Lika-Liku Rosliani, Jadi Semut Merah Diantara Semut Hitam

Sumberpost.com | Banda Aceh – Menjadi berbeda diantara orang lain memerlukan konsekuensi yang berat. Pada nyatanya, membungkus perbedaan dalam keberagaman bukanlah hal yang mudah di kota Serambi Mekkah yang mayoritas muslim. Menjadi semut merah diantara ribuan semut hitam menjadikan salah satu mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry ini pusat perhatian semua orang di sekitarnya. Rosliani, Mahasiswi Ilmu Perpustakaan yang baru mulai mengenyam pendidikannya di kampus biru dan baru baru ini ia masuk ke dalam perbincangan hangat karena tata cara berpakaian yang berbeda dengan mahasiswa lainnya.

“Mungkin mereka heran, kenapa nonmuslim bisa masuk kesini,” ujar Rosliani di sela-sela pengenalan budaya akademik dan perkuliahan (PBAK).

Keberadaan Rosliani merupakan hal yang baru bagi masyarakat UIN Ar-Raniry, lantaran sangat bertolak belakang dengan nama dan program universitas secara keseluruhan. Diantara mereka pasti bertanya-tanya tentang keberadaan mahasiswi nonmuslim di perguruan tinggi islam, masalahnya tidak semua orang mampu menyembunyikan rasa penasarannya dengan baik.

Mendapat bisikan atau lirikan aneh akan menjadi hal yang biasa bagi Rosliani kedepannya. Kabar baiknya, Rosliani tidak akan sendiri menjadi minoritas, karena dalam waktu dekat UIN Ar-Raniry akan segera kedatangan mahasiswa lintas negara yang berasal dari India dan Tanzaniya.

“Tahun ini kita menerima mahasiswa lintas negara melalui jalur beasiswa kementrian pendidikan, kabaranya mereka juga nonmuslim,” ujar Mirwan Fasta kepala Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan dan Kerjasama (AAKK) UIN Ar-Raniry.

Agar menjawab pertanyaan ribuan masyarakat UIN Ar-Raniry, kita akan coba tarik benang merah dari penyebab awal Rosliani mendaftar sebagai peserta Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP) di UIN Ar-Raniry.

Awalnya Rosliani memilih jurusan fisika, pendidikan biologi, dan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di Universitas Syiah Kuala (USK) dan hendak mengajukan permanen akun SNBP. Karena saat itu H-2 penutupan permanen akun, jutaan siswa ikut mengakses akun di saat yang bersamaan, hingga web SNBP tidak bisa diakses lagi oleh Rosliani, alias error. Ia mengambil inisiatif untuk memakai laptop operator sekolah untuk login ke akun SNBP.

Ternyata upaya tersebut tidak membuahkan hasil, Rosliani tetap tidak bisa mengakses web SNBP untuk melakukan permanen akun. Hal ini tidak hanya menimpa Rosliani seorang, teman-temanya juga merasakan hal yang sama. Kemudian, salah satu temannya kembali mencoba login akun di laptop operator sekolah. Berbeda dengan Rosliani tadi, temannya berhasil login dan mengajukan permanen akun SNBP disana.

Ternyata, karena kesalahan teknis, akun yang dipermanenkan oleh teman Rosliani tadi malah mempermanenkan akunnya, sehingga jurusan yang dipilih sesuai dengan milik temannya. Hal ini tentunya menimbulkan kepanikan dan kebingungan Rosliani saat itu. Terlebih lagi, Peraturan saat ini tidak bisa mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) jika sudah lulus di SNBP.

“Sepertinya karena pencaharian akun SNBP saya belum terhapus di laptop operator sekolah. Makanya akun kawan saya dipermanenkan di akun saya, untuk data sudah benar semua. Entah kenapa bisa dipermanenkan di aku saya,” papar Rosliani.

Ketika dilanda kebingungan di kampung halaman, Rosliani memutuskan menghubungi sosial media UIN Ar-Raniry, syukurnya, admin merespon dengan baik. Hal ini menimbulkan secercah harapan bagi Rosliani untuk melanjutkan pendidikan di tahun 2024 di UIN Ar-Raniry. Guru di sekolah Rosliani kebetulan juga merupakan lulusan ilmu perpustakaan UIN Ar-Raniry, Ayu dan cut namnya.

Dengan sigap, dua guru itu langsung menghubungi pihak Progam Studi (Prodi) terkait permasalahan murid mereka. Hal ini disambut dengan tangan terbuka oleh prodi ilmu perpustakaan. Akhirnya, Rosliani dapat berkuliah di UIN Ar-Raniry

“Semenjak itu, Mau kemana aja pasti teringat, overthinking. Bayangan terseram itu gak ada kawan, atau dibully,” ucap Rosliani dengan raut wajah resah.

