran Batik Parang
Sumberpost.com – “Ini pesan saya. Untuk mengabarkan kepada dunia tentang kecantikan dan warisan budaya Indonesia. Agar dunia tahu betapa cantiknya Indonesia. Tetapi harus tetap membawa semangat global tentang perlunya kelestarian alam,” ungkap Meike Sahala Hutabarat mengenai pameran perhiasan yang digelarnya bagi publik Malaysia, pada awal September lalu.
Seluruh desain dari gelaran yang bertajuk “From Heritage to Green Spirit” ini menampilkan perhiasan yang mengandung motif batik parang, parang barong, parang gondosuli, parang kusumo, parang tamur, parang klitik, mega mendung, kawung, atau truntum. Filosofi makna batik parang yang bercerita tentang aura kebesaran dan kegagahan, kata Meike, gagah berarti bijak.
Akan tetapi selain itu, green spirit menjadi penekanan sang perancang. Sebab perhiasan yang dibawanya, mulai dari cincin, gelang, giwang, dan kalung, tak seluruhnya terbuat dari logam mulia. Ada variasi dari kerang, siput, mutiara, bahkan sisa kulit binatang yang terbuang.
Meike misalnya mendesain kalung mega mendung. Kalung motif mega mendung dengan tekstur timbul yang bandul terbesarnya terbuat dari lapisan dalam kerang laut. Kalung terdiri dari rangkaian awan-awan atau mega mendung, di bagian ujungnya digantungi mutiara.
Sebelum merancang, terlebih dahulu Meike melakukan risetnya. Antara lain membaca sejarah dan jalan-jalan ke lokasi tempat motif itu dikembangkan. “Saya jalan-jalan ke Cirebon untuk mengetahui sejarah dan filosofi mega mendung. Motif ini erat kaitannya dengan sejarah Sunan Gunung Jati beristrikan seorang Putri Cina. Sehingga motif ini dipengaruhi Cina,” terang Meike.
Pun ia mengunjungi sejumlah daerah pesisir dan menyadari komunitas pesisir umumnya miskin dan tertinggal dibandingkan daerah lain. Perlahan-lahan ia menyerap potensi daerah pesisir dan berusaha mengaplikasikan pada tiap perhiasan karyanya. “Sekalipun dari bahan-bahan sisa, tetapi tetaplah harus yang berkualitas tinggi,” ujarnya.[natgeo|Ilustrasi google]