Pornografi Bisa Diakses Dimana Saja
Awal tahun 2013 M, Aceh memasuki masa-masa yang cukup memprihatinkan. Apalagi dikalangan remaja. Cukup ironis, banyak hal-hal negatif yang menjadi ‘prestasi’ tersendiri di bak tanoh endatu ini. Kita bisa melirik kembali beberapa kisah yang menimpa remaja kita. Kisah di Bireun misalnya, dimana pelaku penculikan dan jual beli anak-anak (human trafficking) dilakoni oleh remaja yang diikuti pembunuhan. Tersangka berusia 16 tahun, sementara korbannya berumur 4,5 tahun (Serambi, 22/2/2012). Ini tentu menimbulkan pertanyaan besar di benak kita, mengapa kasus ini bisa dilakukan oleh anak umur 16 tahun?
Menurut Ekandari Sulistyaningsih, seorang Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, setiap orang dapat menjadi pelaku perkosaan tanpa mengenal usia, status, pangkat, pendidikan, dan jabatan. Selama individu masih mempunyai daya seksual, dari anak-anak hingga kakek-kakek masih sangat mungkin melakukan perkosaan. Demikian pula dengan korban. Setiap perempuan dapat menjadi korban dari kasus perkosaan tanpa mengenal usia, kedudukan, pendidikan, dan status (Buletin Psikologi, 2002).
Dari berbagai kasus perkosaan, salah satu penyebabnya adalah karena pelaku terobsesi oleh konten yang mengandung unsur pornografi yang mereka lihat. Seperti halnya kejadian di Tangerang, Banten, seorang siswi SMP berusia 14 tahun diperkosa oleh enam siswa sebaya dengannya. Menurut penyelidikan polisi, tiga pelaku mengaku nekat melakukan tindakan bejat itu lantaran terobsesi film porno (Tempo.co, 4/2/2012).
Sumber pornografi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pornografi berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu berahi.
Dewasa ini, pornografi bukan barang langka. Dengan uang seribu rupiah saja, gambar porno sudah bisa dilihat di internet. Tinggal ketik kata kunci yang dituju di mesin pencari, dan dalam sekejab maka gambar-gambar yang membelalakkan mata itu pun muncul. Belum lagi sekarang penggunaan ponsel dengan kemampuan internet sudah sangat jamak di kalangan remaja bahkan anak-anak. Mirisnya lagi, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia melansir bahwa Indonesia adalah negara pengakses situs porno terbesar ketiga di dunia setelah China dan Turki (Kominfo.go.id, 17/2/2012).
Barang-barang yang terkesan ‘aman’ pun kini mulai terjangkit konten porno. Di pasaran, banyak beredar majalah, koran, bahkan komik dengan gambar-gambar tak seronok. Khusus untuk komik, ada jenis komik yang memang khusus menawarkan adegan seksual sebagai sajian utama. Saya beberapa kali menjumpai anak-anak umur Sekolah Dasar di sebuah rental komik di Aceh. Biasanya mereka pergi dalam kelompok (3-5 orang). Suatu hari saya melihat mereka berdiri bertumpuk di sudut rental. Membaca sebuah komik dengan cepat. Anehnya, ketika ada orang yang mendekat, mereka buru-buru meletakkan komik itu di rak dan beranjak pergi. Setelah saya lihat, ternyata komik porno.
Serangan konten berbau pornografi tidak berhenti di situ. Tayangan televisi sekarang juga tidak lepas dari umbaran nafsu. Lihatlah beberapa film, talkshow, bahkan acara memasak yang “menjual” dada dan paha. Belum lagi tayangan itu disiarkan pada waktu keluarga yang membuat anak kita dengan mudah menontonnya.
Sepertinya jika membahas tentang sumber pornografi tidak pernah ada habisnya. Banyak sumber-sumber lain yang siap meneror generasi kita.
Solusi
Apapun ceritanya, generasi muda kita harus diselamatkan dari pornografi. Tentunya kita tidak mau masa depan kita dihuni oleh orang-orang berpikiran porno dan mesum. Kita harus menyadari bahwa remaja adalah saat-saat di mana pikiran labil dan rasa ingin tahu memuncak. Semakin dilarang melakukan sesuatu, mereka semakin ingin melakukannya. Oleh karena itu, hal pertama yang harus dilakukan adalah memberikan edukasi mengenai dampak negatif pornografi.
Selain dapat memicu gejolak syahwat, ternyata pornografi juga dapat memicu kerusakan otak. Ahli bedah syaraf dari RS San Antonio, Amerika Serikat, Donald L Hilton Jr, mengatakan pornografi dapat menyebabkan kekacauan kerja neurotransmiter, yakni zat kimia otak yang berfungsi sebagai pengirim pesan. Bahkan, kerusakan otak yang diakibatkan konsumsi pornografi, katanya, lebih parah ketimbang efek kecanduan kokain: otak jadi sulit menyimpan memori dan mengontrol prilaku (Inilah.com, 2009).
Tentunya, persoalan kerusakan otak di atas bisa dikaitkan dengan kesulitan belajar. Bayangkan saja, bagaimana seseorang bisa belajar jika otaknya dipenuhi oleh gambar-gambar vulgar? Belum lagi persoalan pergaulannya di tengah masyarakat. Bersosialisasi akan semakin sulit jika fantasi mengenai hal-hal erotis terus berputar di dalam kepala.
Selain itu, kita bisa memberi tahu mereka mengenai sanksi religius apabila mereka melihat konten-konten porno. Tentunya, dengan penjelasan yang menarik, diharapkan mereka bisa mengerti akan besarnya dosa seseorang yang mengonsumsi “gambar polos” itu.
Setelah mereka paham akan dampak mengerikan pornografi. Kita bisa memberikan bimbingan dan pengawasan lebih lanjut. Sedapatnya kita menjauhkan anak-anak kita dari segala hal yang berbau pornografi. Kita harus memilih tayangan apa yang mereka tonton, majalah apa yang mereka baca, bahkan sekarang sudah tersedia perangkat lunak (software) untuk menyetop akses terhadap situs porno.
Diperlukan kerjasama semua pihak untuk melindungi generasi muda kita dari pornografi. Pemerintah, ulama, orang tua, guru, polisi, penyelenggara media, semuanya memiliki kewajiban. Kita tentu tidak bisa 24 jam mengontrol mereka. Ada saatnya mereka berada di luar rumah, jauh dari pengawasan. Saat itulah iman mereka diuji. Dan semoga mereka dapat mengalahkan setan pornografi!
* Muhammad Haekal, Mahasiswa IAIN Ar-Raniry/Alumnus Muharram Journalism College (MJC) AJI Banda Aceh.