Menghidupkan Ramadan, Meramadankan Hidup

(Bagian 1 dari 2 Tulisan)

Alhamdulillah, tahun ini kita masih diberi kesempatan berjumpa dengan tamu agung tahunan yang dinanti-nanti selama berbulan-bulan oleh seluruh umat muslim di dunia. Ya, itulah bulan Ramadhan yang penuh berkah yang di dalamnya terdapat malam penganugerahan seribu bulan.

Tak dapat dipungkiri sudah begitu banyak Ramadan sudah kita lalui. Tentu hal itu bergantung pada bilangan umur yang telah kita jalani. Dengan segala kelebihannya, wajar jika banyak orang selalu merindu dan mendambakan kehadiran bulan ini setiap kali berpisah dengannya.

Tanpa harus bersusah payah mencari referensi lagi, keutamaan-keutamaan yang dimiliki Ramadan sudah sangat dikenal oleh masyarakat kita. Mulai dari disyariatkannya berpuasa, bulan momentum diturunkannya alquran, pelipatgandaan pahala ibadah, hingga istimewanya malam Lailatul Qadar yang nilainya sama dengan kita beribadah selama lebih dari seribu bulan.

Yang menjadi pertanyaannya, apakah setiap kita mampu merealisasikan segenap ibadah yang begitu utama tersebut di bulan mulia ini? Semua bergantung pada sejauh mana kita mempersiapkan diri sebelum Ramadan menjelang.

Berbicara persiapan menyongsong Ramadan, setidaknya terdapat dua sikap masyarakat dalam menyambut bulan penuh keberkahan ini. Pertama, orang yang bergembira dan penuh antusias dalam menyambut bulan Ramadhan. Karena baginya, bulan ini adalah kesempatan yang Allah anugerahkan kepada siapa yang dikehendaki untuk menambah bekal spiritual dan bertaubat dari semua dosa dan kesalahan.

Ramadan baginya adalah bulan bonus dimana Allah melipatgandakan pahala amal kebaikan. Maka segala sesuatunya dipersiapkan untuk menyambut dan mengisinya, mulai dari mental, ilmu, fisik, dan spiritual.

Sedangkan sikap yang kedua adalah menyambutnya dengan sikap yang dingin. Tidak ada suka-cita dan bahagia. Baginya, Ramadan tidak ada ubahnya dengan bulan-bulan lain. Orang seperti ini tidak bisa memanfaatkan Ramadhan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah.

Dosa dan kesalahan tidak membuatnya risau dan gelisah hingga tak ada upaya maksimal untuk menghapusnya dan menjadikan Ramadan sebagai momen untuk kembali kepada Allah. Bahkan, ia menyambutnya dengan kebencian karena pada bulan ini aktivitasnya terbatas tidak seperti bulan lain.

Baca juga: Menghidupkan Ramadan, Meramadankan Hidup (Bagian 2)

Dari dua gambaran manusia di atas kita dapat melihat pentingnya ada persiapan prima sebelum Ramadan datang. Yang paling utama adalah persiapan niat dan ilmu. Karena dua hal inilah yang akan menentukan lemah atau kuatnya semangat kita mengisi Ramadhan dengan berbagai amalan.

Niat akan memberikan arah dan target yang jelas bagi kita menjalani ibadah selama Ramadan. Adapun ilmu akan memberikan motivasi dan rasa nyaman beribadah. Terutama ilmu tentang fadhilah bulan mulia ini dan ilmu fiqih sebagai penuntun ibadah.

Mari sedikit melihat bagaimana Rasulullah SAW dan para shalafus shalih mempersiapkan diri menyambut Syahrus Shiyam ini. Diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa para sahabat Nabi SAW jika melihat bulan sabit Syakban mereka serta merta meraih mushaf mereka dan membacanya. Kaum Muslimin mengeluarkan zakat harta mereka agar yang lemah menjadi kuat dan orang miskin mampu berpuasa di bulan Ramadan. Para gubernur memanggil tawanan, barangsiapa yang meski dihukum segera mereka dihukum atau dibebaskan. Para pedagang pun bergerak untuk melunasi apa yang menjadi tanggungannya dan meminta apa yang menjadi hak mereka. Sampai ketika mereka melihat bulan sabit Ramadan segera mereka mandi dan iktikaf.

