Cerpen Adhy “ Aku Ingin Seperti Ayah”
Malam ini tak ada dogeng dikuta raja,tapi hanya kesunyian dibawah rembulan, kulihat waktu kian berlalu tampa mengetuk pintu…! sunguh malam ini aku tak bisa terlelap karna disaat semua berbica ricuh, tentang cerita manusia yang bersifat rapuh, dan terbawa arus yang jauh.
Ah terlalu sulit untuk menapakan kaki kedaratan. kini langkah ku terdiam diujung jalan , Padahal bumi kian merenggang, Jurang mengarahkan Tampa ada alasan pasti.
Tuhan….kumohon esok..!! Matahari masih menyinari alam pikiran ku, ketika malamnya ku berharap sang rembulan masih memberi mimpi dan angin menyikapi keluh-kesah setiap langkah dikamps biru ini..
Tidak terasa hampir 10 semester aku berada di kampus biru ini , Aku masih belum bisa sadar, sekarang aku memasuki tingkat akhir, rasanya baru kemaren sore aku datang ke Banda Aceh untuk daftar ulang dan menyelesaikan segala macam persyaratan untuk masuk ke kampus.
Ah Semester 10 seperti hantu dalam benak ku?? Seharusnya aku saat ini sudah menyelesaikan kuliah ku. Tapi seperti AUTIS PIKIRAN, itulah mungkin kata-kata yang cocok buat ku. Saat ini mungkin skripsi dan seminar berasa tabu di telinga ku.
Semeter 10 itu benar satu titik munculnya Rasa takut, dan bersalah terhadap orang tua. Walaupun aku kadang-kadang udah menyiapkah 1001 alasan yang bisa menolong aku dari pertanyaan kapan skrpsi? Udah BAB berapa?. tapi dosen, teman sekelas, bahkan adik kelas, tentunya punya 10000001 pertanyaan yang secara tidak lansung menvonis aku.sebagai orang malas dan bodoh..
Asal kalian tau kawan…!
Aku ini hanyalah mahasiswa biasa, yang berjuang dengan jiwa
Aku juga mahasiswa yang terbatas atas jangkauan akal pikiran kalian
Aku hidup dalam kreativitas pribadi untuk jalanku
bagi diriku semua pola yang ku lakukan saat ini adalah warna yang berbeda dari yang lain.
Aku hanyalah mahasiswa yang lama bertahan dalam liar hidup ini, berjuang dan menangis dalam rintihan yang tak kau mengerti.
Hidupku bukan tidak ada cita-cita seperti kalian, hanya saja, arah kita berbeda.
Aku juga punya nasehat seperti kaliaan dari yang menyangi ku, Cuma terkadang aku mekulakukan dan berjalan dengan ke mau sendiri.
Mungkin kalian mengangapku sebagai mahasiswa yang brutal dalam ego dan hayal, serta imajinasi ku.
tapi aku punya tujuan walau hanya tujuan imajinasi bodoh bagi yang lain.
namun itu pendapat mereka, itulah batas pikiran mereka terhadap ku.
Tapi disini aku hanyalah seorang yang nakal dalam imajinasiku dan pikiran ku.
Bagi ku, jalan yang ku lalui ini sebagai pilihan, asal tuhan tak mecaci diriku maka aku adalah mahasiswa apa adanya, hanya saja ego ku masih tinggi dalam ikrar ku.
Mungkin ego ku telah menyakiti dua manusia paling ku sayang, Namun itulah pinta maaf kepada yang mengasihi ku.
Percayalah…! Dalam hati ku masih tertanam sebuah janji untuk kasih yang diberikan…!Aku berjanji akan tuntaskan semua, doakan aku .semoga kerigatku tak sia-sia.
Dengan kesia-sian yang mengangap ku telah bertingkah bodoh, percayalah kepada ku in sema karna aku ingin seperti ayah ku, dalam menyikapi hidup.
Ayahku hanyalah seorang petani kawan, Setiap pagi sebelum ayam berkokok dan orang-orang masih terlelap dalam mimpi-mimpi indah, ayah sudah harus bangun mempersiapkan barang-barang yang hendak dibawa ke kebun. Kemudian setelah adzan subuh berkumandang pergi bersama emak ke kebun.
Aku terlalu kagum pada ayah ku, dalam menjalani hidup ini. Beberapa puluh tahun yang lalu ayahku adalah seorang pemuda berjalan dalam petualangan yang rela meninggalkan kampung halamannya dan merantau ke sebuah desa kecil dimana desa tempat aku menetap bersama keluarga ku saat ini.
Terlalu indah cerita ayah ku, Ayah yang dulu tinggal di sebuah rumah sambil bekerja kemudian jatuh hati pada anak gadis yang ketika itu masih belasan tahun. Ia pun langsung melamar dan mereka pun menikah dan wanita itu adalah emak ku.
Aku yakin waktu itu ayah adalah pemuda yang baik sehingga nenek mau menikahkan ayah dengan anak gadisnya yang sekarang telah menjadi emakku.
Aku terlalu kagum pada ayah, karena selama menikah kata nenek sampai sekarang ayah tidak pernah menyakiti emak. Kata emak pun ketika ayah marah ayah mengambil parang kemudian turun dari rumah gantung di kebun lalu memotong pisang yang ditanam bersama sebagai pelampiasan amarahnya atau pergi menenangkan diri.
Lihatlah emak seorang gadis cantik yang rela tuk dibawa oleh ayahku pergi berkebun. Karna biasanya tradisi dikampung ku kalau berkebun mereka harus tinggal di kebun yang jauh dari kampung. Menjaga tanaman agar tidak diganggu binatang buas. Mereka ke kampung hanya apabila hendak berbelanja seperti gula, garam, teh dan lainnya.
