
Meugang di Kopelma, Ibu Tak Perlu Khawatir
Sumberpost.com|Banda Aceh – Meugang merupakan tradisi masyhur sejak abad ke 16 di Aceh. Dua hari menjelang Ramadan, pedagang daging segar memadati pinggiran jalan. Adatnya, meugang menjadi momen kebersamaan keluarga dan kerabat, dimeriahkan dengan berbagai macam jenis masakan daging.
Kehangatan yang tercipta diantara kebersamaan yang dibalut dengan tradisi meugang, tak dirasakan oleh seluruh mahasiswa. Alasan kuliah dan jarak menjadi pemenangnya.
Pagi menjelang siang pada jumat itu, langit terik menerangi Darussalam, Banda Aceh. Tepat di pinggiran jalan sejauh 3 meter dari Kota Pelajar/Mahasiswa (KOPELMA). Daging segar bergantung, berderet-deret, dan hanya dipisahkan oleh meja beratap kayu masing-masing pemilik lapak. Hanya dua hingga tiga orang mahasiswa tampak bergabung dengan kerumunan masyarakat yang tengah membeli daging.
“Semiskin apapun orang Aceh, untuk daging meugang pasti diusahakan. Terlebih lagi masyarakat Aceh besar,” ujar salah satu penjual daging di Kopelma sembari memotong dadu daging dihadapanya.
Dia Rahmat, warga desa Cot Keueng, Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar. Ia telah menjadi penjual daging lembu Aceh yang diternak oleh masyarakat lokal selama 8 tahun. Selain rasa dagingnya yang manis, daging yang ia jual juga dapat dipastikan kualitasnya.
Rahmat sendiri menyadari, bahwasanya tempat ia berjualan merupakan kawasan mahasiswa yang merantau dari kampung halaman untuk menuntut ilmu.
“Mahasiswa juga banyak yang beli. Meskipun mereka belinya seperempat atau setengah kilo, pasti kita layani. Karena kita tau ekonomi perantau. Malah kadang kami lebihkan,” tambahnya.
Hingga hari meugang kedua, Rahmat mengatakan telah menjual dua ekor lembu. Ada hal yang berbeda pada tahun ini, ada peningkatan harga daging.
“Tahun lalu harga daging mulai Rp150.000 sampai Rp160.000 tetapi tahun ini berkisar Rp160.000 hingga Rp170.000,” ungkapnya.

Potret anggota Sumberpost saat liputan kegiatan Meugang
Di sisi lain, pada bagian daerah yang dijuluki ‘Bumi Muda Sedia’ alias Aceh Tamiang, seorang Ibu mengirimkan pesan whatsaapp untuk putrinya sejak hari meugang pertama. Isinya menyuruh agar putrinya memakan masakan daging di perantauan sana, meskipun tak ada ibu disisinya.
Esoknya, tepat di hari meugang ke dua, Mur, sang Ibu dari Aceh Tamiang kembali menyambungkan jaringan untuk menghubungi putrinya di Banda Aceh. Ia kembali bertanya.
“Nak, makan apa hari ini,” katanya dari seberang sana.
Layar ponsel putrinya diarahkan pada kuali rendang di sebelahnya. Mur tertawa. Setelah itu, putrinya dihujami pertanyaan dari Mur, ia turut penasaran dari manakah daging meugang yang sedang putrinya masak. Pertanyaan-pertanyaan itu pun merembes ke teman-teman yang membersamai putrinya di hari meugang itu.
Sekelompok mahasiswa duduk melingkar di sekitar kompor. Kepulan asap dari wajan menyatu dengan udara. Suara spatula yang menggesek ujung wajan terus berbunyi. Rendang akan masak tak lama lagi. Airnya mulai menyusut, memperlihatkan bentuk potongan daging berwarna coklat.
Di dalam sebuah tempat di Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM), tepatnya dilantai 2, sekelompok anggota Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM) sumberpost memilih untuk menunaikan tradisi meugang bersama. Dengan daging seadanya, disulap menjadi dua menu. Rendang dan mie daging.
Rauzatul, pimpinan umum UKPM sumberpost mengatakan meugang di sekret merupakan inisiatifnya bersama teman-teman untuk meleburkan rindu kepada Ibu dan masakannya di kampung halaman.
“Meugang itu sebenarnya bentuk rasa syukur yang diadakan menjelang hari besar Islam. Biasanya, kita orang Aceh makan masakan daging. Di dalam tradisi meugang terselip filosofi kebersamaan, kehangatan dan dimeriahkan dengan canda tawa kerabat, terlebih lagi menyambut sesuatu yang baik,” paparnya.
Melihat teman-temanya tidak pulang kampung, Rauzatul ingin suasana kebersamaan tercipta diantara dari para anggota meskipun tak sedang berada dikampung halaman masing-masing.
Terlebih lagi, yang namanya orang Aceh, dimanapun berada pasti merindukan suasana hari ini. Orangtua yang jauh dari anaknya saat meugang mungkin merasa khawatir akan kondisi anaknya di hari itu. Beberapa dari mereka juga menganjurkan setidaknya anaknya membeli masakan daging untuk dimakan pada hari itu.
“Tapi bagi mahasiswa, pasti juga kangen dengan suasana dirumah bersama orangtua. Dengan meugang bersama di sekret yang kecil ini setidaknya bisa menciptakan kekompakan bagi kita, sekaligus memberi kabar kepada orangtua dikampung agar tidak khawatir dengan anaknya di hari meugang,” pungkasnya. []
Reporter : Laila Luthfiah
Editor : Alya Ulfa