UIN Ar-Raniry, Pembenahan Kampus Jantong Hate
Oleh : Syahril Azmi
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry Banda Aceh akhirnya telah berubah secara resmi statusnya menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, setelah keluar Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 64 Tahun 2013 tanggal 1 Oktober 2013. Perpres yang ditandatangani langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono diterima Rektor Prof. Dr. Farid Wajdi Ibrahim MA, di Kantor Sekretariat Kabinet (Setkab) Jakarta. Isinya mengatur tentang perubahan status IAIN Ar-Raniry menjadi UIN Ar-Raniry yang berkedudukan di Banda Aceh. (hidayatullah.com)
Hal ini menjadi sebuah pencapaian yang sangat besar tentunya ketika UIN Ar-Raniry merupakan Jantong Hate rakyat Aceh kini tampil dengan wajah baru yang semakin mempesona. UIN Ar-Raniry semakin nyata dengan dikukuhkan eksistensinya pada tanggal 21 oktober 2013 lalu di gedung Auditorium Prof Ali Hasjimy.
Dengan beralih status IAIN menjadi UIN tentunya diharapkan mampu memberikan kontribusi yang baru pula. Bukan hanya nama yang mentereng namun juga kontribusi yang semakin nyata. Bila melihat dari sejarahnya, titik perjuangan konversi IAIN Ar-Raniry menjadi UIN pada masa Prof. Safwan Idris berawal dari meletusnya Kerusuhan Mei 1998 di Jakarta. Soeharto mundur dari presiden. Habibie naik. Reformasi bergulir. Tak lama kemudian, pemerintah melemparkan wancana perubahan institut menjadi universitas.
Wacana itu seperti melepas borgol kebebesan ekspresi lembaga pendidikan tinggi. Hampir semua Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) menjelma menjadi universitas. Beberapa Perguruan Tinggi Islam Negeri juga berupaya memperbarui status mulai dari STAIN Malang, IAIN Sultan Syarif Qasim Pekanbaru dan IAIN Ar-Raniry Banda Aceh. Namun petaka datang. Prof. Safwan Idris (Allah yarham) wafat, ditembak orang tak dikenal di rumah dinasnya pada 16 September 2000.
Kemudian tugas berat ini diemban Prof. Rusjdi Ali Muhammad usai ditetapkan sebagai rektor periode 2001-2005. Berbekal ilmu mengelola universitas di Macquarie, ia coba melanjutkan misi. Lebih-lebih ide UIN mulai mengkristal. Hingga pada akhirnya, impian yang telah lama dipendam terwujud ketika Prof. Farid Wajidi Ibrahim menjadi Rektor periode kedua dan Prof.Syahrizal Abbas menjadi ketua panitia alih status saat itu.(makmurdimila.wordpress.com)
Seperti halnya UIN Ar-Raniry saat ini, gelar universitas menjadi sebuah tantangan dalam mengemban amanah mencerdaskan anak bangsa dan menjadi salah satu tiang penyangga sebuah peradaban. Apalagi UIN Ar-Raniry merupakan Universitas Islam Negeri (UIN) pertama di Aceh. Dengan demikian pembenahan demi pembenahan mesti ditingkatkan agar UIN benar-benar Layak disebut Jantong Hatenya Rakyat Aceh.
Dalam pepatah Aceh disebut “Tajak beulaku linggang, tapinggang beulaku ija, tangui beulaku tuboeh tapajoeh beulaku atra.” Yang artinya berjalan sesuai dengan gerakan, bersarung sesuai kain, berpakaian sesuai dengan baju (pakaian) dan makan sesuai dengan apa yang dimiliki. Pepetah ini memiliki makna yang luas yakni setiap kegiatan dan kontribusi yang dilakukan semestinya itu haruslah sesuai dengan kepribadian atau kapasitas yang dimiliki.
Sumber Daya Karyawan
Sudah menjadi rahasia umum di seluruh civitas akademika UIN Ar-Raniy bahwa sebagian besar yang menjadi karyawan administrasi rata-rata dihuni oleh profesi Satpam atau Resimen Mahasiswa (Menwa) yang kemudian dipromosikan menjadi karyawan. Dari sisi akademik tentunya hal ini menjadi bahan evaluasi tersendiri bagi pihak rektorat, apakah “layak” sekaliber universitas bila jenjang profesi karyawannya demikian.?
Tidak jarang bila ada terjadi tumpang tindih dalam melaksanakan tugas. Adanya perbedaan informasi yang disebarkan sehingga berdampak pada proses kegiatan yang ada dikampus. Seperti proses pembagian KHS dan KRS mahasiswa yang sering tidak tepat pada waktunya dan bahkan memakan waktu yang lama. Padahal sebagai salah satu universitas yang terkemuka di Aceh, ini menjadi sebuah persoalan yang seharusnya tidak terjadi.
