Masyarakat Kurang Paham Tarian Aceh
Sumberpost.com | Banda Aceh – Saat ini, tampilan tarian aceh semakin jauh dari akar tradisi aslinya, terlebih dari segi tata rias dan busana tarian. Hal tersebut diungkapkan Cut Zuriana, ketua Prodi Seni Drama Tari dan Musik (Sendratasik) FKIP Universitas Syiah Kuala pada Seminar Kebudayaan Cagar Tradisi Aceh, pada Rabu (5/2) di Auditorium FKIP Unsyiah.
“Kebanyakan orang tidak bisa lagi membedakan mana tari tradisi dan mana tari kreasi,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Zuriana juga menayangkan sejumlah video tarian yang menurutnya sudah menyimpang dari tradisi. Seperti tayangan tari Ranup Lampuan dalam sebuah seremonial. Disitu terlihat seorang laki-laki menjadi ratu yang menari dikelilingi oleh empat orang perempuan.
“Saudara-saudara bisa lihat sendiri. Ini sangat aneh. Bagaimana mungkin seorang laki-laki yang meliuk seperti perempuan dalam tarian ini,” katanya diselingi tawa hadirin yang menonton tayangan tersebut.
Agus Nur Akmal, pemateri dari Komunitas Tikar Pandan mengatakan, berbagai kesalahan yang terjadi akibat dari minimnya pengetahuan generasi muda terhadap tradisi aceh. Kampung sebagai lokasi yang menjadi akar pelestariannya, kerap diabaikan. Tidak banyak dana pemerintah yang diperuntukkan bagi sanggar maupun komunitas tradisi di perkampungan.
“Perlu dipahami, tradisi aceh memiliki akar pelestariannya di kampung, bukan di kota. Seringkali musik tradisi itu rusak akibat pengaruh masyarakat perkotaan yang mempraktekannya tanpa pernah memahami komposisi yang utuh,” ujarnya prihatin. Karena itu seluruh pemateri sepakat menghimbau kepada masyarakat khususnya generasi muda agar memahami tradisi secara benar. Kodifikasi gerak tari harus dilakukan segera guna menjaga keaslian tarian aceh.
Seminar budaya yang diselenggarakan oleh Komunitas Tikar Pandan ini juga menghadirkan maestro tari Seudati, Syeh lah Geunta serta Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Banda Aceh Sumut Irini Dewi Wanti. [fmardha]