29 Juli 2024 Oleh Redaksi Sumberpost Off

Aceh Tempati Provinsi Dengan Tingkat Kasus Pemerkosaan Tertinggi di Indonesia, Ini Peran Mahasiswa

Sumberpost.com | Banda Aceh – Berdasarkan data statistik kriminal 2023 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan terdapat 1.443 kasus pemerkosaan di seluruh Indonesia sepanjang tahun 2022 dan 135 kasus berasal dari provinsi Aceh, Minggu, (28/07/2024).

Hal ini mengundang kemirisan bagi badan atau organisasi yang bergerak dan peduli dengan isu anak serta perempuan. Lantaran hal yang tidak manusiawi ini terjadi di daerah yang memformalisasikan syariat islam dalam sistem pemerintahan.

Riswati, selaku eksekutif Flower Aceh mengaku miris mendapat infromasi ini, karena disaat yang bersamaan Aceh merupakan daerah yang menerapkan syariat Islam.

“Tentu kita miris, hal ini telah menjadi perbincangan nasional. Mengapa daerah yang menerapkan syariat islam itu banyak pelaku kekerasan seksual,” kata Riswa.

Riswa mengungkapkan keprihatinannya terhadap hal ini, seharusnya pemerintah segera merespon dan menindaklanjuti, karena Aceh telah memberikan sinyal darurat kekerasan seksual. Sejalan dengan hal tersebut, Ketua Pusat Studi dan Gender (PSGA) Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Nashriah juga turut merasakan kemirisan yang mendalam. Namun, dalam hal ini Nashriah mengungkapkan data tersebut menunjukkan peningkatan pemahaman dan keterbukaan masyarakat Aceh untuk membela hak-hak yang telah dirampas oleh pelaku.

“Tiap tahunnya kita terus kejar-kejaran dengan angka pelecehan ini. Namun, ketika kita melihat dari sudut pandang yang lain, peningkatan kasus pelecehan seksual ini menunjukkan peningkatan kesadaran masyarakat kita,” ujar Nashriah.

Kata Nashriah, angka tidak serta merta menunjukkan kasus. Nashriah menegaskan, ada banyak kasus pelecehan tidak dilaporkan dan diselesaikan secara damai. Tidak adanya angka pelecehan belum tentu tidak terjadi pelecehan. Dalam usaha melaporkan kasus pelecehan seksual membutuhkan proses yang panjang, butuh keberanian dan pemahaman yang luas bagi korban. Pertama korban menyadari pelanggaran hak yang menimpanya. kemudian, korban juga menyadari ia berhak mendapat penanganan dan tindak lanjut atas kerugian yang dialami serta hukuman yang pantas untuk pelaku.

“Ini artinya kesadaran kita meningkat, proses pelaporan itu tentunya melewati perdebatan. Ada yang masih beranggapan hal ini merupakan sebuah aib dan lebih baik ditutupi. Tingginya angka pelecehan di Aceh pada satu sisi juga menunjukkan keberanian dan kesadaran korban untuk melapor pada pihak yang dipercaya,” ujar Nashriah.

Sebagai Agen of Change, mahasiswa tentunya memiliki cara tersendiri untuk menangani kasus-kasus yang meresahkan masyarakat serta mengancam moral umat manusia ini. Mahasiswa, khususnya di Aceh yang mencintai segala ciri khasnya, termasuk syariat islam.

“Sebagai orang muda, tentunya pasti mencintai Aceh. Kita berharap siapapun yang ada di daerah Aceh itu terlindung dan terpenuhi hak-haknya,” ujar Riswa.

Kata Riswa, sebagai mahasiswa, tentunya aksi tepat yang dapat dilakukan adalah promosi terhadap upaya-upaya pentingnya pemenuhan hak-hak perempuan dan anak. Selain mempromosikan, mahasiswa juga harus memiliki kesadaran untuk melapor jika menemui tindakan kekerasan di kehidupan sehari-hari dan menjembatani untuk akses pengaduan terhadap korban.

“Mahasiswa bisa jadi pelapor atau inisiator dan yang terpenting adalah edukasi,” lanjutnya.

Sejalan dengan hal tersebut, Nashriah selaku ketua PSGA UIN Ar-Raniry menjelaskan terdapat Duta Gender yang berperan dalam menyuarakan isu ini. Kami merasa penting bagi mahasiswa untuk berperan dalam isu ini.

Nashriah mengatakan, mahasiswa merupakan komponen yang penting dalam melakukan aksi, hal ini dikarenakan jumlah mahasiswa mendominasi kampus dibandingkan dosen. Belum lagi, keseganan mahasiswa untuk berkomunikasi dengan dosen karena jarak usia. Oleh sebab itu, duta gender berperan sebagai perpanjangan tangan PSGA dalam menyuarakan isu-isu yang berkaitan dengan gender di lingkungan kampus, dengan passion yang lebih relevan dengan zaman.

“Mereka menyuarakan pengetahuan yang telah kami bagikan, kami sangat yakin duta gender dapat menjadi figur. Bahkan beberapa dari mereka telah menyuarakan isu gender di luar kampus, contohnya radio,” jelas Nashriah.

“Cegah sesuai dengan kemampuan kamu, jika bisa menasehati maka nasehati. Jika punya power, buat aturan. Jika tidak punya, bekerjasamalah dengan PSGA. Jembatani korban untuk berani melapor,” Pungkasnya. []

Reporter :Rauzatul Jannah

Editor : Anzelia Anggrahini