17 Juli 2014 Oleh Redaksi Off

Menelesuri Sejarah Pers di Museum Penerangan

Sumberpost.com – Pers di Indonesia telah melewati beberapa fase yang cukup “menegangkan” hingga dapat merasakan kebebasannya sekarang. Memori dan kenangan tentang  perjuangan pers untuk mencari kebenaran berita seakan tersimpan apik di Museum Penerangan. Museum ini berada di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.  

liferuminating.blogspot.com

liferuminating.blogspot.com

Mari kita lupakan sejenak media partisan dengan segala penggiringan opininya. Inilah saatnya untuk mempelajari sejarah pers Indonesia di masa lampau.

Ketika memasuki museum, pengunjung akan langsung disambut oleh petugas. Museum Penerangan ini dikelola oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika.  Tidak perlu membayar biaya masuk, pengunjung cukup mengisi buku tamu yang telah disediakan.

“Museum penerangan ini didirikan di tahun 1993, tepatnya 20 April 1993, dan diresmikan oleh Bapak Soeharto, Presiden kedua RI,” tutur Kepala Museum Penerangan Lukman Hakim.

Sejarah Singkat Penerangan

Sebelum menelusuri koleksi museum ini lebih jauh, ada baiknya pengunjung mengetahui terlebih dahulu fungsi dari lembaga penerangan. Fungsi lembaga penerangan pada masa penjajahan hingga kemerdekaan adalah untuk memberikan informasi tentang kondisi pemerintahan kepada masyarakat. Orang yang memberitakan informasi tersebut biasanya disebut sebagai jurpen atau juru penerangan.

Sebelum kemerdekaan, cikal bakal kegiatan penerangan dimulai di tanggal 20 Mei 1908 yang kini disebut sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Bentuk-bentuk kegiatan penerangannya berupa munculnya surat kabar seperti Java Post dan De Banier di awal abad 19. Setelah itu, berbagai macam propoganda menentang pemerintahan kolonial terus bermunculan.

Dua hari setelah merdeka, tepatnya 19 Agustus 1945, dibentuklah Kementerian Penerangan hingga dibubarkan di tahun 1999 setelah runtuhnya rezim Soeharto. Berkembangnya kegiatan penerangan di Indonesia juga ditandai dengan kemunculan Radio Republik Indonesia (RRI) pada tanggal 11 September 1945 dan Televisi Republik Indonesia (TVRI) pada tanggal 24 Agustus 1962.

Koleksi Museum

Lukman menjelaskan koleksi yang ada di dalam museum ini dibagi menjadi 5 bidang, sesuai  dengan histori kelembagaannya. Lima bidang tersebut meliputi pers dan grafika (termasuk media massa cetak), penerangan umum, film, televisi, serta radio.  Total koleksi museum ini berjumlah 452 buah meliputi lima bidang tersebut.

“Kami membagi koleksi ini menjadi 5 kategori untuk memudahkan pengunjung serta pemandu yang ingin melihat koleksi museum ini,” ucap Lukman.

Koleksi tertua yang ada di museum ini adalah sebuah mesin tik huruf Jawa. Mesin tik ini mulai digunakan sejak tahun 1917 oleh Keraton Surakarta. Pada masa kemerdekaan, mesin tik ini digunakan untuk mengetik pengumuman perintah dengan huruf Jawa yang disebarluaskan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur hingga tahun 1960.

Mesin cetak seberat 3,5 ton, mesin tik perintis kemerdekaan, dan surat kabar harian Andalas di tahun 1917, merupakan beberapa peninggalan di bidang pers cetak dan grafika. Selain benda-benda yang berhubungan dengan percetakan, ada juga peninggalan berupa satu unit sepeda motor tipe 49 cc Cyrus Sundapp. Sepeda motor tersebut telah berjasa untuk memperlancar tugas-tugas kantor berita Antara di bawah pimpinan Adam Malik.

Selain peninggalan dari pers dan grafika, ada juga beberapa peninggalan lain dari berbagai bidang. Kentongan berukir, terompet To’is, dan wayang suluh merupakan beberapa contoh koleksi dari bidang penerangan umum. Sedangkan untuk bidang film peninggalannya berupa megafon dan proyektor film dari tahun 1940.

Bidang radio dan televisi juga memiliki koleksi yang tidak kalah menarik. Di bidang radio, ada peninggalan berupa gramaphone, alat pemutar piringan hitam, sedangkan di bidang televisi, ada kamera film yang digunakan untuk meliput Asian Games di tahun 1962.

Tidak hanya koleksi  berupa benda, di lantai dua museum penerangan ini juga ada diorama yang menceritakan sejarah penerangan Indonesia. Salah satu diorama tersebut menceritakan mengenai perjuangan penyiar RRI yang melawan pasukan PKI meski nyawa mereka diancam untuk memberitakan hal-hal yang tidak benar melalui siaran radio.

Koleksi serta peninggalan museum ini mebuat mata pengunjung terbuka. Ternyata, cukup lama waktu yang dilalui oleh pers Indonesia untuk meraih kebebasannya.

[sumber: kompas.com]