6 Maret 2015 Oleh Abdul Hadi Off

Pembongkaran Barak Bakoy Sisakan Trauma

Sumberpost.com | Banda Aceh – Sabtu (21/2/2015) pagi, ratusan masyarakat berdatangan ke barak di Gampong Bakoy, Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar.

Masyarakat pergi ke sana bukan untuk merayakan maulid ataupun meramaikan sebuah acara. Melainkan untuk menyaksikan pembongkaran barak oleh puluhan aparat gabungan yang berasal dari Satuan Polisi Pramong Praja, Wilayatul Hisbah, Polri, dan TNI.

Pembongkaran berjalan lancar lantaran tidak ada yang memprotes. Namun, tangisan penghuni barak mewarnai peristiwa itu. Penghuni barak mengaku sudah menerima surat himbauan sebulan sebelum pembongkaran. Barak di bongkar karena disebut-sebut telah melanggar syariat Islam.

Pasca pembongkaran, pompa air satu-satunya di Barak Bakoy hilang, rumah baca yang di bangun komunitas Volunteer Peduli Sesama juga ikut “hilang”. Secara moral, penghuni barak di Bakoy sedang mengalami trauma setelah mendengar dari Keuchik (kepala desa) setempat, barak yang mereka tempati hanya berumur satu bulan lagi.

Kini, sebagian lahan kosong pasca pembongkaran, di datangi beberapa warga untuk mengumpulkan kayu bekas dan mencari benda lainnya.

Beberapa anak kecil terlihat bermain layang di atas barak yang sudah landai itu. Padahal Januari lalu, puluhan anak berkumpul di sana untuk belajar, membaca buku, dan bermain.

Seorang lelaki telanjang dada berkulit kecoklatan mengangkut kayu bekas barak lama ke tempat tinggalnya, masih di komplek Barak Bakoy juga. Terlihat dua orang ibu mengangkut kayu. “Kayu itu cuma di kumpulin saja, nanti kalau ada perlu apa-apa tinggal di pakai,” kata seorang penghuni barak bernama Wati.

Ia mengatakan sudah tinggal di Barak Bakoy sejak tahun 2007. Saat pembongkaran berlangsung, Wati sempat histeris. Ia mengaku telah berpindah barak dua kali sebelum tinggal di Barak Bakoy.

Ketika bencana tsunami melanda Aceh, Ia masih seorang gadis, tapi kini, Wati mempunyai dua anak, ialah Dina, berumur tiga tahun dan Imam yang saat ini sedang mengecap pendidikan sekolah dasar.

Wati mengaku khawatir apabila barak yang di tempatinya saat ini di bongkar, meski Ia yakin pemerintah akan tetap memberikan tempat tinggal nantinya. “Susah waktu bawa barang nanti. Kan enggak sedikit barang kami, ada baju, alat dapur, lemari,” ujarnya.

Kini perasaan gundah di rasakan penghuni barak. Susah tidur di alami mereka setelah mendengar isu barak akan di bongkar. Beban bertambah ketika memikirkan imbas dari perpindahan barak terhadap anak sekolah yang tinggal di barak.

Selain itu, penghuni barak sempat mengalami krisis air karena pompa air satu-satunya di curi saat pembongkaran. Mereka sudah melapor kepada keuchik setempat, namun hanya di beri iming-iming saja, hingga Minggu (22/2/2015) pompa air belum juga mereka peroleh.

Menurut perkiraan Wati, pompa air di curi saat proses pembongkaran barak berlangsung. Awalnya penghuni barak sudah mewanti-wanti agar tidak di curi, namun entah karena lengah, saat mereka lihat pompa air sudah tidak ada lagi.

Tak mau berlama-lama dengan kondisi itu, penghuni barak mengambil inisiatif untuk mengumpulkan uang, per KK-nya menyumbang Rp 30 ribu. Barulah pada besoknya sebuah sanyo kecil di pasang.

Meski demikian, pemakaian sanyo harus di kontrol karena tidak bisa di hidupkan selama 24 jam. Pukul tujuh pagi di hidupkan, pukul 12 malam di matikan. “Supaya tidak meledak, itu kan sanyo kecil.”

Paska pembongkaran, waktu bermain anak kecil di barak semakin luang. Bagaimana tidak, rumah baca yang di bangun komunitas Volunteer Peduli Sesama (Vopis) ikut di bongkar.

Pada 20 Desember 2014 lalu, Vopis membangun perpustakaan. Anggota Vopis juga mengadakan kegiatan rutin di Barak Bakoy setiap Selasa, Rabu, Sabtu, dan Minggu sore.

Puluhan anak sekolah yang tinggal di barak berkumpul di pustaka yang di bangun di salah satu barak itu ketika sore tiba.

Ketua Vopis Redha Rahmatillah mengatakan sekitar 500 buku mengisi rumah baca tersebut. Ia menilai pustaka merupakan hal penting yang harus ada di barak Bakoy. Karena selain menambah ilmu pengetahuan anak sekolah di barak, juga waktu sore tidak terbuang sia-sia.

Kendati demikian, tidak banyak yang mengetahui keberadaan pustaka di barak Bakoy lantaran masih baru.

Sementara itu berdasarkan pengamatan Redha, anak-anak di barak senang dengan kehadiran Vopis. “Mereka (anak di barak) ajak banyak teman untuk belajar. Ada 30-an anak di sana” ucap Redha, Kamis (26/2/2015).

Ia berharap agar pemerintah setempat bisa meninjau ulang agar komunitas Vopis bisa membangun pustaka lagi, atau memberikan sebuah lahan agar pihaknya bisa membuat pustaka baru.

Redha menyayangkan pustaka yang komunitasnya bangun ikut terbongkar bersama barak lainnya. “Yang kami buat ini positif, karena anak-anak di sana pun tidak ada kegiatan sore. Kami merasa sayang ketika barak di bongkar. Kami di sana mengajari anak-anak bahasa inggris, baca tulis, dan ada game juga” ungkap Redha,

Saat di tanya mengapa membuka rumah baca di barak Bakoy, Redha mengatakan inisiatif tersebut pihaknya ambil setelah melihat kurangnya sarana pendidikan di sana. Namun, pihaknya tidak bisa berbuat banyak atas peristiwa Sabtu itu.

Tidak hanya Vopis, penghuni barak juga menyayangkan sikap pemerintah yang ikut membongkar pustaka malang itu. Wati salah satunya. Menurutnya, kehadiran pustaka dan kegiatan belajar dari Vopis sangat membantu orang tua dalam mengajarkan anaknya.

“Karena kalau ada pembahasan di sekolah yang kami (orang tua) tidak ngerti, bisa di ajarkan mereka (Vopis). Tapi pustaka itu udah di bongkar sekalian dengan barak kemarin. Barang-barang di perpustakaan kami suruh ambil lagi sama orang itu,” tutur Wati.

Ibu asal Tibang, Banda Aceh ini mengilustrasikan, saat ini penghuni barak di Bakoy mukanya saja tampak senang, tapi sebenarnya hatinya sudah remuk.

 Abdul Hadi Firsawan