5 Maret 2016 Oleh Abdul Hadi Off

Peternakan di Seulawah

Sumberpost.com | Aceh Besar – Perjalanan melalui jalan lintas Banda Aceh-Medan, sedikit kurang menyenangkan di malam hari. Hanya dapat melihat lampu-lampu kendaraan yang berlalu lalang serta merasakan jalan pegunungan yang tinggi dan berkelok ditengah gelapnya malam.

Namun, kekecewaan ini sedikit terobati ketika melintasi deretan kedai keripik di area kilometer 70, pasar Saree. Disana aku disuguhkan pemandangan yang agak terasa asing. Berbagai macam jenis kripik yang disusun rapi setinggi satu meter berjejer dipinggiran jalan raya dengan berbagai macam warna dan rasa.

Dua jam perjalanan membuatku pegal dan kelelahan. Sesaat kuhentikan laju motor pada salah satu kedai keripik yang ada dipinggir jalan.

“Ayo dek, dirasa dulu keripiknya, nanti nyesal lho,” ujar Fitri, pemilik kedai.

Ngerasanya banyak, boleh?” gurauku sambil menggenggam keripik yang menurutku menarik untuk dicoba.

“Boleh, tapi janji beli ya,” ucap Fitri.

Setelah mencoba berbagai jenis keripik, pilihanku jatuh pada keripik ubi bumbu jagung. Selain rasanya yang manis, perpaduan rasa ubi dan jagung membuat keripik ini klop dan berbeda dari keripik yang lain.

Usai membeli kripik, perjalanan dilanjutkan. Kali ini, aku tak lagi mengemudi. Aku berganti posisi dengan temanku, Ebin Nasra. Ia yang mengajakku untuk mengunjungi area perternakan Seulawah.

Ketika sedang berkendara, kami tiba-tiba dihadapkan dengan sejumlah polisi yang sedang melakukan pemeriksaan kendaraan. Ebin sempat panik, tapi aku meyakinkan dia kalau sepeda motor yang kami pakai suratnya lengkap.

Sampai ditempat tujuan, kami segera beristirahat, mengingat jam telah menunjukan pukul 23.30 WIB pada Senin (22/2/2016).

Saat aku bangun pagi, cahaya matahari sudah menembus sela-sela dinding kamar. Aku segera menuju kamar mandi dibelakang rumah. Hawa dingin dari angin sepoi langsung menerpa kulit ketika aku buka pintu belakang. Terpampang landscape pegunungan diselimuti awan dipadu kicauan burung di depanku.

Pemandangan indah seperti ini jarang ditemukan, terutama di Kota Banda Aceh, tempat aku menuntut ilmu saat ini.

Kawasan perternakan yang aku kunjungi persis dibawah salah satu lereng pegunungan Seulawah, tepatnya di Desa Simpang Beutong, Kecamatan Muara Tiga, Kabupeten Pidie. Setelah berjalan kesana-kemari, aku berada disekitar sebuah kandang peternakan. Namun, tak ada seekor ayam pun di sana.

Dikatakan Joni, salah satu pegawai yang bekerja peternakan itu, ayam-ayam baru dipanen dua hari lalu. Aku kemudian beranjak ke tempat peternakan lain yang tak jauh dari tempat tersebut.

Di sana aku mendapati Junaidi, 25 tahun. Ia alumni Sekolah Menengah Kejuruan Perternakan Pembangunan Saree, telah sukses menjalankan bisnis perternakan ayam potong yang ia geluti sejak 2011. Meskipun masih berstatus mahasiswa di Universitas Iskandar Muda Banda Aceh, ia mampu menghasilkan omzet hingga 80 juta rupiah perbulan saat ini.

“Setiap bulannya, ada 20 ribu ekor ayam potong yang siap kita ekspor ke berbagai daerah seperti Medan, Banda Aceh, Sigli, Tapak Tuan, dan berbagai daerah lainnya,” ujar pemuda asal Simeulue ini pada Selasa (23/2/2016).

Ia menyebutkan, bisnis yang dikelolahnya merupakan usaha dibawah naungan Perusahaan Charoen Phokphand Jaya Farm. Sejak 2011 hingga saat ini, Junaidi telah memperkerjakan lima orang pegawai.

“Rentang penen (baca: jual) ayam potong antara 25 hari hingga 40 hari. Setelah itu, dilakukan pembersihan kandang, dan sisa kotoran ayam dapat dijual untuk dijadikan pupuk. Sambil menunggu bibit ayam yang sedang ditetaskan oleh mesin khusus, disitulah kesempatan pegawai untuk beristirahat dan berlibur,” ujar Junaidi.

Dalam pembagian hasil, ia hanya mendapatkan 25% dari hasil panen, sisanya untuk perusahaan dan sebagian digunakan untuk membeli pakan serta vaksin. Kini, tak hanya membiayai hidup sendiri, Junaidi juga mampu menghidupi keluarga dan menyekolahkan dua orang adiknya yang masih duduk di bangku SLTA.

Ada hal yang harus dihindari dalam berternak ayam potong. Disekitaran kandang, Ujang, pekerja di peternakan itu, tidak boleh ada yang berteriak atau mengejutkan ayam-ayam dalam kandang.

“Jika itu terjadi, ayam menjadi terkejut dan stress lalu mati,” jelas Ujang membuatku tertawa. []

Magang: Sara Masroni