6 Maret 2014 Oleh Redaksi Off

Feature | Pelabuhan Ikan Baru dan Sekelumit Masalahnya

Sumberpost.com – Nuansa sejuk tak membuat ratusan orang di pelabuhan ikan Lampulo, Banda Aceh senyap. Seperti biasa, saban hari para penjaja ikan sejak subuh sibuk dengan tumpukan ikan yang akan dijual pada para pembeli.

Pelabuhan“Nyoe hai baroe that mantong ungkotnyoe (ini ikan masih sangat baru)…Kak bloe udeung kak (kak, beli udang kak),” kata seorang penjual di sana.

Meski tetap ramai, suasana pelabuhan tak seramai biasanya. Pantas saja, 7 Januari 2014, pemerintah Aceh meresmikan pelabuhan Lampulo baru yang jaraknya sekitar 500 meter lebih jauh dari tempat biasanya. Proses pembuatannya sudah mulai dilakukan sejak 2009 lalu.

Perpindahan lokasi Tempat Pelelangan Ikan (TPI) ini ternyata memberikan dampak negatif bagi penjual ikan maupun pembeli. Jalan menuju tempat yang baru masih berbatu, membuat orang yang berjalan ke lokasi pelelangan kewalahan. Bahkan selama dua minggu lebih pasca peresmian, sudah beberapa pengendara sepeda motor  terjatuh saat melewati berbatu dan berlubang itu.

“Selama di pinah kenoe, penjualan kamo ka kureng (selama pindah ke sini, penjualan kami sudah berkurang),” kata Fuadi, salah satu Muge di Banda Aceh pada pekan ke empat bulan Januari. Muge adalah sebutan bagi penjual ikan keliling yang membawanya dengan keranjang besar di sisi kiri dan kanan sepeda motor. Biasanya motor yang mereka gunakan adalah tipe Honda GL-Pro dengan knalpot yang sudah dimodifikasi sehingga mengeluarkan suara cukup besar.

Menurut Fuadi, selama di lokasi baru ini, menimbulkan beberapa masalah baru. Selain ikan yang melambung tinggi, kapal berukuran besar juga tak bisa berlabuh lantaran dangkalnya lokasi labuh kapal yang baru. Akibatnya membuat kapal besar terpaksa menurunkan ikan hasil tangkapan mereka ke lokasi lama.

Hal ini membuat penjual ikan terpaksa membawa ikannya dengan mobil penampung ikan untuk kemudian dibawa ke lokasi pelelangan baru. Biaya yang harus dikeluarkan untuk pembawa ikan, membuat harga jual melambung tinggi. Fuadi mengatakan, kini harga ikan dari dulunya Rp 450 ribu hingga Rp 500 ribu per keranjang, kini naik drastis menjadi Rp 750 ribu hingga Rp 800 per keranjang.

“Penghasilan dari sino cit han jet ta pegah le, kamoe wo kosong, malahan kamoerugo (Penghasilan selama di sini memang tak bisa dikatakan lagi, kami hanya balik modal, malahan rugi,” keluh Fuadi.

Salah seorang pengamat perikanan, Sudirman mengaku pelabuhan baru ini belum layak digunakan lantaran segudang masalah masih ada di sini. Jika ingin menjadikan Lampulo sebagai tempat pelelangan ikan terbesar di Aceh, maka harus memiliki banyak fasilitas yang urgen bagi nelayan sekitar. Stasiun Pengisian Bahan bakar untuk Nelayan (SPBN), tempat pengepakan ikan, pabrik es balok harus ada sebagai pelabuhan terbesar di provisi ujung Indonesia itu.

“Pelabuhan kita memang bagus, tapi tempat labuh kapalnya harus sesuai dengan ukuran kapal yang paling besar. Kedalaman tempat labuh ini minimal empat meter dari dasar laut,” pungkasnya.

Selama pindah dari lokasi lama, sudah delapan kapal besar yang tak mampu mencapai tempat labuh. Ini lantaran bawah kapal bertabrakan dengan bawah laut yang masih dangkal terlabih di masa pasang surut. Hal ini menurutnya menjadikan para nelayan merugi dan harus kembali lagi ke Kuala. Hanya beberapa kapal yang beruntung bisa berlabuh dan mengeluarkan hasil tangkapannya.

Selama ini transaksi jual beli ikan di lokasi baru hanya sebesar 20 persen dibandingkan tempat sebelumnya. Selain akibat masalah kapal dan harga, Sudirman mengaku kecilnya tempat pelelangan menjadi salah satu masalah..

“Jalanan yang berbatu dan berlubang juga turut andil berkurangnya trasnsaksi di sini. Malahan hampir setengah Muge di Lampulo beralih ke Lambaro dan Ulee Lheue karena lebih mudah diakses,” tambahnya.

Perpindahan lokasi ke tempat baru dilakukan oleh Tim tujuh. Mereka yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengurus masalah perpindahan pelabuhan Ikan di Banda Aceh itu. salah satu dari mereka, Murdani mengaku perpindahan lokasi  ini  ibarat pulang ke rumah sendiri.  Lokasi yang dulu adalah milik swasta, uang sewanya akan diterima oleh pihak swasta. Sedangkan sekarang adalah milik pemerintah Aceh sendiri.

“Meski Rp 1000 pun, tetap masuk ke pemerintah daerah,” terangnya.

Sekelumit masalah yang ada di pelabuhan ikan baru kata Murdani di akan dilakukan perbaikan selama empat bulan kedepan. Jika tetap menimbulkan masalah maka Dinas Perikanan yang bertanggung jawab akan masalah yang terjadi.

“Tempatnya lebih jauh, ya saya harapnya semoga harganya tidak mahal lagi seperti ini,” kata Lina, salah satu pembeli ikan di sana.

Rayful Mudassir | Foto: jurnalasia.com