Melewati Batas Keterbatasan: Kisah Perjuangan Fina Selesaikan Skripsi di Tengah Derita Penyakit Langka
Sumberpost.com | Banda Aceh – Di tengah kehidupan mahasiswa yang penuh tekanan dan tantangan, terdapat kisah inspiratif tentang Syarafina, seorang mahasiswi prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Wanita yang akrab dipanggil Fina ini berhasil menyelesaikan skripsinya meskipun harus menghadapi kondisi kesehatan yang sangat berat. Perjalanan hidupnya dalam menghadapi penyakit yang tergolong langka dalam bidangnya ini menjadi bukti nyata bahwa semangat dan dukungan orang-orang terdekat dapat menjadi kunci utama dalam menghadapi cobaan terberat sekalipun.
Fina berasal dari Sigli, sebuah kota di Provinsi Aceh. Sejak kecil hingga SMA, ia tinggal di Lhokseumawe. Pada tahun 2021, sebelum mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN), Fina mulai merasakan sakit yang serius pada kakinya setelah terkilir. Meskipun sempat menjalani terapi tradisional, kondisinya semakin memburuk hingga akhirnya ditemukan patah tulang paha yang tak kunjung sembuh.
Kisah penuh perjuangan ini dimulai ketika pada bulan April 2022, Fina mengalami patah tulang paha secara spontan yang membuatnya harus dirujuk ke Rumah Sakit Zainal Abidin (RSZA) di Banda Aceh. Di sana, ia menjalani operasi pemasangan plat. Namun, tulangnya tidak kunjung tersambung, dan kondisi fisiknya semakin menurun. Pada titik ini, Fina ditemukan memiliki benjolan di bagian paru-paru kiri.
“Awal aku sakit itu 2021 sebelum KKN, sebelum kondisi yang sekarang ini sempat kakinya itu terkilir ya keseleo lah. Jadi kita kan inisiatifnya itu urut, yaudah diurut sembuh gitu. Abis itu jatuh kamar mandi, pokoknya beberapa hari setelah diurut itu jatuh dari kamar mandi, disitu udah dalam kondisi yang emang sakit banget. Terus diurut juga tetap, urut dalam beberapa bulan tapi dengan kondisi jalannyatu pincang-pincang. Sampe 2022 bulan 4, pas bulan puasa awal-awal puasa itu kondisi kakinya mulai lemas, gak bisa ditekuk tapi masih sanggup berdiri,” ceritanya.
Sang ibu pun membawanya terapi, namun tak kunjung sembuh dan berakhir pada 2022 bulan 4. Setelah dirujuk ke Banda Aceh, teman-teman Fina ikut membantunya memasuki UGD. Setelah operasi tulang yang patah tak kunjung tersambung lagi. Merasa tak kunjung sembuh, alhasil Fina di rontgen. Siapa sangka ternyata hasilnya ada benjolan di paru kiri. Setelah beberapa bulan kemudian tumbuhlah benjolan dibawah lutut kiri.
Ketika masa rawat di Rumah Sakit Zainal Abidin, Banda Aceh Fina juga sempat mengalami patah lengan bagian kiri tiba-tiba di ruang operasi hingga semalam setelah itu tangannya tidak bisa digerakkan lagi dan ditangani dengan pemasangan gips dan tidak dilakukan operasi pada lengan yang patah. Setalah menunggu beberapa hari, didapatkan hasil dari biopsi bahwa Fina didiagnosis kanker tulang dan untuk penangannya disuruh kemoterapi. Keputusan untuk menjalani kemoterapi ditolak oleh keluarganya, dan Fina pun memutuskan untuk mencari pengobatan alternatif.
“Pada bulan dua 2023, masuk keruangan operasi di RS. Zainal Abidin itu, disitu patah tangan tiba-tiba bagian lengan tangan kiri patah tiba-tiba di ruang operasi itu. Abis itu kk, yang mau dilakukan biopsi itu bagian lutut benjolan kiri itu, jadi yang tangan kiri ini gak di apa-apain, dibiarin gitu aja gitu. Terus setelah semalam setelah patah tangan kesakitan dah gak bisa gerak sama sekali, akhirnya dokternya datang dan pemasangan gips doang tapi gak di operasi tangannya. Abistu kami pulang, tunggu hasil biopsi itu dan hasilnya dinyatakan kanker tulang dan mereka minta kk kemoterapi. Dan setelah diskusi dengan keluarga besar, mereka menolak untuk di kemoterapi. Dan kami memutuskan untuk keluar sendiri dari RS tersebut dengan membawa hasil biopsinya aja karena rumah sakit itu ngak ngeluarin rujukannya,” jelasnya.