Mendengar hal itu, Rosliani membulatkan tekadnya untuk menimba ilmu di UIN Ar-Raniry. Hal ini juga tak lepas dari dukungan dari orang tuanya, dengan keteguhan niat dan keinginan belajar yang tinggi. Rosliani berangkat dari kampung halaman untuk menimba ilmu.

Lucunya, teman yang mempermanenkan aku Rosliani juga lulus di ilmu perpustakaan UIN Ar-Raniry.

“Satu kampung, satu sekolah, satu kelas lagi,” ujar Rosliani sambil tertawa.

Pada saat hari pertama PBAK dilakukan, gadis asal Aceh singkil ini kembali dilanda dilema, lantaran ia merasa kebingungan untuk memakai atau melepas kerudung saat hendak berangkat menuju kampus. Merujuk pada peraturan PBAK, pastinya dicontohkan dengan memakai kerudung. Akhirnya, Rosliani menyudahi keresahannya dan memutuskan untuk memakai kerudung.

Namun, keresahan Rosliani di pagi itu tidak membuahkan hasil. Sesampainya di kampus, ia mendapat instruksi untuk membuka kerudung.

“Loh, kok buka. Rupanya kata dosen saya supaya ada keberagaman,” ujarnya heran saat diinstruksikan.

Meskipun sempat heran, Rosliani menjadi mahasiswi yang mewakili ribuan Mahasiswa Baru (MABA) untuk penyematan almamater langsung oleh rektor UIN Ar-Raniry. Pada saat itu juga, Rosliani menjadi pusat perhatian lautan manusia yang ada di dalam auditorium.

Malam harinya, Rosliani senantiasa memantau grup MABA. Keberadaannya menjadi lebih terkenal di kalangan MABA, terlebih lagi dia menjadi sorotan kamera saat penyematan almamater. Foto ini yang menjadi pemantik diskusi di grup MABA. Berbagai pertanyaan dan reaksi mulai menghiasi grup. Ada yang bilang salah server, bahkan Rosliani dianggap mahasiswa asal Amerika.

“Ya udahlah biarin aja, cuman risih dan ga nyaman gitu lah. Tapi ya mau bagaimana lagi, nanti juga terbiasa,” tuturnya.

Syukurnya, Rosliani mendapatkan kakak letting yang baik dan bersedia membantunya ketika dilanda kebingungan. Atas instruksi rektor, dekan Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) memberikan kebebasan kepada Rosliani dalam berpakaian dengan berlandaskan kenyamanan dan toleransi. Rosliani juga sempat dilema saat menjalani perkuliahan nanti, bagaimana nasib ia nantinya.

“Kalau misal saya pakai kerudung, takutnya orang tidak tau kalau saya nonmuslim. Disuruh sholat pula. Tapi sepertinya lebih baik tidak memakai kerudung, biar ada yang membedakan seperti kata dekan,” jelasnya.

Berkuliah di kampus islam tentunya membingungkan Rosliani karena, Mata Kuliah (MK) penguatan keislaman merupakan MK wajib bagi seluruh mahasiswa, hal ini menjadi pertanyaan di dalam benak Rosliani.

Syukurnya, Saat ia ke geraja, Rosliani memiliki inisiatif untuk menanyakan hal yang terus mengganjal pikirannya. Ternyata, di gereja tersebut ada Pembimbing Masyarakat (Pembinas) kristen di Aceh. Dari Pembinas tersebut, Rosliani diarahkan untuk berkomunikasi dengan pihak prodi agar mendapatkan penguatan agama sesuai dengan keyakinannya.

“Kata pak dekan, nanti saya akan diberikan absen kehadiran gereja yang nantinya akan ditanda tangani oleh pendeta,”ungkap Rosliani.

Berkuliah di UIN Ar-Raniry tidak pernah terbayangkan oleh Rosliani. Namun, alasan terkuatnya untuk mengikuti proses yang harus dijalani bukan tanpa alasan.

“Kalau ngga diambil sayang, mandiri pun orang tua ngga sanggup. Dari pada ngga kuliah, apalagi  saya anak pertama. Gimana nanti adik-adik saya nanti,” jelas Rosliani dengan tatapan optimis.

Lika liku Rosliani masuk perguruan tinggi tidak terlepas dari niatnya menjadi role model yang baik bagi keluarga.[]

Reporter : Rauzatul Jannah
Editor : Anzelia Anggrahini