Menghidupkan Ramadan, Meramadankan Hidup
(Bagian 2 dari 2 Tulisan)
Pertahankan Aktivitas Positif
Memasuki akhir Ramadan, ada hal yang tak boleh luput dari perenungan kita. Segala aktivitas kebaikan tersebut di atas hendaknya terjalani tidak hanya di dalam bulan Ramadan saja. Dengan bilangan hari yang tak lebih dari sebulan, Ramadan bukanlah satu-satunya momen untuk kita merasa lebih dekat dan lebih taat kepada sang Khalik.
Lebih tepatnya Ramadan bulan pelatihan bagi diri untuk bisa membentuk suatu tata hidup yang ideal sebagaimana yang dituntut dari seorang muslim. Selanjutnya bagaimana kebiasaan tersebut kita bawa dalam kehidupan kita sebelas bulan kedepan.
Limpahan keutamaan yang ada di bulan Ramadan mungkin memang akan berlalu seiring berakhirnya bulan tersebut. Namun hasil dari ibadah yang dimaksimalkan di dalamnya harus membekas di dalam jiwa.
Tarbiyah (pendidikan) yang kita dapati dari bulan ini harus dapat diterapkan kembali di luarnya. Untuk itu, kita perlu menjaga ritme amalan kita. Jangan sampai semangat yang sudah menggelora sebelumnya harus melemah atau bahkan hilang dari keseharian kaum muslimin. Masih ada hal-hal yang mungkin untuk dibiasakan agar terciptanya kondisi keimanan yang prima sebagaimana di dalam Ramadan.
Mempertahankan kebiasaan baik yang dilakukan selama bulan Ramadan bisa dilakukan dengan beberapa amalan seperti memperbanyak puasa sunnah, terutama dimulai dari puasa enam hari di bulan syawal.
Bahkan di setiap bulan yang lain pun masih begitu banyak hari untuk berpuasa sunnah, seperti puasa Senin-Kamis, puasa pertengahan bulan, dan lain sebagainya.
Adapun menyangkut shalat, untuk mengganti rutinitas shalat Tarawih kita bisa membiasakan salat malam dan witir.
Baca juga: Menghidupkan Ramadan, Meramadankan Hidup (Bagian 1)
Selanjutnya adalah interaksi kita dengan alquran. Bila di bulan suci Ramadan kita dengan semangat tinggi membiasakan tilawah ayat-ayat suci alquran, kini apa yang terjadi setelah Ramadan berlalu?
Bila di bulan Ramadan dengan semangat menggebu kita bisa mengkhatamkan alquran, bahkan mungkin lebih dari sekali, lantas kenapa kita sering berat hanya untuk sekadar membaca satu atau dua halaman alquran setelah kita menyelesaikan shalat?
Ketangguhan seorang pejuang dijalan Allah tidak pernah lepas dari alquran, maka sebagai ummat Islam sudah sepantasnya kita hidupkan alquran dalam ruh kita, dalam keseharian kita.
Adapun ibadah lain yang juga sangat baik untuk tetap dijaga adalah bersedekah dan menjaga silaturrahim. Bulan Ramadhan biasanya dijadikan juga sebagai momen untuk banyak bersedekah, baik melalui infak ataupun zakat (fitrah dan mal).
Sesungguhnya kebiasaan ini harus terus dijaga karena orang membutuhkan uluran tangan tidak hanya pada bulan Ramadhan. Kaum Miskin membutuhkan makanan, pakaian dan kebutuhan lain setiap hari selama dua belas bulan.
Mengenai hubungan kita dengan sesama, Ramadan adalah madrasah ukhuwah yang paling ideal. Pendidikan menjaga diri dari ghibah, buruk sangka, menahan amarah, iri, dan segala sikap menyangkut interaksi kita dengan saudara kita diajarkan selama berpuasa.
Selayaknya jika kita bisa meneruskan sikap menjaga diri ini sampai setelah Ramadhan maka kita telah membangun satu pondasi ukhuwah yang begitu baik. Rasulullah sebagai qudwah kita adalah seorang yang sangat pemurah terhadap sesama dan lebih sangat pemurah disaat-saat Ramadan.
Terakhir, mari kita memperbanyak berdoa kepada Allah. Hati kita seringkali mengalami fluktuasi keimanan. Sebagai orang yang beriman, hendaknya kita selalu meminta pertolongan kepada Allah untuk menantiasa menjaga hati kita, menjaga semangat ibadah kita, dan agar kesibukan dunia tidak memalingkan kita dari mengingat Allah.
Semoga semangat Ramadan senantiasa hidup dalam hati kita, dan menemani kita dalam melalui hari di sisa bulan berikutnya, dan semoga semangat ini tetap menyala hingga Ramadhan berikutnya. Dan semoga kita dipertemukan kembali dengan Ramadan tahun depan. Insyaa Allah, Aamiin.
Ditulis oleh Azmul Fauzi, Rezal Fajmi, Sabarul Hikmah. Ketiganya mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab UIN Ar-Raniry.
Foto: Abd Hadi F