Urgensi Membaca
Membaca maupun menulis merupakan jalan dalam meretas dan mengembangkan pengetahuan, dengannya memperoleh dan menyebarkan ilmu. Bahkan risalah pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yaitu ”Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang menciptakan” (QS. Al-‘alaq : 1) menunjukkan membaca adalah sesuatu yang penting, sehingga harus menjadi kebutuhan klasik bagi manusia selaku makhluk yang dianugerahi akal.
Bagi hewan, sebagai makhluk yang hidup menurut tabi’at alamiahnya masing-masing perlu membaca lingkungannya sebagai upaya untuk mempertahan hidup. Sedangkan bagi manusia membaca adalah kebutuhan. Hal ini adalah karena membaca; pertama untuk meningkatkan kapasitas diri dalam segala interaksinya (hablumminallah, hablumminannas dan lingkungan sekitar), kedua untuk meningkatkan kualitas diri dalam ketiga hubungan tersebut dan ketiga untuk meneguhkan konsep hidup.
Disisi lain dengan segala kompleksitas dan tantangan hidup yang semakin melejit dari hari ke hari agaknya setiap orang memang butuh meningkatkan (baca; kapasitas dan kualitas) diri untuk menjawab setiap tantangan-tantangan baru yang memungkinkan muncul dalam setiba-tiba waktu. Kapasitas diri adalah luasnya “daya jual” seseorang, sedangkan kualitas diri adalah bermutunya “daya jual” seseorang.
Sebagai contoh, seseorang yang menekuni ilmu kedokteran, ia perlu banyak membaca segala literatur yang berkaitan dengan ranah keilmuannya sebagai konsep yang mendukung spesifikasinya keilmuannya tersebut. Maka jika nanti menjadi seorang dokter yang handal, dengan kualitasnya akan berimbas kepada meningkatnya kapasitas diri.
Kemudian, berkenaan dengan konsep hidup. Satu hal yang tak terpungkiri bahwa hidup kita tidak selamanya stabil, kadang bergejolak dan tidak jarang juga penuh hentakan. Tentunya hal itu akan menjadikan semangat hidup kita fluktuatif (naik-turun) seiring dengan apa yang kita kehendaki. Sebagai contoh, dalam hal beragama; maka akan mempengaruhi semangat menghambakan diri kita kepada-Nya.
Disinilah peran membaca dalam meneguhkan konsep hidup. Berkaitan dengan hal ini, bagus bagi kita meneladani Sirah Nabawiyah Nabi Muhammad. Kita bisa meresapi bagaiamana suka duka, cobaaan hingga ujian dakwah yang beliau tempuh namun sama sekali tidak menyulutkan semangat beliau dalam menjalankan titah Allah. Kisah-kisah hidup beliau dapat kita transfer dalam diri kita sebagai peneguh keimanan kita.
Membaca disini tidak hanya dalam artikulasi yang sempit, membaca bukan hanya pada yang bersifat kontekstual melainkan dalam segala tatanan ruang dan waktu. Sebagai contoh, masyarakat perlu membaca program-program dan kredibilitas calon pemimpin yang akan dipilihnya untuk memastikan program kerjanya adalah yang paling dinanti-butuhkan masyarakat, sekaligus kredibilitasnya untuk memastikan keteguhannya dalam mewujudkan program-program tersebut.
Membaca juga dapat kita sejajarkan dengan kata belajar, karena inti dari belajar dan membaca adalah untuk mengetahui hal-hal yang masih tersembunyi di kepala ataupun menguatkan hal yang sebelumnya telah diketahui. Belajar harus disertai dengan mengikuti, menyimak, menelaah kemudian menangkap maksud kata per-kata yang disampaikan, baik secara tertulis (tekstual) maupun yang terdengar (verbal). Seseorang yang mengikuti, menyimak menelaah itu adalah bagian dari membaca sebelum ia menarik kesimpulan.
Menurut Ibnu ‘Utsaimin ayat pertama yang diturunkan tersebut mengandung pengertian bacalah dengan memohon pertolongan dengan menyebut nama Allah yang menciptakan segala sesuatu. “Ini adalah surat yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah pada masa awal kenabian, ketika beliau belum mengetahui apa itu Al-Kitab dan apa itu iman” (Taisirul Karimir Rahman, 4/477).[khw]
Penulis adalah Muhammad Ghafar, mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi UIN Ar-Raniry
Ilustrasi: internet