BPS Sebut Aceh Daerah Termiskin, Apa Alasannya?

Sumberpost.com | Banda Aceh – Berdasarkan data yang dirilis pada 15 Januari 2025 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Aceh tercatat sebagai provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi di Pulau Sumatra. Pada tahun 2024, angka kemiskinan di Aceh masih berada pada angka 14,23%, meskipun telah mengalami penurunan signifikan pada September 2024, yaitu menjadi 12,64%. Penurunan ini, meskipun menggembirakan, masih menunjukkan bahwa Aceh memiliki tantangan besar dalam mengurangi ketimpangan ekonomi di wilayah perdesaan dan perkotaan.

Bagaimana BPS Menentukan Kemiskinan?

BPS mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang atau rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan dasar, baik makanan maupun non-makanan. Untuk mengukurnya, BPS menggunakan pendekatan “basic needs approach” (pendekatan kebutuhan dasar) yang mencakup:

1. Garis Kemiskinan Makanan, yang dihitung dari konsumsi 2.100 kilokalori per kapita per hari.

2. Garis Kemiskinan Non-Makanan, meliputi kebutuhan akan perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

Data dikumpulkan melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dengan metode sampling representatif secara nasional, yang mencakup data pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan pokok. Hasil survei kemudian dibandingkan dengan garis kemiskinan untuk menentukan jumlah penduduk miskin.

Data Terbaru, Penurunan yang Signifikan

BPS Provinsi Aceh mencatat penurunan angka kemiskinan dari 14,23% pada Maret 2024 menjadi 12,64% pada September 2024. Ini berarti sekitar 1,59 persen poin penduduk berhasil keluar dari status kemiskinan.

1. Jumlah penduduk miskin September 2024: Sekitar 12,64% dari total penduduk.

2. Penurunan lebih besar di perdesaan (1,76 poin) dibandingkan perkotaan (1,23 poin).

3. Tingkat kemiskinan perdesaan: 14,99% | Perkotaan: 8,37%

Menurut Kepala BPS Aceh, Ahmadriswan Nasution, ini merupakan penurunan terbesar dalam beberapa tahun terakhir, mencerminkan efektivitas program pengentasan kemiskinan yang lebih terfokus.

Ukuran Tambahan: Indeks Kedalaman dan Keparahan KemiskinanBPS juga mengukur dua indikator penting:

1. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1): Menurun dari 2,260 (Maret 2024) menjadi 1,953 (September 2024). Ini berarti pendapatan penduduk miskin semakin mendekati garis kemiskinan.

2. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2): Turun dari 0,712 menjadi 0,470. Artinya, distribusi pendapatan di antara masyarakat miskin membaik.

Gini Ratio: Ketimpangan PendapatanGini Ratio Aceh pada September 2024 tercatat stabil di angka 0,294. Namun, dinamika wilayah menunjukkan:

1. Perdesaan turun dari 0,258 menjadi 0,252 (peningkatan pemerataan).

2. Perkotaan naik dari 0,325 menjadi 0,332 (ketimpangan meningkat).

Stabilnya Gini Ratio total menandakan bahwa peningkatan pemerataan di desa menyeimbangkan ketimpangan yang tumbuh di kota. Namun, tren ini tetap perlu diawasi agar tidak melebar di kemudian hari.

Aceh Masih Termiskin di Sumatra

Meski mencatat penurunan, Aceh tetap menjadi provinsi termiskin di Sumatra. Menurut data BPS pada Maret 2024:

1. Tingkat kemiskinan Aceh: 14,23% (Maret 2024), tertinggi di Sumatra.

2. Jumlah penduduk miskin: 810,82 ribu jiwa.

Ini menempatkan Aceh dalam posisi yang kontras dibanding provinsi lain di Sumatra, baik dari sisi kemiskinan absolut maupun indikator lain seperti indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan.

Perbandingan dengan Provinsi Terkaya di Sumatra

Sementara itu, di sisi lain Pulau Sumatra, Provinsi Riau tercatat sebagai provinsi dengan angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita tertinggi pada tahun 2024. PDRB per kapita di Riau mencapai Rp165.350 ribu, menjadikannya provinsi terkaya di Sumatra. Dominasi sektor minyak dan gas bumi, kelapa sawit, serta industri pengolahan menjadi faktor utama yang mendorong tingginya angka PDRB per kapita di provinsi ini.

Peringkat Provinsi Terkaya di Sumatra (PDRB per Kapita 2024)

1. Riau – Rp165.350 ribu

2. Kepulauan Riau (Kepri) – Rp120.220 ribu

3. Sumatra Selatan – Rp61.330 ribu

4. Sumatra Utara – Rp52.950 ribu

5. Sumatra Barat – Rp50.260 ribu

6. Bengkulu – Rp43.760 ribu

7. Jambi – Rp86.720 ribu

8. Lampung – Rp44.400 ribu

9. Aceh – Rp38.770 ribu

Kondisi Ekonomi di Riau dan Aceh

Riau memiliki perekonomian yang lebih stabil dan lebih maju dibandingkan dengan Aceh. Riau didorong oleh sektor ekstraktif, seperti minyak dan gas bumi, serta industri kelapa sawit yang mendominasi PDRB. Meskipun demikian, ketimpangan ekonomi antara kota dan desa di Riau juga perlu perhatian, mengingat adanya disparitas yang semakin lebar antara sektor-sektor ekonomi di perkotaan dan pedesaan.

Sementara Aceh, meskipun memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, terutama di sektor kelautan dan pertanian, namun tingkat kesejahteraan masyarakat Aceh masih rendah dibandingkan dengan provinsi lainnya di Sumatra. Aceh juga masih menghadapi tantangan besar dalam pemerataan pembangunan ekonomi, terutama dalam mengurangi angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan di daerah perdesaan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Ekonomi di Sumatra

Faktor-faktor yang memengaruhi perbedaan kesejahteraan ekonomi antar provinsi ini sangat beragam. Di antaranya adalah:

1. Sumber Daya Alam (SDA): Provinsi seperti Riau, yang kaya akan minyak dan gas bumi serta perkebunan kelapa sawit, memiliki PDRB yang lebih tinggi dibandingkan Aceh yang lebih mengandalkan sektor pertanian dan kelautan.

2. Pembangunan Infrastruktur: Riau lebih maju dalam hal infrastruktur yang mendukung sektor-sektor industri besar, sedangkan Aceh, meskipun ada peningkatan, masih tertinggal dalam beberapa aspek pembangunan fisik dan sosial

.3. Kebijakan Pemerintah: Program-program yang fokus pada pengentasan kemiskinan di Aceh, seperti subsidi dan bantuan sosial, mulai menunjukkan hasil. Namun, masih diperlukan evaluasi dan sinergi lebih lanjut antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta.

Berdasarkan data yang ada, meskipun Aceh berhasil menurunkan angka kemiskinan pada tahun 2024, provinsi ini masih tertinggal dalam hal kesejahteraan dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Sumatra, seperti Riau. Program-program yang ada perlu terus diperkuat dan diperluas agar lebih efektif dalam mengurangi kesenjangan ekonomi antara kota dan desa. Di sisi lain, Riau dengan angka PDRB yang tinggi perlu menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi, terutama dengan mengurangi ketimpangan yang ada di tingkat wilayah.

Pemerintah Aceh didorong untuk terus memperbaiki kebijakan yang telah ada, sementara provinsi-provinsi lain di Sumatra, khususnya yang berada di urutan atas dalam hal PDRB, perlu fokus pada pengurangan ketimpangan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat di tingkat daerah.[]

Reporter : Riska Amelia

Editor : Aininadhirah