Dari Tanzania ke UIN Ar-Raniry

Sumberpost.com|Banda Aceh – Haji namanya, mahasiswa Internasional yang berasal dari Tanzania, negara yang terletak di Afrika bagian timur. Tujuan ia mendarat di Tanah Rencong ialah untuk mempelajari bahasa Indonesia di Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry lewat jalur beasiswa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Setelah satu minggu lamanya berada di Jakarta, Haji menuju ke Aceh untuk menjalankan misinya belajar bahasa indonesia. Awalnya, ia merasa rindu kampung halaman lantaran hampir 2 minggu meninggalkan rumah. Syukurnya, hal itu terobati saat bertemu dengan orang orang disini.

Mahmudah dan Yusuf namanya, keduanya mahasiswa UIN Ar-Raniry. Mahmudah merupakan orang pertama yang menghampiri Haji usai sholat Maghrib di mesjid Fathun Qarib untuk pertama kalinya, kemudian dilanjutkan dengan Yusuf yang juga menyusul menghampiri.

“Rasa sedih saya lumayan berkurang saat bertemu orang-orang baik disini,” ujar Haji menggunakan bahasa arab yang kemudian diterjemahkan oleh Yusuf Arifin selaku ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) LDK Ar-Risalah.

Sebelum berangkat ke Indonesia, Haji ditawari 2 beasiswa oleh pemerintah Tanzaniya, yakni Iraq dan Indonesia.

“Karena kondisi di iraq tidak kondusif, jadi saya memilih tawaran ke Indonesia,” kata Haji.

Dalam wawancara bersama sumberpost di perpustakaan UIN Ar-Raniry, Haji menceritakan kondisi pendidikan di negaranya, Tanzaniya.

“Disana, saat Sekolah Dasar (SD) semua orangtua mengarahkan anaknya untuk pergi bersekolah, hingga jenjang sekolah menengah pertama (SMP). Tapi, untuk melanjutkan pendidikan ke tingkaT Sekolah Menengah ke Atas (SMA), banyak siswa yang tidak lulus ujian masuk ke SMA sehingga banyak yang tidak melanjutkan. Ketika berhasil masuk SMA, kebanyakan siswa pasti melanjutkan kuliah. Pendidikan disana sulit. Jumlah orang yang lulus dari kampus dan diterima menjadi pegawai sangat rendah dibandingkan jumlah kelulusan,” paparnya.

Saat berkuliah Strata 1 (S1) Program Studi (Prodi) Hubungan Internasional (HI) di Univesity Mozambique Tanzania Centre for Foreign Relations (CFR), Haji menjadi salah satu mahasiswa yang mendapat beasiswa dari pemerintah. Namun, beasiswa yang diterima seluruhnya dikelola oleh kampus untuk segala keperluan mahasiswa, sehingga dana beasiswa tidak dipegang langsung oleh Haji. Setelah Haji lulus, nama universitasnya berubah menjadi universitas Salim Ahmed Salim, sebagai penghormatan kepada tokoh yang memperjuangan  kemerdekaan Tanzania.

Di Tanzania, ada 3 bahasa yang digunakan. Yakni bahasa Swahili, Inggris dan Arab. Bahasa swahili digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Namun, ketika memasuki sekolah, bahasa yang digunakan meliputi bahasa Arab dan Inggris. Dalam hal ini, Haji mengatakan ia menyukai bahasa inggris dan sudah bisa sejak SMP.

“Saya merasa bahasa inggris itu keren, hati saya tenang saat belajar bahasa inggris. Saat mendengar orang fasih berbahasa Inggris itu rasanya masyaallah,” ujarnya sembari mengelus dada.

