PON XXI Aceh-Sumut Usai, Spirit Keumalahayati Membumi Selamanya

Derap langkah seorang wanita menggema dilangit-langit stadion. Suasana malam itu tiba-tiba berubah menjadi sunyi. Langkah demi langkah bergerak pasti. Bergegas meninggalkan panggung utama menuju kursi VIP. Satu persatu tangga disana dijajaki tanpa henti. Berupaya meraih Rencong yang masih dalam genggaman Presiden Republik Indonesia, Jokowi Dodo.

Bola matanya menyorot satu benda pusaka itu. Benda sakral, saksi keteguhan Aceh mengusir kaphee dari bumi serambi mekah. Pandanganya lurus tak berpaling sedikitpun. Padahal, warna-warni lampu disertai gemuruh suara penonton mulai menggema seisi stadion. Sesampainya diatas, dengan hati-hati, jemarinya meraih senjata berwarna emas itu dari tangan Sang Presiden.

Tak lama dari itu, ia kembali berbalik dan menuruni satu persatu anak tangga. Kali ini ditemani sebilah rencong yang dipegang erat oleh kedua tanganya. Pandanganya masih sama, hanya menyorot kemana langkahnya pergi. Setelah sampai arena dasar, ia berlari kecil menuju panggung utama melewati ratusan penari massal.

Kali ini ditemani dengan atlet lempar lembing senior, Tati Ratnaningsih namanya. Dengan obor PON ditangan kanannya, Tati berlari dibelakang seorang wanita berkerudung merah hati dengan sanggul yang menjulang . Sesampainya di bawah panggung utama, obor itu disambut oleh Nurul Akmal, atlet angkat besi kebanggan Aceh.

Naiklah Nurul beserta obor PON itu, berlari kecil beriringan dengan Lina Martafia, pemeran utama drama kolosal Keumalahayati yang pukau ribuan penonton dimalam pembukaan PON XXI Aceh-Sumut.

“Rasanya begitu menegangkan, untuk bisa memerankan sesosok pahlawan tentu tidak mudah,” ujar Lina usai acara malam itu.

Lina Martafia Namanya, koreografer PON Aceh-Sumut asal ibukota sekaligus pemeran Keumalahayati. Telah lama ia menggarap drama ini, sejak MOU helsinki 2005 silam. Ia juga koreografer tarian kolosal Keumalahayati yang ditampilkan di Ulee Lheue 2006 lalu.

“Sosok Keumalahayati baru dikenal luas oleh masyarakat beberapa tahun yang lalu. Biasanya masyarakat kenalnya Cut Nyak Dhien. Di jakarta orang berlomba-lomba menampilkan drama ini, saking kagumnya,” tutur Lina.

Koreografer asal Institut Kesenian Jakarta ini ternyata memiliki darah Aceh. Oleh sebab itu, Lina begitu bangga menampilkan sosok Keumalahayati sekaligus menggarap gerakan Aceh secara moderat dan kontemporer dalam waktu satu bulan persiapan.

Lina mengungkapkan perjuangan Keumalahayati begitu berhubungan dengan perhelatan Nasional ini. Semangat Keumalahayati yang menebar pesan mendalam tentang keberanian dah gagah perkasa pada atlet.

“Keumalahayati berjuang di laut, itu suatu yang luar biasa. Seharusnya sebagai orang Aceh bangga ya mempunyai pahlawan wanita yang gagah perkasa seperti itu,” ujarnya.

Kata Lina, dalam hidup pasti siapapun diterpa masalah. Mengingat perjuangan Keumalahayati bagai memberikan semangat untuk menghadapi hidup.

“Intinya dalam kehidupan harus mengambil semangat pejuang Aceh. Perempuan tidak boleh lemah. Apapun yang terjadi, kita bisa berdiri sendiri tanpa orang lain. Seperti Laksamana Keumalahayati,” ujarnya bangga malam itu.[]

Reporter : Rauzatul Jannah

Fotografer : Aris Muda

Editor : Alya Ulfa