DEMA: Selain Untuk Rakyat Ditunggu Keberanian “Mendobrak” Rektorat

Sumberpost.com | Banda Aceh – Sebuah apresiasi kepada Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-raniry yang telah menahkodai sebuah aksi dalam menyuarakan hak masyarakat Aceh pada tanggal 18 agustus 2021 yang bertajuk aksi Koetaradja Memanggil dengan tagar #mahasiswa bergerak.

Dalam aksi ini DEMA UIN membawa enam poin tuntutan yang terfokus pada normalisasi kehidupan masyarakat Aceh dan mendorong penerapan pelaksanaan hukum syariat Islam di Bumi Seurambi Mekkah.

Dalam keadaan pandemi, mahasiswa UIN Ar-raniry masih peduli untuk hak-hak yang harus didapatkan oleh masyarakat, hemat penulis ini sebagai bentuk dari pengabdian mahasiswa kepada masyarakat. Walaupun seperti yang kita ketahui aksi tersebut tidak berjalan dengan lancar akibat dibubarkan dengan paksa oleh aparat. Presiden mahasiswa dan korlap ikut di amankan, terlepas dari hal tersebut tentu harus diapresiasi.

Namun, penulis yang selaku mahasiswa UIN Ar-raniry ingin mengetuk seluruh pihak DEMA UIN untuk lebih peka pada isu dalam kampus, keberanian Pihak DEMA Universitas Islam Negeri Ar-raniry hanya pada mengelar aksi menuntut pemerintahan eksternal. Tetapi menciut ketika bersuara dan berhadapan dengan internal kampus.

Hak-hak mahasiswa dalam kampus terbengkalai. Rektorat tidak pernah disentuh dengan kekritisan pemegang kekuasaan organisasi terbesar dan tertinggi dalam kampus. Penulis percaya DEMA Universitas di isi oleh mahasiswa-mahasiswa pilihan yang memiliki kecerdasan dan kekritisan di atas rata-rata, karena sudah melalui proses seleksi yang ketat.

Ada apa dengan DEMA UIN Ar-raniry ? tidak melakukan pressure (tekanan) kepada pihak rektrorat. Padahal banyak hal yang bisa dikaji di dalam kampus tercinta kita, sebut saja mengenai kebijakan yang kurang pro mahasiswa, prasarana, pelayanan, dan lain-lain.

Seharusnya ini menjadi fokus penting DEMA UIN Ar-raniry. Tetapi, apa yang kita lihat sudah berbulan-bulan dilantik penggurus DEMA masih saja minim gerakan yang berdampak terhadap mahasiswa. Apakah ada indikasi-indikasi tertentu yang menjadi penyebab DEMA UIN enggan “mendobrak” Rektorat. Penulis tidak punya jawaban terhadap ini, semoga kedepan ada klarifikasi dan alasan mengapa DEMA Universitas seakan diam untuk bersikap Kritis terhadap rektorat dan seakan UIN Ar-raniry tidak butuh kritik.

Padahal kita tahu bahwa pimpinan tentu senang mendapatkan input yang membangun sehingga pimpinan lebih tahu akan keadaan yang terjadi di ruang lingkup kampus. DEMA U harus menjadi partner kritis untuk rektorat.

Presiden mahasiswa dipilih untuk rakyatnya (mahasiswa), sepengetahuan penulis fungsi dari BEM/DEMA sebagai sarana tempat menampung aspirasi dan keluhan yang kemudian disampaikan kepada pihak rektorat. Apakan ini terjadi pada kampus kita kawan-kawan?, DEMA yang seyogyanya menjadi sosial kontrol malah sering kali tidak mengubris apa yang terjadi sehari-hari, padahal merupakan hajat hidup dan hak seluruh mahasiswa.

Untuk itu, di kemudian hari kami rindu DEMA UIN Ar-Raniry “mendrobrak” rektorat memperjuangkan hak mahasiswa. Minimal mimbar bebas di depan rektorat untuk kita sama-sama bersuara yang membangun atau ada tulisan-tulisan kepedulian untuk kampus kita UIN Ar-Raniry. Loen Aneuk UIN Cucoe Ar-raniry.

Penulis : Fazil Rinaldi, Mahasiswa FISIP UIN Ar-Raniry