Buah dari pernikahan mereka melahirkan Empat orang anak dan salah satunya aku.. Namun ketiga saudaraku adalah perempuaan semua, akulah anak laki-laki satu-satunya dalam keluarga ku, kakak perempuan ku ketiganya telah terlebih dahulu berkeluarga karena mereka sebagai perempuaan harus cepat menikah, karena takut dikatakan menjadi perawan tua, mungkin itulah tradisi yang belum pernah hilang dalam kondisi masyarakat bahwasanya anak perempuaan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi yang akhirnya jadi ibu buat anak-anaknya dan tidak ada waktu memimpin negeri.
Dahulu ketika aku masih kecil ayah sering berpesan padaku “Jangan Jadi Seperti Ayah”. Ayahku tidak ingin anak-anak laki-laki ayah, seperti dia menjadi petani namun sekolah setinggi-tingginya hingga tergapai mimpiku.
Sekarang aku benar-benar merasa bersalah kepada ayah mungkin telah menyia-nyiakan amanahnya, seharusnya aku sudah menyelesaikan kuliah ku tapi realitanya semakin dewasa aku malah menyakitinya.
Tapi percayalah yah…! Aku selalu ingat pesan mu, mungkin jalan yang kulalui tidak terlalu mulus tapi aku masih mengigat cerita kecil ku bersama mu dulu.
Bukan kah ketika hari sudah sore ayah selalu menyuruhku ke guru ngaji tuk belajar mengaji dan ayah selalu berkata “Jangan Jadi Seperti Ayah”
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Syari’ah Jurusan
Dan biasanya ayah sering mendongeng sebelum kami tidur. Aku masih ingat kisah yang sering diceritakan ayah yaitu kisah-kisah perjuangan dan keluarga agar saling mencintai sesame kakak adik, dan juga cerita belalang , kancil dan perjuangannya. Aku sering meminta ayah menceritakannya berulang-ulang. Dan sekarang setelah aku dewasa aku merasa itu konyol namun aku tetap mengenangnya.
Ayahku adalah sosok tegas dan disiplin. Dan juga keras. Namun ia penyayang.. Dari ayah aku belajar banyak hal. Tentang kejujuran.. Keterbukaan dan jiwa penolong yang tinggi.
Ternyata pesan ayah membuat ia menderita.. Ia harus menahan rindu terhadap semua anak-anaknya seperti aku yang pergi meninggalkannya demi menggapai angan dan cita-cita ku.
Tapi aku telah melengahkan waktu yang lama dalam menyelesikan studiku, kini aku hanya bisa mengukir asa di rantau orang ini. Belum lagi ketiga kakak perempuaan ku yang sudah memulai hidup dengan rumah mereka sendiri, sehingga tinggallah kedua orang tua ku dirumah yang hampir roboh ini, bagi Ayah dan Emak walaupun rumah sudah tua, namun inilah istana bagi mereka dan juga aku.
Rumah yang sudah tua tadinya penuh dengan keceriaan kini berubah menjadi kaku dan sepi. Begitulah hidup.. kita takkan selamanya bersama orang-orang yang kita cintai.Diantara anaknya yang pergi, akulah yang jarang pulang. Kata kakakku ketika menelfon, ayah sering mengatakan rindu.. Dan Sekarang ayah sering sakit-sakitan. Mendengar itu aku hanya bisa menangis dan berdo’a memohon kesembuhan pada ayah karena salah satu keinginanku ketika lulus kuliah nanti ayah masih disamping ku, hingga aku menikah ayah masih ada dan bisa menggendong cucu dariku agar ayah tahu bahwa aku bahagia. Munkin itulah mimpi ku buat ayah.
Ketika lebaran tiba, kakakku yang sempat pulang menelfonku dan ibuku tak mau berbicara denganku karena apabila ia mendengar suaraku ia akan menangis. Karena akulah anaknya yang bungsu dan paling jauh..
“Bu… Sejauh manapun anakmu ini pergi, ibu akan selalu ada di hati. Karena aku tahu “The Great Power Of Mom” Kini aku tengah merajut mimpi di negeri orang.. aku hanya bisa berdo’a agar suatu ketika kita bisa cepat bisa berkumpul kembali dalam naungan kasih dan sayang-Nya.
Untuk ayahku..
“Meski pun pesan ayah jangan jadi seperti Ayah namun aku tetap ingin jadi seperti Ayah. Yang begitu tangguh mencari nafkah tuk keluarga. Yang rela meninggalkan kampung halaman demi sebuah perubahan dan tak lagi mengharap harta warisan orang tua.”
“Pesan ayah akan selalu aku ingat dan akan ku pesankan lagi pada anakku kelak tentang keburukanku yang tak patut ditiru.” (Jangan Jadi Seperti Ayah)
Meskipun ayah sering berangapan bukanlah seorang yang pandai, namun bagi ku ayah adalah orang yang pandai dan cerdas dengan cara ayah mendidik dan membesarkan kami anak-anak mu, seperti apa yang diajarkan oleh islam. Yaitu penuh kasih dan sayang. Dia mengajarkan tuk saling mencintai antara aku dan kakak-kakakku sehingga kita tak saling menyakiti.
Ya Allah, Tuhan yang Maha Penyayang
Untuk kalian yang sama seperti cerita ku dikampus biru ini, mari kita bertekat untuk menuntaskan semua untuk mengapai cita-cita kita. Katakanlah bahwa kalian mencintai mereka sebelum semuanya terlambat. Ciumlah tangan mereka dan lakukanlah yang terbaik sebelum kalian jauh… 🙂
Penulis adalah Musliadi (Adhy Cucoe Raja) mahasiswa Fakultas Syar’ah Jurusan SAS