Silaturahmi Atau Silaturahim, yang Mana Sih?
Tak terasa, kita sudah di penghujung Ramadhan nih dan sebentar lagi kita akan menyambut datangnya Hari Raya Idul Fitri. Biasanya, perayaan hari raya atau lebaran identik dengan acara silaturahmi ke rumah sanak saudara, teman dan kerabat. Nah, berbicara tentang silaturahmi, beberapa waktu lalu saya mendapatkan sebuah pesan chat di salah satu grup, “Kak, yang betul penulisannya itu silaturahim bukan silaturahmi yang asal katanya dari bahasa Arab,” begitulah bunyi pesannya.
Saya pun membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan mendapati kata silaturahim ialah bentuk tidak baku dari silaturahmi. Harusnya silaturahmi menjadi pilihan kata yang tepat untuk pengucapan maupun penulisan dalam Bahasa Indonesia.
Kata silaturahim sendiri jika ditinjauan secara bahasa arab, ditulis dengan صِلَةُ الرَّحِم yang terdiri dari dua kata yaitu silah (Arab: صِلَة) yang artinya hubungan dan rahim (Arab: رَحِم) artinya kasih sayang. Rahim juga dapat berarti rahim, tempat janin sebelum dilahirkan. Jadi yang dimaksud silaturrahim ini merujuk pada hubungan rahim atau hubungan kekeluargaan karena sedarah daging dengan kita.
Adapun silaturahmi yang sudah menjadi kata baku dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai tali persahabatan dan persaudaraan.
Sekilas dapat dipahami bahwa silaturahmi tidak terbatas hanya kepada keluarga. Ketemu teman silaturahmi, ketemu mantan juga silaturahmi. Eh, pokoknya ketemu siapa saja bisa disebut silaturahmi.
Sementara silaturahim hanya terbatas keluarga. Dalam bahasa Arab sendiri, berkunjung ke rumah teman biasanya menggunakan kata “ziarah”. Namun kata ini tidak lazim di kalangan kita, karena ziarah lebih identik dengan mengunjungi orang yang sudah meninggal atau “ziarah kubur”.
Jadi, silaturahmi di Indonesia sudah menjadi istilah Indonesia dengan makna khas lokal dan tidak bisa disalahkan atau dianggap tidak sesuai dengan bahasa Arab. Karena kata yang diserap dari bahasa Arab tersebut sudah mengalami perluasan makna. Dari yang hanya terbatas keluarga menjadi universal.
Penyerapan kata dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia
Diperkirakan mencapai 2.000-3.000 kosakata bahasa Arab yang diserap ke dalam bahasa Indonesia. Dalam penyerapan tersebut ada sebagian kosakata yang masih utuh, artinya lafal dan maknanya masih sama tidak berubah, seperti kata ilmu misalnya, dalam bahasa Arab maupun di Indonesia memiliki arti yang sama.
Ada juga sebagian mengalami perubahan, seperti lafalnya yang berubah, misal kata muqaddimah dalam bahasa Arab menjadi mukadimah, yang baik di Arab maupun di Indonesia artinya sama yaitu pembukaan atau pendahuluan; Atau maknanya yang berubah, misal kata kalimat yang dalam bahasa Indonesia berarti rangkaian kata-kata sedangkan dalam bahasa Arab berarti kata.
Ada juga yang mengalami penyempitan dan perluasan maknanya. Misal kata kitab, di Arab kitab berarti buku, buku apa saja. Sementara di Indonesia, maknanya menyempit menjadi hanya sebatas buku buku yang berkaitan dengan keaagamaaan walaupun lafalnya tetap sama. Atau kata ziarah yang juga mengalami penyempitan makna menjadi “mengunjungi kuburan/orang yang sudah meninggal”.
Dan ada juga yang lafalnya berubah dan maknanya mengalami penyempitan atau perluasan makna, seperti kata silaturahim yang menjadi silaturahmi.
Bahkan, di Indonesia, terdapat istilah Arab yang di Arab sendiri justru tidak dikenal peggunaannya seperti istilah halal bihalal.
Kembali ke silaturahim dan silaturahmi. Sebenarnya istilah apapun yang mau kita pakai silakan. Karena masing-masing ada dasarnya. Karena sejatinya tidak ada yang perlu dipermasalahkan antara keduanya. Selama makna yang dimaksud sama, yaitu memperbaiki hubungan persaudaraan dengan sanak saudara atau kerabat. Sesuai dengan kaidah yang ditetapkan para ulama,
لا مشاحة فى الاصطلاح
“Tidak ada perdebatan dalam istilah”
Jadi, silakan dipakai yang mana saja. Tidak perlu saling menyalahkan apalagi sampai ribut. Dan yang terpenting, tetap jaga silaturahmi. Eh tapi jangan salaman dulu ya.
Penulis: Nur Afni, mahasiswi prodi Bahasa dan Sastra Arab