Ternyata begitu perlunya kesiapan fisik dan mental yang harus dibangun jauh hari sebelum Ramadan. Teladan dari orang-orang mulia seperti para sahabat sudah sangat memberikan buktinya.

Dari sisi keruhanian seperti membaca alquran mereka sudah mulai memperbanyak membacanya sebagai latihan yang dimulai dari Syakban. Bahkan hal remeh-temeh yang menyangkut urusan dengan sesama manusia sudah diselesaikan lebih dahulu agar mampu memasuki Ramadhan dengan waktu dan konsentrasi penuh tanpa menemui banyak penghalang lainnya.

Ibadah Utama

Setelah masalah tarhib (penyambutan) sudah beres, maka hal selanjutnya yang juga sangat penting untuk diperhatikan adalah amalan-amalan apa saja yang senantiasa akan dilakukan selama menjalani Ramadan.

Dikarenakan nilai pahala di bulan ini berbeda dengan bulan lain, maka seyogyanya kita bisa memilih dan memprioritaskan mana saja amalan yang harus didahulukan. Mengingat momen akbar ini hanya berlangsung selama tiga puluh hari dalam setahun, jangan sampai kita melewatkannya dengan begitu saja karena salah dalam membuat ‘list kerja’ kita.

Setidaknya ada enam ibadah utama yang harus menjadi target utama kita di dalamnya selain berpuasa. Dimulai dari yang pertama yakni membaca alquran. Rasulullah Muhammad SAW bersabda, sebagaimana hadis dengan kualitas `hadis hasan dan sahih’ yang diriwayatkan Ibnu Masud: Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan Alif lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf. (HR At-Tirmizi).

Alquran diturunkan pada Ramadan. Maka tak heran jika Rasulullah lebih sering dan lebih banyak membaca alquran pada Ramadan dibanding bulan lain.

Selanjutnya adalah memperbanyak sedekah. Islam adalah agama yang mengajak dan menganjurkan orang untuk suka memberi, berbuat kebaikan, dan mengamalkan kebajikan. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Rasullulah SAW adalah orang yang paling dermawan (pemurah) dan kedermawanannya itu sangat menonjol pada bulan Ramadan. Ketika malaikat Jibril menerima-Nya di setiap malam selama Ramadhan, maka ia mengajaknya untuk men-tadabburi alquran. Sungguh Rasulullah ketika ditemui malaikat Jibril lebih dermawan daripada angin yang berembus. (HR Bukhari dan Muslim).”

Amalan utama ketiga adalah memberi buka kepada orang yang berpuasa. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang memberi makan untuk berbuka puasa kepada orang yang berpuasa, maka ia akan mendapatkan pahala orang yang berpuasa, sebagaimana orang yang berpuasa tanpa mengurangi sedikit pun pahala dari orang yang berpuasa. (HR Ahmad dan An-Nasa’i).”

Keempat adalah melaksanakan qiyamul lail. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang menjalankan qiyamu Ramadan karena beriman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka dosa-dosanya (yang kecil) yang telah lalu akan diampuni.” (HR Bukhari).

Amalan utama kelima adalah melaksanakan ibadah umrah. Rasulullah SAW bersabda, “Umrah pada Ramadan sama dengan haji. Atau dikatakan, `Haji bersamaku’.” (HR Bukhari-Muslim). Namun ibadah yang ini menjadi catatan bagi mereka yang sudah memiliki kemampuan lebih saja sebagaiaman Haji.

Dan yang terakhir yaitu mencari Lalaitul Qadr. Malam Lailatul Qadr adalah malam ganjil pada sepuluh malam terakhir Ramadan. Bilangan malam tersebut adalah saat-saat dimana kita menunggu kedatangan Laitul Qadr.

Maka gapailah salah satu malam di Ramadan yang lebih baik dari malam seribu bulan. Amalan yang bisa saja ditempuh di sepuluh hari terakhir berupa i’tikaf di masjid- masjid. Sebagaimana ini juga sunnah yang selalu dilaksanakan Nabi SAW ketika Ramadan menuju penghabisannya.

Ditulis oleh Azmul Fauzi, Rezal Fajmi, Sabarul Hikmah. Ketiganya mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab UIN Ar-Raniry.

Foto: Abd Hadi F