26 Januari 2016 Oleh Abdul Hadi Off

Kondisi Penderita Kanker Asal Aceh Singkil

Sumberpost.com | Banda Aceh – Saat memasuki ruang Pediatric Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA), Banda Aceh, suara sesak nafas dari seorang anak terdengar jelas. Suara itu berasal dari Jekki Basri, penderita tumor ganas myeloma.

Jekki seperti berat saat bernafas. Ia semakin terlihat tidak tenang ketika nafasnya semakin terasa berat. Ibu Jekki, Mariah, memberi isyarat kepada perawat yang sejak tadi membersihkan saluran pernafasan anaknya, agar segera memanggil dokter.

“Itu karena lendir,” kata ayah Jekki, Meman, pada Selasa (26/1/2016).

Sejak dirawat di RSUZA pada 4 Januari 2016, Jekki sudah menjalani kamoterapi satu kali pada Selasa, 19 Januari 2016 lalu. Usai kamoterapi, kondisi kesehatannya menurun hingga koma. Meman sempat pasrah mendapati anak keenamnya itu sekarat.

Kendati demikian, seiring waktu berjalan kondisi Jekki bertambah baik. Tumor yang ada di mulutnya semakin mengecil. Ia akan kembali menjalani kamoterapi setelah tiga minggu sejak kamoterapi pertama.

Daging yang tumbuh akibat tumor di mulutnya merusak gigi Jekki. Di hidungnya juga terpasang selang untuk makan. Sementara ini, bocah empat tahun itu belum bisa bicara karena suaranya tidak keluar.

Jekki lahir dalam keadaan normal. Meman berujar, ia anak periang serta aktif. Kisah pilu Jekki berawal dari November 2015 lalu. Awalnya ia mengeluh sakit gigi. Belum ada tanda-tanda kanker kala itu.

Meman mengira itu sakit gigi biasa, karena dua kali Jekki mengeluh sakit gigi, dua kali pula sakit itu sembuh dengan sendirinya, tanpa diobati. Hingga beberapa hari kemudian, pipi kiri Jekki terlihat gembung tanpa sebab dan rasa sakit.

Ia mulai khawatir dan membawa Jekki ke Rumah Sakit Ibu dan Anak Subulussalam. Pada Selasa, 8 Desember 2015, Meman mendapat rujukan dari rumah sakit tersebut ke RSUZA Banda Aceh. Keesokan harinya Jekki bersama kedua orang tua sampai ke RSUZA dan langsung mendapat perawatan di poli gigi.

Jekki mendapat perawatan hingga Senin, 14 Desember 2015. Selama tinggal di Banda Aceh sampai Minggu malam, Meman, Mariah, dan Jekki tidur di pondok yang ada di RSUZA karena Jekki tidak menjalani rawat inap. Sementara Meman juga tidak mempunyai cukup dana untuk menyewa kamar di penginapan.

“Kasian Jekki, banyak nyamuk di sana (pondok),” ucap Meman. Hari Senin itu pula, Jekki divonis terkena tumor ganas.

Dokter mengatakan akan mengupayakan tumor itu dioperasi minggu depan. Kendati dokter tersebut tidak bisa berjanji karena jadwal operasi sedang padat. Menurut jadwal, Jekki bisa dipastikan untuk operasi pada Januari 2016.

Karena tidak ada kepastian operasi, Senin itu Meman memutuskan untuk pulang ke Lae Cikala, Suro Makmur, Aceh Singkil, tempat ia tinggal.

Sabtu malam, 19 Desember 2015 ia di telpon oleh seorang dokter RSUZA. Dokter itu meminta Meman kembali membawa Jekki ke Banda Aceh untuk dioperasi pada Senin, 21 Desember 2015. Karena persoalan dana, ia tidak bisa memenuhi permintaan dokter.

Jekki bersama kedua orang tuanya kembali lagi ke RSUZA pada 4 Januari 2016. Kondisi Jekki sudah parah, tumornya juga sudah besar. Karena itu tindakan operasi tidak bisa dilakukan. Untuk mengecilkan tumor, dilakukan kamoterapi.

Kesulitan Biaya

Meman bekerja sebagai petani di Aceh Singkil. Pendapatannya juga tidak besar. Ketika datang ke Banda Aceh menggunakan bus pada 4 Januari 2016 lalu, ia mengaku meminjam uang dari sanak keluarga dan tetangga.

Untuk biaya pengobatan anaknya, ia dimudahkan dengan BPJS. Namun ia mempunyai kendala pada biaya hidup selama di Banda Aceh. Itu terbukti saat pertama kali Jekki dirujuk ke RSUZA pada 9 Desember 2015, selama lima malam mereka tidur di pondok yang ada di RSUZA karena dana tidak memadai untuk menyewa kamar di penginapan.

Ia menyebutkan, beberapa orang memberi ia uluran tangan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, diantaranya pekerja di RSUZA dan komunitas Childern Cancer Care Comunity.

“Mungkin kalau nggak ada yang bantu kemarin itu, kami udah cabut,” tuturnya. Ia sangat berterima kasih kepada orang yang telah membantunya dengan ikhlas. “Kami sangat kesulitan biaya. Kalau dari pemerintah daerah belum kasih bantuan apapun,” tutur Meman. []

Abd Hadi F