Dari Banda Aceh Fina bertolak ke Batam untuk ikhtiar kesembuhannya. Perjalanan ke Batam ini akhirnya membawa Fina ke dokter tulang Dr. Hardian Basuki di Rumah Sakit Dr. Soetomo, Surabaya. Di sana, diagnosis awal kanker tulang terhadap dirinya itu ternyata keliru setelah dilakukan riset ulang pemeriksaan selama beberapa bulan yang pada akhirnya ditemukan bahwa Fina menderita penyakit langka yang disebut “Brown Tumor of Hyperparathyroidism Primary”. Ini adalah tumor yang disebabkan oleh kondisi hormon paratiroid yang sangat tinggi, yang mengakibatkan kerapuhan tulang. Fina juga mendapat banyak bantuan dari para dokter selama perawatan di RS. Dr. Sutomo, Surabaya tersebut termasuk dalam hal finansial. Ia juga dibiayai oleh para dokter dalam pemeriksaan PTH karena ia biaya yang dibutuhkan untuk satu kali pemeriksaan membutuhkan dana hingga satu juta rupiah.
“Setelah itu kakak pergi ke Batam ketempat wali kakak. Karna awalnya di Batam gak bisa ketemu dokter, kami ke KL. Tapi di KL sampe ke RS Kerajaan, mereka bilang jika berobat disini kamu harus ada uang dalam detik ini sekurang-kurangnya 300RM. Karena pada saat itu keluarga belum ada dana langsung, kami memutuskan untuk balik ke Batam lagi dan di sana bertemu Dokter Tulang Deded, disana mereka langsung buat rujukan ke dokter tulang namanya tu Dr. Hardian Basuki di RS Sutomo Surabaya. Di RS Sutomo Surabaya, selama 10 bulan menjalani pemeriksaan hingga 6 kali pemeriksaan, dan pada bulan ke 5 kalo gak salah, pokonya ketemu hasilnya itu “Brown Tumor” yang ini termasuk kasus langka yang pernah mereka tangani. Tumor coklat yang ada di lutut kiri ini sama yang benjolan yang ada di paru-paru tadi. Kemudian, setelah itu pemeriksaan PTH (Paratiroid Hormon). Dan Alhamdulillah biayanya itu dari patungan para dokter di Surabaya ini, karna biayanya itu sampe 1juta lebih gitulah per pemeriksaannya. Terus dilakukan pemeriksaan darah dan hasil PTHnya 400 lebih. Setelah itu dirujuk bagian ongkologi kepala leher, dan diperiksa CT scan, mibi scan, dan bone scane. Setelah hasilnya keluar ditemukan paratiroid ini dengan ukuran yang kecil, dan mereka diskusiin untuk kk operasi bagian leher itu. Kondisi kaki kakak saat itu berdiri itu gak bisa berdiri sama sekali waktu itu. Tapi kakinya bisa digerakin tapi gak bisa ditekuk dan gak boleh itu berpijak penuh ke lantai gak boleh, tapi kalau untuk digerak-gerakin, digeser-geser itu bisa,” tambah Fina.
Selama 10 bulan di Surabaya, Fina menjalani serangkaian pemeriksaan dan perawatan intensif. Setelah menjalankan operasi pertama pengangkatan tumor parateroidnya, ketika pengecekan PTH kadar kalsium yang awalnya 400 turun menjadi 70 sehingga tangannya yang patah sudah tersambung kembali dengan sendirinya. Namun setelah 2 bulan kembali pemeriksaan PTH dan ternyata naik kembali. Melihat hal tersebut Fina akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
“Karena hari pertama pembedahan gak ditemuin si tumor parateroidnya, kakak disarankan dirujuk ke Jakarta. Karena kondisinya saat itu baru selesai dibedah, jangan lah dok kakak bilang. Dia bilang oke kita tunggu datang prof aja hari senin kita operasi ulang. Dan alhamdulillah operasi hari senin itu berjalan lancar dan ketemu si paratiroidnya itu, kecil banget di tapi dialah yang membuat kropos tulang karena hormon paratiroid ini bekerja untuk mengatur kalsium kita dalam darah kita. Setelah operasi itu kakak masih tetap dirawat beberapa hari untuk di infus kalsium. Setelah mendapatkan hasil PA, kakak balek ke Batam dan disana masa penyembuhan. Karena PTH yang awalnya 400 sekarang setelah diangkat jadi 70, jadi setelah operasi itu tangan kakak jadi tersambung lagi sekarang udah gak patah lagi, udah bisa digerakin selera makan udah ada, tulang kembali normal, berdiri sikit-sikit kakak bisa, ya cuman itu tadi yang gak boleh jalan gitukan, karna ya tulangnya masih tipis. Setelah 2 bulan kk balek lagi ke Surabaya dan disana mereka bilang suruh cek PTH lagi, dan naik lagi jadi 200 si parateroid ini PTH nya. Karena PTH-nya kembali naik, kakak dirujuk ke RSCM Jakarta. Kakak sempat tanya, “tapi dok apakah ini dia kanker?”, ngak jawaban dokternya dia ini bukan kanker, tapi itu dia tadi Brown Tumor, tapi Hyper Parateroid Primer. Dan akhirnya dirujuk ke RSCM dan sekarang dalam tahap pemeriksaan untuk dilalakukan operasi parateroid lagi yang kemaren naik PTH-nya 200 itu, dan ini lagi nunggu jadwalnya aja kapan operasinya,” jelasnya.