Proses pembuatan amprahan untuk dana kegiatan mahasiswa juga tidak luput dari masalah. Perbedaan versi informasi dalam sistematika pengamprahan dana juga sangat dikeluhkan oleh aktivis mahasiswa dan civitas akademika lainnya. Bahkan sebagian dari mahasiswa yang melampiaskan kekesalannya dengan sikap emosional.
Penulis tidak bermaksud untuk mendiskriminasi sebagian pihak melainkan juga untuk bahan pertimbangan bagi kita semua. Bahwa dalam meningkatkan mutu kualitas pendidikan di UIN Ar-Raniry tentu membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Dengan adanya karyawan yang bermutu tentunya menghasilkan kinerja yang lebih baik, dan proses pendidikanpun berjalan dengan efektif.
Dosen yang berkualitas
Tidak diragukan lagi bahwa kualitas dosen yang dimiliki oleh UIN Ar-Raniry tidak kalah bagusnya dengan dosen-dosen yang dimiliki oleh perguruan tinggi baik di Aceh maupun tingkat nasional. Banyak karya yang dihasilkan oleh para dosen baik berupa buku artikel ataupun opini yang sering menghiasi media cetak. Namun nilai positif ini tentunya tidak cukup sebatas itu, peningkatan kualitas dosen yang semakin baik sangat penting demi terwujudnya mahasiswa yang berprestasi.
Dosen dituntut untuk lebih giat dan kreatif lagi dalam mengembangkan potensi mahasiswa. Selain itu dosen juga harus mampu membina karakter dan moral anak didik. Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter (belajarpsikologi.com).
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan.
Oleh karen itu, dosen tidak hanya menjadi guru yang memberikan materi semata namun juga diharapkan mampu menjadi panutan bagi mahasiswa. Bila dosen berhasil memberikan teladan yang baik maka bukan tidak mungkin UIN Ar-Raniry juga akan berhasil melahirkan para sarjana-sarjana yang berakhlak yang mulia.
Mahasiswa Agen Of Change
Menurut Knopfemacher (dalam Suwono, 1978) mahasiswa merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi ( yang makin menyatu dengan masyarakat), dididik dan di harapkan menjadi calon-calon intelektual. Sebagai agen perubahan mahasiswa dibina agar bisa menghasilkan karya nyata bagi masyarakat. Besarnya potensi yang dimiliki oleh seorang mahasiswa semestinya dimanfaatkan dengan baik. Mahasiswa menjadi tongkat estafet kemajuan bangsa.
Dalam sepak terjangnya UIN Ar-Raniry memiliki sejarah gemilang dalam melahirkan mahasiswa-mahasiswa atau para sarjana yang berprestasi dan bahkan tercatat dalam bingkai sejarah Aceh khususnya. Sarjana yang dihasilkan oleh UIN Ar-Raniry ikut ambil peran dalam dinamika pengembangan Aceh dan hingga sekarang UIN Ar-Raniry terus berupaya melahirkan mahasiswa yang berkopetensi dibidangnya. Bekal yang diperoleh oleh mahasiswa diharapkan nantinya dapat dipraktekan dimasyarakat, dan menjadi solusi dalam setiap masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Mahasiswa menjadi pemecah masalah bukan sebaliknya.
Harapan dan Impian
Sekali lagi penulis mengungkapkan bahwa dengan berubahnya IAIN menjadi UIN Ar-Raniry bukanlah untuk meninggalkan identitas diri sebagai perguruan tinggi islam yang mengajarkan ilmu pengetahuan agama, seperti yang dikhawatirkan oleh sebagian pihak. Dengan ditambahnya materi ilmu pengetahuan umum pastinya akan menghasilkan hubungan yang efektif antara ilmu agama dengan ilmu umum.
Sehingga dengan demikian mahasiswa lulusan UIN Ar Raniry memiliki keseimbangan ilmu baik agama maupun umum. Dengan keseimbangan tersebut tentu akan memberikan dampak postif bagi dunia pendidikan di Aceh, sarjana yang kompeten dibidangnya ditambah lagi paham akan agama. intelektualnya menjadi penyejuk hati, Moral atau perilakunya menjadi tauladansedangkan pemikirannya menjadi solusi bagi permasalahan umat.
Mahasiswa adalah salah satu mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Gubernur Fakultas Adab & Humaniora UIN Ar-Raniry.