Memupuk Kebersamaan dalam Ramadan
Bulan Ramadan adalah bulan yang sangat dinanti-nantikan oleh setiap umat Muslim di dunia. Pada bulan ini, akan dibukakan pintu ampunan untuk manusia dan segala perbuatan yang bernilai kebaikan akan dilipat gandakan pahalanya. Hal yang membuat bulan ini berbeda dan tidak didapatkan di bulan lainnya adalah kebersamaan saat sahur, saat berbuka dan saat melaksanakan salat tarawih bersama.
Kebiasaan ini bahkan tidak hanya dilaksanakan di suatu tempat, semua Muslim akan melakukan hal yang sama dan pelaksanaanya juga akan serentak di seluruh dunia. Walaupun untuk negara tertentu akan ada orang-orang yang berpuasa lebih lama dari negara lainnya karena perbedaan waktu. Akan tetapi, pelaksanaan sahur, berbuka dan salat tarawih pasti selalu ada.
Tanpa kita sadari, pada bulan Ramadan ada kebiasaan yang di dalamanya banyak mengandung hikmah, salah satunya adalah memupuk rasa kebersamaan. Contoh yang paling kecil adalah di dalam keluarga. Di luar Ramadan, biasanya kelurga yang bekerja susah sekali untuk berkumpul bersama saat makan.
Namun di bulan Ramdan, dimulai dari waktu sahur seorang ibu yang ada di rumah akan membangunkan semua anggota keluarganya untuk makan sahur sebelum datangnya waktu imsak. Bahkan keluarga yang ada di perantauan, biasanya akan mendapatkan kesempatan untuk pulang dan merasakan kebersamaan dalam keluarganya.
Ritual ibadah lainnya yang tidak didapatkan di luar bulan Ramadan adalah salat tarawih dan witir. Di luar bulan Ramadan masjid jarang sekali penuh, kecuali jika ada hari peringatan tertentu (isra’ mi’raj, maulid nabi dan lain-lain), namun pada bulan Ramadan semua anggota keluarga dan masyarakat akan sangat antusias untuk salat tarawih di masjid.
Selain kebersamaan saat sahur dan tarawih, berbuka puasa juga tidak kalah serunya untuk merasakan kebersamaan di bulan Ramadan. Pada bulan ini, selain mendapatkan kebersamaan berbuka puasa bersama keluarga, biasanya kebersaman kolega juga akan sering terlaksana, entah itu bersama alumni sekolah SMP, SMA, teman kuliah, organisasi, kantoran dan lainnya.
Selain itu, masjid-masjid biasanya juga akan menyediakan ta’jil bagi siapa saja yang berpuasa dan sedang tidak bersama keluarga, Namun tetap saja kita bisa merasakan kebersamaan berbuka puasa bersama dengan jamaah lainnya.
Sebagai seorang Muslim, seharusnya kita merasa bangga dengan dengan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Banyak sekali Allah menitipkan hikmahnya dalam bulan puasa. Melalui puasa kita juga diajarkan untuk menahan lapar, haus, juga dahaga dan tidak dibeda-bedakan untuk orang miskin dan kaya.
Bagi siapa saja yang merasakan permasalahan seperti terisolasi, merasa sendiri, merasa rendah diri, dan merasa terbelakang, maka lihatlah seruan Allah di bulan Ramadan saat waktu tarawih telah tiba, engkau tidak akan dibedakan, bagi siapa saja yang datang duluan masuk ke masjid, maka dia pantas untuk menduduki shaf paling depan dan mendapatkan keutamaan dari Tuhanya, saat shalat juga tidak akan ada space atau jarak interporsonal di antara insan yang satu dan lainnya.
Hal ini menandakan tidak adanya kedudukan yang perlu dipandang saat melaksanakan salat bersama.
Kebiasaan yang sama tentu terjadi dalam masyarakat Aceh, masyarakat Aceh adalah masyarakat yang sangat kental dengan keislamannya. Hal tersebut dapat terlihat melalui syariat-syariat yang ditetapkan di Aceh dan namanya yang disebut dengan Serambi Mekkah. Mayoritas masyarakatnya juga beragama Muslim, sehingga ada kebiasaan- kebiasaan di masyarakat Aceh yang jarang kita temukan di kota-kota lainnya saat berpuasa.
Seperti tutupnya semua warung makanan dan sepinya kota saat pelaksanaan tarawih telah tiba. Hal ini jarang ditemukan di kota-kota yang lain, karena di kota-kota besar lainnya masih ada yang masyarakat yang mempunyai agama yang berbeda.
Walaupun di masyarakat Aceh juga ada yang tidak beragama yang sama, namun hampir keseluruhannya adalah bergama Muslim.
Masyarakat Aceh juga mempunyai kebiasaan meugang, yang dilakukan untuk menyambut hari-hari besar Islam. Misalnya saja, sehari sebelum puasa dan menjelang lebaran. Pada saat tersebut, masyarakat Aceh akan sangat antusias sekali membeli daging untuk keluarganya.
Tidak hanya dalam lingkungan keluarga, dalam lingkungan instansi/ perkantoran, lembaga pendidikan kerap membagi-bagikan daging untuk karyawan dan dalam masyarakat gampong untuk para warganya.
Walaupun sebagian yang lain tetap saja juga yang akan membelinya di pasar. Hal ini akan menambah rasa kebersamaan dalam berbagi dan menambahkan kehangatan dalam keluarga. Karena pada saat tersebut setiap orang akan saling berlisaturahni dan berkumpul bersama keluarganya.
Aktivitas dan momentum pada saat Ramadan selama satu bulan penuh merupakan kewajiban umat Muslim dimanapun mereka berada. Adanya aktivitas sahur, berbuka, dan shalat sunnah tarawih akan menambah catatan amal kebaikan seseorang, juga akan sangat di rindukan karena rasa kebersamaannya.
Melalui ritual ibadah yang ada dalam bulan Ramadan yang akan terus membudaya semakin menambah tingkat religius dan memupuk rasa kebersamaan yang ada dalam diri seseorang dan dengan hal itulah salah satu cara untuk dapat merasakan kebahagiaan.
Salah satu tokoh psikologi yang bernama Seligman (2005) mengatakan “Nilai-nilai kebajikan dekat dengan sistem kebudayaan/kebiasaan dan religi (agama) seseorang. Kebudayaan dan sistem religi berisi tentang pedoman hidup yang mengandung nilai-nilai kebajikan dan berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup penganutnya sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup. Maka semoga saja, melalui moment ramadhan ini kita dapat memupuk kebersamaan untuk mencapai rasa bahagia dan meraih kemengan saat lebaran tiba”.
Penulis adalah Karina, mahasiswi Psikologi Unsyiah. Penulis bisa dihubungi melalui karinagayo95@gmail.com.
Ilustrasi: VOA Indonesia