Di tengah-tengah masa perawatan tersebut, Fina tetap bertekad untuk menyelesaikan skripsinya. Dukungan dari teman-teman dan dosen-dosen yang peduli sangat berarti bagi Fina. Salah satu teman terdekatnya Wilda Sofiya, membantu Fina dalam menulis dan melakukan wawancara untuk skripsinya yang sempat mengalami perubahan judul. Fina juga mendapatkan bantuan dari dosen pembimbingnya seperti Salman Yoga dan Zainuddin T, yang selalu siap memberikan bimbingan melalui WhatsApp dan Email. Meski merasa tidak enak karena harus melakukan bimbingan secara daring, Fina tetap semangat untuk menyelesaikan skripsinya.
“Sebenarnya tu awalnya judulnya bukan yang pas sidangkan itu. Jadi, ketika diseminarkan oleh buk hanifah dan kata beliau kita ganti judul aja ya, jangan yang ini dan disarankanlah film kampus kita Film Emas Biru. Jadi kakak mikir, oo iya film ini yang nulisnya itu Wilda Sofiya dari KPI leting 18, dan kakak dekat banget sama Wilda. Setelah bertanya ke Wilda responnya bilang dia mau bantuin. Dan pengerjaan skripsi inipun dibantu sama Wilda, sama teman-teman kampus yang lain. Karena juga itu film Wilda yang menjadi sutradaranya, jadi dia yang bantuin semuanya hingga wawancara bersama Andri kawan Wilda yang membantu benahin penulisannya. Dan konsultasi dengan para pembimbing melalui wa dengan Pak Salman dan juga sama Pak Zainuddin T, mereka tu selalu respon selama konsultasi dan bimbingan melalui chat via wa. Tapi sama pak salman ada juga melalui email. Disisi lain kakak juga gak enak karna bimbingan via chat karena melihat siswa yang lain mereka harus jumpa dengan dosennya langsung saat bimbingan, jadi kakak semangatin yok berani yok, kalau ngak gitu gak akan beres,” ujarnya.
Proses pengerjaan skripsi yang dimulai sejak tahun 2022 itu dijalani Fina dengan perlahan-lahan. Ia juga berkomunikasi dengan berbagai pihak terkait untuk mengurus berkas-berkas penting seperti TOEFEL dan komprehensif secara online. Fina juga mendapatkan dukungan dari teman seangkatannya prodi KPI letting 17 yang sangat solid yang selalu menyemangati dan membantu mengurus berbagai keperluan administrasi. Pada akhirnya, setelah semua upaya keras dan kerja sama yang solid dari banyak pihak, Fina berhasil menyelesaikan skripsinya dan menjalani sidang via Zoom. Meski hanya ditemani oleh sang ibu di tempat penginapannya di Jakarta, Fina merasa bahagia dan lega setelah semua tantangan tersebut berhasil dilewati dengan baik.
“Dalam mengurus semua berkas daftar sidang pun via online. Awal proses pengerjaan skripsi ini mulai sejak dari tahun 2022 dan kakak kerjain pelan-pelan. Seperti dalam proses mahad juga kakak langsung chat ustadnya. Saat TOEFL, minta surat bebas TOEFL itu lapor ke Pak Syahril, beliau kabarin ke akademik dan buk Ernanya chat langsung ke kakak. Terus ada sertifikat KPM yang hilang kakak chat staf wadek3, dan alhamdulillah ibuk itu nolongin banget. Pokoknya kakak mau berterimakasi buat semua yang terlibat terutama teman-teman seperjuangan dalam proses pembuatan skripsi ini, Pak Syahril (kaprodi KPI), Wilda, dan semua pihak yang gak bisa disebut satu persatu. Kemudian sampelah Wilda bilang ini semua berkasnya udah beres kakk yokk kita daftar, tapi masih ragu awalnya, dan setelah buk Erna chat bilang waktu kakak gak lama lagi kalau untuk letting Fina ini, dan setelah itu kakak daftar sidang walau lambung naik dan mual-mual. Awalnya buk hanifah wa hari rabu dijadwalkan untuk sidang, dan hari tersebut kakak ngak bisa karena masih ke rumah sakit, lalu akhirnya dijadwalkan hari kamis siang untuk sidang via zoom. Dan pada hari sidang ada sedihnya juga karna sidang hanya berdua sama umi di penginapan disini, di Jakarta. Tapi karena banyak yang nyemangatin, teman-teman dan keluarga jadinya sedih itu gak ada lagi, dan alhamdulillah sidang pada hari itu lancar, kak Fina bisa jawab dan hasilnya memuaskan,” tutup Fina dengan nada terharu.
Kisah Fina adalah bukti nyata bahwa di balik setiap cobaan berat, selalu ada harapan dan jalan keluar. Dengan semangat, keberanian, dan dukungan dari orang-orang terdekat, setiap rintangan dapat diatasi. Perjuangan Fina dalam menyelesaikan skripsi di tengah penyakit langka yang mengancam jiwanya akan selalu menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk terus berjuang dan tidak pernah menyerah dalam menghadapi tantangan hidup. []
Reporter: Fatimah Azzahra