LSM Kembali Bahas Penggiringan Opini Negatif Pengungsi Rohingya, Anak Muda Diminta Bertindak

Sumberpost.com | Banda Aceh – Lembaga Swedia Masyarakat (LSM) kembali membahas maraknya opini negatif publik terhadap pengungsi rohingnya khususnya di Aceh yang telah berlangsung selama beberapa tahun ke belakang, diskusi ini juga menyeret peran kelompok muda di dalamnya, Rabu (02/06/2025).

Geubrina Rizky, Kepala sekolah HAM perempuan Flower Aceh mengatakan opini negatif yang beredar di media sosial sangat mempengaruhi masyarakat dalam mengerahkan usaha-usaha penolakan terhadap pengungsi rohingnya.

Contohnya, seperti sebuah video yang beredar di sosial media tentang pengungsi rohingnya yang tidak cukup dengan porsi makanan yang diberikan. Setelah video itu beredar, lalu muncul berbagai video serupa di media lain dengan caption beragam.

Kata Geby, dengan sebuah video itu, bisa membuat orang yang bahkan tidak punya sosial media untuk melakukan penolakan terhadap pengungsi rohingya.

“Bisa kita lihat, kasus di Sabang. Ketika masyarakat Sabang menolak kembali kapal pengungsi yang hendak mendarat disana. Tidak semua masyarakat di sana memiliki sosial media. Tetapi karena narasi negatif yang beredar tersebut, mereka ikut terpengaruh,” ujarnya.

Media sosial membuat penggunanya sangat sulit untuk memfilter informasi jika kita tidak mencari tau lebih detail. Sering pula terjadi kesalah pahaman ketika membaca hanya sekedar judul besar saja.

“Sebenarnya jika kita lihat dari segi pembiayaan untuk pengungsi, tidak menggunakan dana desa apalagi daerah. Mereka di biayai oleh organisasi luar negeri yang memiliki konsen di bidangnya,” ujarnya.

Ia juga menyebutkan, peran kelompok muda dalam memahami bagaimana narasi bijak untuk menanggapi isu ini sangat penting. Hal ini juga didukung dari pemahaman sekaligus akses mencari informasi yang benar oleh anak muda.

“Kelompok muda lebih mudah untuk menggali informasi yang benar terkait sebuah isu,” ujarnya.

Menurutnya, kelompok muda juga harus membangun rasa empati lewat narasi yang dibagiakan di media sosial. Terlebih lagi, Aceh sendiri pernah mengalami hal serupa ketika masa konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dimana banyak masyarakat yang mengungsi akibat konflik. Namun, narasi ini jarang sekali beredar di sosial media.

“Salah satu strategi membangun opini positif yaitu mengubah angka menjadi cerita. Sering kita lihat berita sejumlah pengungsi kembali sampai di Aceh. Namun, kurang sekali infromasi bahwasanya diantara mereka ada anak, perempuan hamil, ibu menyusui,” tutupnya.

Sebagai informasi, diskusi ini berlangsung di Hotel Ayani dan diikuti oleh sejumlah lembaga swedia masyarakat (LSM). Diantaranya, Flower Aceh, JRS Indonesia, Yayasan Keadilan dan Perdamaian Indonesia (YKPI), KontraS Aceh, Humanitarian Pena Bulu, Yayasan Getanyoe Aceh.[]

Reporter: Rauzatul Jannah

Editor : Aininadhirah