Hilangnya Idealisme, Polemik Lahirnya Pemimpin Baru
Sumberpost.com | Banda Aceh – Sebuah pertanyaan muncul setelah acara debat kandidat calon Presiden Mahasiswa (Presma) UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Apakah Idealisme terlefeksikan di diri para kandidat? Dewasa ini, perjuangan mahasiswa kembali dihadapi dengan permasalahan pelik. Krisis kepemimpinan yang ideal lagi-lagi berada pada lampu sorot utama.
Debat intelektual yang kurang bergagas, mencerminkan betapa dangkalnya pemahaman akan kompleksitas yang sangat kompleks. Banyak miskonsepsi yang gagal dipahami secara matang, dan pemahaman akan kealmamateran yang masih sangat dangkal diperlihatkan oleh para calon Presiden Mahasiswa, dan jika kita ingin mendekonstruksikan problematika ini, maka banyak pihak dan stakeholder yang patut disinggung.
Sejatinya struktur kepengurusan Organisasi Mahasiswa (Ormawa) di kampus merupakan konsep miniatur dari sebuah tatanan kelembagaan pemerintah di tingkat daerah dan negara; Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif. Salah satu jabatan bergengsi di kalangan kampus adalah Presiden Mahasiswa (Presma), yang mana merupakan pimpinan tertinggi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
BEM merupakan diksi yang paling umum digunakan, lain kampus bisa lain lagi diksi yang dipakai, ada yang menyebutkan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) dan ada yang menyebutnya Pemerintahan Mahasiswa (PEMA), yang mana semua diksi tersebut mengacu pada kelembagaan Eksekutif Mahasiswa.
Senin 15 Mei 2023, pesta demokrasi di tingkat kampus biru UIN Ar-Raniry Banda Aceh telah sampai pada proses klimaksnya. Dimana para perwakilan berbondong-bondong hadir untuk mewakilkan suara mahasiswa dari kelompoknya dalam pemilihan pemimpin eksekutif tertinggi; Presiden Mahasiswa.
Namun, sikap skeptis muncul, seberapa jauh perasaan terwakilkannya mahasiswa yang diwakili oleh para delegasi pemilihan? Pemilihan umum yang membedakan negara demokrasi dengan negara yang bersifat otokrasi, pemilihan umum dianggap menjadi ukuran demokrasi karena rakyat dapat berpartisipasi secara langsung. Lembaga perwakilan seperti BEM merupakan wujud dari praktik politik representasi yang hari ini dipakai hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia. Praktik ini menonjolkan peran perwakilan dalam segala kegiatannya.
Semangat awal politik perwakilan ini sebenarnya adalah politik langsung. Negara atau BEM dijalankan oleh seluruh masyarakat dan mahasiswa melalui perwakilan-perwakilan yang dipilih secara berkala. Hanya saja mekanisme kerja di lapangan justru tidak menunjukkan adanya politik langsung tersebut.
Misalnya dalam BEM, ketika mahasiswa memilih wakil-wakilnya dalam pemilu, seluruh mahasiswa memang diberi kesempatan memilih, namun setelah wakil-wakil itu terpilih hubungan mahasiswa dengan wakilnya terputus. Tidak ada pola lanjutan yang menjamin pelibatan mahasiswa dalam tiap perumusan kegiatan. Bila ada wakil mahasiswa dalam BEM yang tidak menjalankan amanat, mahasiswa juga tidak bisa menarik kembali mandatnya. Artinya, politik langsung telah bergeser dengan sendirinya menjadi politik perwakilan secara penuh.
Esensi dari perwakilan adalah melayani kepentingan para konstituen dengan mengerahkan pertimbangan yang matang dan pengetahuan yang luas. Perwakilan juga dianggap sebagai tugas moral karenanya dalam melakukan tindakan tentunya harus dilandasi dengan rasionalitas dan kebijaksanaan, sehingga perwakilan adalah mereka yang memiliki pendidikan dan keterampilan dalam rangka memahami problem politik dan birokrasi yang demikian rumit.
Sudah saatnya kampus se-bergengsi UIN Ar-Raniry melaksanakan Pemilihan Raya/ Pemilihan Umum. Berikan kesempatan pada seluruh mahasiswa UIN Ar-Raniry memberikan hak suara kepada presidennya secara langsung tanpa diwakilkan. Perwakilan hanya ditafsirkan tekstual sebagai perwakilan mahasiswa, tanpa melihat prinsip dasarnya yang partisipatif.
Sudah saatnya organisasi vertikal ala-ala DEMA UIN Ar-Raniry dirombak atau bahkan dibubarkan. Banyak model organisasi alternatif yang bisa menjadi tawaran, seperti organisasi horizontal yang mana semua pihak dapat berpartisipasi dalam pemecahan masalah bersama.
Lebih lanjut lagi, sudah saatnya kita melakukan transformasi pemilihan di lingkungan kampus UIN Ar-Raniry melibatkan seluruh masyarakat kampus untuk memilih pemimpinnya sehingga disharmonisasi yang terjadi selama ini dapat diredam dan semangat demokrasi di kampus biru UIN Ar-Raniry dapat diwujudkan secara menyeluruh dan kaffah. []
Penulis: Al Hakan Jazuli (Mahasiswa Universitas Islam Negeri Ar-Raniry).