Peran Literasi Digital Terkait Isu Pemilihan Kepala Daerah

Sumberpost.com | Banda Aceh – Februari lalu, Indonesia telah menggelar hajatan demokrasi yang rutin dilakukan 5 tahun sekali. Tak lama berselang waktu, masyakarakat juga kembali diajak untuk menentukan pilihanya pada Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA). Tersebarnya baliho calon legislatif mencoba mewarnai kontestasi pilkada mendatang dengan ragam persuasif. Hal ini tentunya menjadi perhatian bagi masyarakat.

Lajunya teknologi informasi sebagai wujudnya perubahan peradaban munusia menempatkan media menjadi rujukan utama masyarakat dalam memperoleh informasi. Termasuk informasi seputar demokrasi. Hal ini memunculkan kekhawatiran akan prasangka masyarakat akan terperosok dalam visi misi yang oknum mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompok, hal ini dituturkan oleh Muhammad Zamroni, dalam Focus Group Discussion (FGD) selaku ketua umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (Askopi) yang dilaksanakan pada Ruang Rapat Direktur Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Sabtu, (8/6/2024)

Menyikapi isu tersebut, Zamroni menyatakan, dalam PILKADA 2024 dibutuhkan masyarakat yang kritis. Literasi digital memainkan peranan yang penting.

“Diperlukan masyarakat yang kritis untuk menghadapi pilkada nanti, hak ini dapat diwujudkan melalui literasi digital,” ujarnya.

Menurut Zamroni, dalam literasi digital ada dua konsep yang perlu dipahami. Pertama, berfikir secara kritis. Dengan berfikir kritis setiap informasi yang didapatkan akan di cari kebenaranya sebelum dibagikan. Kedua, kesadaran berfikir, yakni mewaspadai membagi informasi yang belum pasti kebenaran.

Disisi lain Dana Ismawan, Mahasiswa Pascasarjana Program Studi (Prodi) Komisi Penyiaran Islam (KPI) mengungkapkan pandangannya terkait literasi digital. Menurutnya, tingkat literasi dan digitalisasi masyarakat tentu tidaklah sama antara satu dengan yang lainnya. Masyarakat kritis bisa dibangun mulai dari lingkungan keluarga.

“Tingkat literasi dan digitalisasi masyarakat tentu tidak sama. Hal yang membangun masyarakat kritis dimulai dari keluarga, selaku unit terkecil dalam masyarakat,” ujarnya.

Menurut Dana, banyak informasi tidak berdasar tersebar di grup keluarga. Oleh sebab itu orang tua berperan besar dalam mengedukasi anak-anaknya untuk berfikir kritis dan tidak menyebarkan berita hoaks.

“Untuk membangun sebuah media saat ini sangat mudah. Tidak perlu harus ke dewan pers atau lembaga hukum. Oleh sebab itu dibutuhkan kewaspadaan dan edukasi dari orang tua agar tidak menyebarkan berita hoaks,” pungkasnya. []

Reporter: Rauzatul Jannah