Haji baru mempelajari bahasa Arab saat masuk ke SMA. Awalnya, ia mengaku tidak ingin masuk ke SMA keagamaan lantaran harus belajar bahasa Arab. Namun, ibunya memberi 2 pilihan, yakni lanjut SMA keagamaan lalu masuk universitas atau masuk tentara, lantaran untuk masuk tentara tidak memerlukan nilai yang tinggi. Akhirnya, Haji terpaksa harus memasuki SMA keagamaan karena tidak ingin menjadi tentara. Ia berusaha keras untuk belajar bahasa Arab.

“Saat teman-teman saya bermain, saya memilih untuk belajar di dalam kelas. Saya bekerja keras untuk belajar bahasa Arab, Karena tidak ingin menjadi tentara,” ujarnya sembari menggelengkan kepala.

Haji mengaku tidak menyukai bahasa Swahili, lantaran guru atau dosen yang mengajar menggunakan bahasa Swahili menurutnya membosankan. Bahkan, saat kuliah ia pernah keluar kelas karena dosen mengajar menggunakan bahasa Swahili.

Di Tanzania, kata Haji, ia sering mendapat ejekan dari masyarakat karena menggunakan bahasa Inggris. Disana, masyarakat menganggap orang yang menggunakan bahasa Inggris merupakam orang yang sombong, lantaran ukuran penilaian rendah hati diakui bila menggunakan bahasa Swahili sehari-hari. Hal ini membuat Haji tidak menyukai bahasa tanah airnya. Padahal, ia ingin semua orang bisa berbahasa Inggris.

Saat ini Haji berusia 23 tahun, ia menerima beasiswa Kemendikbud untuk belajar bahasa Indonesia selama 10 bulan di UIN Ar-Raniry dan berpotensi menjadi calon mahasiswa internasional UIN Ar-Raniry. Kata haji, metode belajarnya yaitu praktik langsung.

“Misal apa kabar, in english how are you, what your name? we say siapa namamu,” ujar Haji.

Kursus belajar bahasa Indonesia diajarkan oleh 2 orang mentor di International Office UIN Ar-Raniry. Yuni dan Putra namanya. Sejauh ini, 2 orang mentor tersebut yang menjadi objek praktek bahasa Indonesia Haji. Selain itu, Mahmuda dan Yusuf masih sering berinteraksi dengannya, baik itu bertemu langsung atau melalui telepon.

“Saya sangat senang belajar bahasa Indonesia, karena bahasanya indah. Orang-orang disini pun cantik dan ganteng. Saya merasa berada di Tanzania,” ujar Haji.

Kata Haji, Aceh memiliki infrastuktur yang bagus, jalan yang lebar serta masyarakat yang ramah. UIN AR-Raniry memiliki suasana yang asri, bersih dan sejuk disertai gedung-gedung yang bagus. Setelah hampir 2 minggu di Aceh, Haji mengaku masih menempatkan kecap sebagai makanan favoritnya, dalam setiap makanan yang hendak dimakannya, harus disertai kecap.

“Di Tanzania tidak ada kecap. Saya pertama kali coba kecap di Aceh, tepatnya di hotel mita mulia. Saat pertama kali mencoba kecap, saya langsung suka. Sekarang makan harus ada kecap, jika tidak ada pasti merasa kurang,” ujar Haji sembari tertawa kecil.

Selama di Aceh Haji juga menemukan banyak makanan yang tidak ditemui di Tanzania, seperti Ayam geprek. Ia mengaku menyukai Ayam geprek, tapi tidak terlalu menyukai bila sambalnya terlalu pedas.

“Selama disini, saya menemukan banyak makanan baru. Bisa dibilang foodshock, karena saya belum pernah liat sebelumnya,” ujar Haji.

Haji juga mengungkapkan awal mula ia memilih UIN Ar-Raniry untuk belajar bahasa indonesia.

“Jadi saya menyediakan satu malam khusus untuk mencari universitas yang ada di Aceh. Setelah banyak mencari, saya memilih UIN Ar-Raniry karena menurut saya nama universitas ini lebih keren daripada nama universitas lain,” tutupnya.[]

Reporter : Rauzatul Jannah

Editor : Anzelia Anggrahini