Lapangan Tugu Sebagai Aset Multi Fungsi Kerap Salah Digunakan
Sumberpost.com | Banda Aceh – Lapangan Tugu Darussalam salah satu aset multi fungsi yang kerap digunakan mahasiswa maupun masyarakat sekitar untuk mengisi waktu luang. Lapangan yang terletak di jalan T. Nyak Arief, Darussalam, Banda Aceh sayangnya tidak hanya dioperasikan dengan nilai-nilai positifnya saja, namun ada juga yang bernilai negatif seharusnya tidak dilakukan.
Lapangan yang dihimpit oleh dua kampus besar yakni Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry dan Universitas Syiah Kuala (USK) ini merupakan titik sejarah bangkitnya pendidikan di Aceh. Hal demikian dibuktikan dengan adanya goresan tangan presiden pertama Indonesia yakni Sukarno saat peresmian kota pelajar mahasiswa Darussalam pada 2 September 1959 silam.
Fasilitas gratis dengan letak lokasi yang sangat strategis tentunya di manfaatkan masyarakat serta mahasiswa sebagai tempat beristirahat dari aktivitas mereka. Jadi tidak heran jika banyak orang memilih Lapangan Tugu Darussalam sebagai tempat melepas penat atau zaman sekarang dikenal dengan istilah healing.
Marlinda, salah satu mahasiswa USK menuturkan, lapangan tugu ini bisa dikategorikan sebagai lapangan multi fungsi terkadang bisa dijadikan sebagai tempat refreshing, bisa dijadikan tempat mengerjakan tugas, bahkan terkadang juag digunakan untuk tempat beribadah seperti sholat Idul Fitri.
“Karena Lapangan Tugu bersih dan adem jadi sangat cocok untuk tempat istirahat sembari menikmati jajanan, juga bisa sebagai tempat buat tugas, tempat rapat organisasi dan berbagai kegiatan lainnya,” tuturnya saat diwawancarai Sumberpost, Kamis (6/10/2022).
Namun, diselingi dengan berbagai dampak positifnya, terkadang area ini juga digunakan untuk beberapa hal yang kurang mengenakkan seperti menggunakan lapangan sebagai tempat pacaran, lantaran akses masuk kelapangan yang sangat mudah dan bebas, jadi banyak dari mereka tidak memedulikan lingkungan sekitar.
Karena selalu mengenyampingkan peraturan tertulis, oleh sebabnya pelanggaran seperti ini dianggap hal biasa, walaupun sudah ditekankan melalui peraturan gampong yang ditetapkan berdasarkan Qanun nomor 6 tahun 2014 tentang hukum jinayat tetap saja belum bisa merubah pola pikir mereka.
Seperti yang di katakan Diana Sari, salah satu mahasiswa UIN Ar-raniry, menurutnya larangan tersebut semakin terang-terangan dilakukan diarea Lapangan Tugu.
“Sering juga kita lihat orang berpacaran di bawah pohon, walaupun kadang udah di tegur sama satpam, tetapi masih banyak yang berpacaran sampai tidak tahu waktu bahkan sampai waktu maghrib,” katanya.
Seorang satpam USK yang bertugas sebagai pengontrol lapangan, Sulaimann, menanggapi persoalan ini juga menjelaskan, banyak yang salah menggunakan lapangan ini, sebagai fasilitas gratis dan aset multi fungsi seharusnya digunakan kearah yang lebih positif bukan sebaliknya.
“Banyak yang berdua-duaan, walaupun sudah ditegur dan disuruh untuk pergi tetapi esoknya pasti selalu ada saja yang berpacaran di lapangan ini,” ujarnya.
“Kita sebagai orang Aceh malu melihat hal tersebut, karna tidak semua orang yang duduk di lapangan itu orang Aceh, ada juga yang dari luar daerah dan itu akan memberikan kesan yang buruk bagi mereka yang melihatnya,” sambungnya lagi.
Dikarenakan Aceh merupakan provinsi yang memegang kuat syariat Islam dan terkenal dengan julukannya sebagai seramoe mekah (serambi mekah), tentu saja persoalan-persoalan yang melenceng dari syariatnya akan dilarang keras, terlebih dengan berlakunya peraturan daerah yang berupa Qanun. []
Reporter: Nadifa Rahma putri
Editor: Nurul Hidayah