Efek Pandemi, Balada Pelaku UMKM Konveksi
Sumberpost.com | Banda Aceh – Pandemi Covid-19 sudah berdampak bagi seluruh sektor kehidupan. Situasi yang ditimbulkan oleh Covid-19 tidak hanya menyerang Kesehatan tapi juga Ekonomi masyarakat Indonesia, yang salah satunya Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau (UMKM).
Penularan virus Corona yang begitu cepat telah mematikan berbagai aktivitas bisnis pelaku UMKM. Salah satu sektor usaha yang terkena dampak pandemi Covid-19 ini adalah UMKM Konveksi.
Seperti yang dirasakan oleh perempuan bernama Ira Nanda, wanita 32 tahun ini sudah 5 tahun membuka bisnis butik. Ia mengaku bahwa pandemi ini sangat berdampak baginya. Hal ini dikarenakan minimnya aktifitas masyarakat yang berhubungan dengan jasa tersebut.
Seperti acara pesta pernikahan yang juga terbatas, beda dengan sebelum adanya Covid-19, orang-orang bebas kemana saja tanpa memikirkan adanya virus. Mesin jahit tidak berputar, pemasukan pun otomatis tidak ada. Imbasnya bukan hanya dirasakan pemilik konveksi, melainkan juga para pekerja (penjahit).
“Kerasa banget dampaknya terlebih di masa pandemi ini costumer menurun, sebelumnya keadaannya sangat stabil bahkan bisa dikatakan lancar, jahitan banyak, customer ramai, pemasaran juga tidak terhalang. Tapi di masa pandemi ini sudah berkurang bahkan hampir tidak ada yang menjahit baju apalagi di awal-awal pandemi,” jelas Nanda.
Sejak februari tahun 2020 lalu ia sudah membuka kursus menjahit untuk ibu-ibu rumah tangga dan adik-adik yang ingin mempelajari skill menjahit, namun akibat pandemi, kursus tersebut terpaksa harus diberhentikan.
Supaya mesin jahit tetap berputar dan tetap ada pemasukan, ia juga sempat beralih menjadi penjahit masker kain. Hal ini dilakukan sebab sepinya customer yang menjahit pakaian dan guna memenuhi kebutuhannya sehari hari. Dalam kurun waktu dua bulan Nanda berhasil menjahit sebanyak 6000 pcs masker untuk dijual.
Pemilik Kazya Moda ini juga mengatakan ia sempat menutup tokonya saat Covid-19 baru baru merebak di Indonesia.
“Sempat tutup selama kurang lebih dua bulan karena gak ada customer yang mengantar kain baju sama sekali,” katanya.
Sebelum pandemi, ia selalu kebanjiran pesanan untuk menjahit pakaian terutama menjelang Lebaran. Namun tahun ini, berkah tersebut tak tampak di depan mata. Ia juga mengatakan biasanya perbulan ia bisa menyelesaikan 17 sampai 20 pasang jahitan baju sebelum adanya pandemi. Namun, karena adanya pandemi ia hanya bisa menyelesaikan 10 pasang baju setiap bulannya. Besar harapan Nanda agar pandemi ini cepat berakhir supaya orderan kembali normal dan omzetnya juga kembali normal.
Bukan hanya Ira Nanda, hal ini juga dirasakan Ellyanda, butiknya yang berdiri di daerah Lamreung, Banda Aceh juga sepi pelanggan.
“Pandemi ini sangat berpengaruh pada usaha saya, terlebih di bulan-bulan awal pandemi sangat sepi pelanggan,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan bahkan ada juga yang sudah order tapi orderan jahitannya dibatalkan dan ada yang tidak diambil. Hal ini dikarenakan banyak acara-acara yang ditunda selama pandemi ini.
Perempuan yang akrab disapa Elly ini mengaku, bahwa selama pandemi segalanya serba sulit, mulai dari omsetnya yang menurun, pencarian bahan baku yang sulit akibat adanya PSBB dan sepinya pelanggan.
Biasanya ia menerima banyak jahitan seperti seragam maulid, baju perpisahan dan seragam Bridesmaids. Namun dikarenakan adanya pandemi ia hanya menerima beberapa orderan saja.
Sampai saat ini belum ada yang bisa memastikan kapan Pandemi Covid-19 ini akan berakhir. Namun, jika pandemi ini masih berkepanjangan, aktivitas usaha UMKM akan mati suri, dampaknya angka kemiskinan dan pengangguran akan semakin tinggi, yang tentu akan menjadi beban sosial yang harus dipecahkan bersama. []
Reporter : Raudhatul Jannah (mag)