Definisi Woman Support Woman Yang Benar, Bukan Hanya Sebatas Simpul
Sumberpost.com | Banda Aceh – Aceh tidak lagi membicarakan bagaimana kepemimpinan perempuan. Secara historis, Perempuan sejak lama telah berpartisipasi dan memiliki kedudukan. Berbicara suara perempuan, saat ini hanya dibatasi oleh perspektif masyarakat yang masih menganut patriarki, hal ini dituturkan oleh Husnul Amalia Soleha selaku ketua korps Pelajar Islam Indonesia (PII) Aceh dalam diskusi pendidikan politik yang berlangsung di Aula Dinas Sosial Aceh, Minggu,(24/11/2024).
Husnul mengatakan, diskusi yang bertema refleksi menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh. Moral, etika dan pemilih cerdas ini berlangsung karena keresahan-keresahan publik yang muncul menjelang pesta demokrasi daerah ini.
“Berangkat dari keresahan terkait dunia politik, bagaimana demokrasi kita saat ini dan itu jarang sekali diperbincangkan oleh forum perempuan,” katanya.
Kata Husnul, diskusi ini diharapkan dapat memangkas persepsi-persepsi yang tidak benar dan dapat menghasilkan pandangan-pandangan terhadap kebijakan saat ini, serta langkah konkret kedepanya.
“Kita harapkan tidak ada lagi terjadinya mispersepsi tentang pemimpin laki-laki dan perempuan. Dari segi historis juga, kita sudah selesai dengan persoalan itu,” katanya.
Dalam diskusi ini, Azharul Husna, koordinator KontraS Aceh memaparkan perjalanan singkat peran perempuan di Aceh.
“Desember ini, kita akan memperingati 20 tahun tsunami. tahun yang sama pula kita juga memperingati 19 tahun perdamaian Aceh,” ujarnya.
Pada tahun 2005, tepatnya 15 Agustus perjanjian damai dilaksanakan di Helsinki. 30 tahun Aceh diselimuti konflik, mulai 1989 hingga damai. Masa konflik, segala jenis kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) menelan korban yang cukup banyak.
“Saat itu, laki-laki sebagian lari ke hutan bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), sebagian lainnya dibunuh, disiksa dan pada saat itu banyak sekali anak-anak yang meninggal,” jelasnya.
Perang yang panjang itu memberikan dampak yang cukup besar bagi Aceh. Karena suami-suami yang meninggal, lari dan pergi. Banyak sekali perempuan yang menjadi kepala keluarga dan ujung tombak segala hal.
“Ketika laki-laki dibunuh, dihilangkan dan disiksa, perempuan dipaksa mengisi ruang-ruang publik tersebut. menjadi pemimpin gampong, kepala keluarga, termasuk menjadi pemimpin dalam ritual-ritual keagamaan, seperti memandikan mayit, termasuk menjemput mayat di posko-posko tentara,” paparnya.
Ketika perdamaian terjadi dan laki-laki pulang, ruang yang tadinya diisi oleh perempuan dikosongkan kembali. Sehingga tidak ada pelatihan khusus bagi perempuan untuk tampil dimuka publik. Perjalanan Aceh yang panjang ini menjadi catatan bagaimana melihat perempuan Aceh dimasa lalu dan masa sekarang.
Saat ini, kata Husna, kecil sekali keterlibatan perempuan dimuka publik. Hal ini bisa kembali dipertanyakan dari segi keterlibatan perempuan dalam mengatur kebijakan, mengontrol kebijakan publik, berpartisipasi ketika rapat penting berlangsung, hingga manfaat yang diterima oleh perempuan terhadap kebijakan.
“Kita dapat mengukur dari empat pilar tadi. akses, kontrol, partisipasi, manfaat. Kalau di empat pilar ini perempuan tidak dilibatkan. Maka bisa dikatakan kebijakan itu jauh dari kata adil,” tegasnya.
Saat ini, sedang ramai diperbincangkan woman support woman. Menurut Husna, perempuan harus memilih perempuan yang adil. Harus ada kata keadilan disana. Jika memilih pemimpin perempuan hanya karena jenis kelamin tanpa mempertimbangkan keadilan, hal itu tidak membawa perubahan bagi perempuan.
“Kalau kita memilih pemimpin perempuan hanya karena dia perempuan, tapi tidak membawa keadilan dalam kerja-kerjanya, boleh jadi perempuan itu hanya simpul saja. Tidak membawa perubahan terhadap 4 pilar kesejahteraan perempuan,”pesannya.
Penting untuk memastikan pemimpin, baik itu laki-laki atau perempuan, harus mempunyai kepekaan terhadap seluruh kelompok. Baik itu perempuan, anak, disabilitas dan kelompok lainya.
“Sekesal apapun kita terhadap dinamika politik, hak suara wajib kita gunakan. Meskipun tidak mendapatkan yang terbaik, setidaknya kita mencegah yang terburuk memimpin,” pungkasnya. []
Reporter : Rauzatul Jannah
Editor : Anzelia Anggrahini