Kementerian Agama (Kemenag) RI mulai menerapkan peraturan baru mengenai Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk Perguruan Tinggi Islam di bawah naungannya. Pernyataan ini disampaikan Wakil Rektor UIN Ar-Raniry, Lutfi Aunie saat ditemui sumberpost di ruangannya Kamis (28/11).
Menurutnya hingga saat ini, jumlah biaya UKT untuk UIN Ar-Raniry sendiri belum ditentukan. Dan biaya ini tidak dipatok oleh Kemenag. Hal itu lantaran kebutuhan masing-masing kampus berbeda sehingga bisa menentuka sendiri jumlah biaya untuk UKT.
Uang Kuliah Tunggal ini dihitung secara keselurahan, mulai dari semester pertama hingga semester akhir. Misalkan, seorang mahasiswa kuliah selama empat tahun. Jumlah biaya yang dihabiskannya untuk satu program perkuliahan akan dibagi dalam empat tahun (S1) atau tiga tahun (D3).
“Katakanlah dalam setahun mahasiswa harus membayar dua juta rupiah. Berarti, dua juta dikali empat sama dengan delapan juta rupiah. Itulah uang kuliah tunggal yang harus dikeluarkan mahasiswa tersebut,” kata Lutfi.
Namun sistem pembayarannya tidak dilakukan sekaligus, melainkan tetap pembayaran per semester. Hanya saja peraturan ini, biaya kuliah dihitung secara keseluruhan. “Jadi bisa dibilang ini biaya satu paket. Tapi bukan dimaksudkan untuk di bayar sekaligus selama 4 tahun,” terang Lutfi.
Ia mengatakan, nantinya mahasiswa yang telah membayar UKT selama satu semester tidak boleh dimintai atau di pungut biaya apapun dari pihak perguruan tinggi. Hal itu lantaran semua biaya sudah termasuknya. “Seperti acara wisuda, itu tidak akan di pungut sama sekali,” ujar Lutfi.
Lutfi menegaskan, UKT ini tidak bertujuan untuk menaikan uang kuliah mahasiswa. Malahan menurutnya bisa jadi biaya kuliah turun. “Dan lebih irit menurut saya pribadi,” ujarnya.
Pihak rektorat sendiri belum mengkalkulasi secara jelas berapa biaya UKT yang akan diterapkan karena belum melakukan pertemuan dengan pimpinan senat dan lainnya untuk membahas masalah ini. UIN sendiri rencananya tidak menerapkan aturan itu dalam waktu dekat, meski Kemenag sendiri memerintahkan agar diterapkan tahun ini.
Dalam pengaturan biaya UKT, lanjut Warek II itu, akan disesuaikan dengan pendapatan orang tua. “Jadi kita akan lihat berapa pendapatan orang tuanya. Kesana arah UKT ini nantinya. Seperti yang saya pahami, ke depannya uang kuliah itu tidak sama antara satu jurusan dengan jurusan lainnya,” katanya.
Jika mahasiswa mengambil banyak praktikum, uang kuliahnya akan bebeda dengan mahasiswa yang sedikit praktikumnya, begitupun sebaliknya.
Lutfi membandingkan, sistem pembayaran SPP dengan UKT. “Kalau SPP, hanya uang SPP saja dan jika ada praktikum lainnya maka ada pungutan ulang. Tapi UKT tidak,” tutur Lutfi.
Selain peraturan UKT, Kemenag juga memberikan dana Bantuan berupa Oprasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) kepada pihak universitas untuk kegiatan belajar-mengajar dosen dan mahasiswa. Misalnya, BOPTN bisa digunakan untuk keperluan Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM). “Jadi, nanti kita coba anggarkan berapa uang untuk KPM pertahunnya. Misalnya 500 juta. Ya, tinggal kita masukkan saja anggarannya (dalam UKT) dan Mahasiswa hanya tinggal mengikuti programKPM tersebut,” kata Lutfi.
Dengan BOPTN ini, jelas Lutfi, bisa juga di alokasikan beberapa persennya untuk UKT. “jadi yang mulanya, kita misalkan dua juta rupiah pertahun UKT mahasiswa, bisa menjadi kurang dari dua juta karena telah dibantu BOPTN tersebut,” ujar Lutfi.
Dia juga mengatakan sudah ada Universitas Islam yang menerapkan UKT. “Kalau saya tidak salah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sudah menerapkan UKT,” ujarnya.
Wakil Rektor II ini berharap, untuk UKT , Fakultas harus menghitung dengan pas. Jangan dilebih-lebihkan dan tidak boleh merugikan mahasiswa. “Bagaimanapun, saya pernah menjadi mahasiswa,” tutupnya. [Desi Badrina, Muhammad Ayub]