Prahara AGS (Automatic Gate System) UIN Ar-Raniry
Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, muncul berbagai macam alat untuk memudahkan pekerjaan manusia. Salah satu teknologi yang dianggap membuat pekerjaan manusia semakin mudah dan cepat adalah teknologi automatic gate system (AGS) atau teknologi gerbang otomatis.
Teknologi ini memugkinkan pintu gerbang terbuka secara otomatis setelah melalui beberapa mekanisme khusus, salah satunya adalah pengambilan tiket dan perekaman plat kendaraan (fitur beberapa varian AGS).
Belakangan ini, UIN Ar-Raniry sebagai salah satu kampus negeri terbesar di Provinsi Aceh mencoba menerapkan system AGS ini. Tak pelak penerapan sistem ini memunculan polemik sendiri bagi masyarakat kampus Ar-Raniry. Betapa tidak, sistem ini menciptakan barisan kendaraan baik roda dua maupun roda empat di depan pintu gerbang masuk dan keluar.
Masalah lain yang juga bias dari permasalahan macet adalah terlambatnya para mahasiswa, dosen, maupun pegawai dilingkungan UIN Ar-Raniry untuk melaksanakan kewajibannya masing-masing. Sehingga bisa menimbulkan kerugian.
Disamping itu setiap kendaraan yang memasuki lingkungan UIN Ar-Raniry akan di kenakan biaya, yaitu untuk roda doa dibebankan tarif Rp1000 dan kendaraan roda empat Rp2000. Hal ini menambah kerugian bagi para pengguna parkir.
Terutama mahasiswa, jika dalam sehari mahasiswa keluar masuk lingkungan kampus sebanyak dua kali saja maka mereka akan dibebankan tarif Rp2000. Jika dalam sebulan mahasiswa melakukan hal yang sama selama 20 hari, maka jumlah uang yang harus dikeluarkan adalah Rp40 ribu.
Bayangkan jika 40 ribu itu dikalikan seribu mahasiswa saja, maka dalam satu bulan UIN Ar-Raniry akan memperoleh dana sebesar 40 juta rupiah dan dalam setahun senilai 480 juta rupiah, bahkan lebih. Masalah selanjutnya jika dilihat dari sisi perhitungan ini adalah penggunaan dana dan transparansi.
Disisi lain, UIN Ar-Raniry menerapkan system ini (menurut penulis bukan tidak beralasan) karena sejak beberapa tahun terakhir banyak sekali kendaraan roda dua yang menjadi korban pencurian.
Tidak hanya kendaraan saja. tapi perlengkapan berkendara pun tidak terlepas dari buruan pencuri ini. AGS bisa jadi salah satu upaya yang dilakukan pihak universitas untuk mengantisipasi permasalahan tersebut.
Alasan lainnya, perubahan status kampus dari IAIN ke UIN maka melahirkan gengsi baru terhadap perkembangan teknologi. Maka AGS dianggap perlu dan penting sebagai lambang kemajuan, selain dalam ilmu pengetahuan.
Tulisan ini tidaklah bermaksud menghakimi pihak mana yang salah maupun menjustifikasi pihak mana yang benar.
Kendati demikian, seharusnya pihak rektorat selaku pemegang otoritas di UIN Ar-Raniry, harus turun kebawah mengajak representasi mahasiswa (DEMA-SEMA) untuk membicarakan masalah ini dan kemudian menghasilkan solusi yang menguntungkan semua pihak.
Karena jika musyawarah diabaikan, maka dikhawatirkan akan muncul gerakan-gerakan yang pada dasarnya ingin menyapaikan aspirasinya dengan cara masing-masing.
Sebagai kampus yang mengintegrasikan nilai-nilai Islam sebagai fundamental utama dalam pengembangan ilmu pengetahuan, dapat dilakukan kajian apakah sistem ini sudah sesuai dengan Islam atau justru bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Dalam hal ini ada beberapa fakultas yang berkompeten untuk melakukan kajian ini seperti fakultas Syariah dan Hukum, serta Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. Sehingga kebijakan ini nantinya menjadi kebijakan yang sarat dengan pertimbangan akademis berbasis Islam. []
Penulis bernama Teguh Murtazam, saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (DEMA) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry. Bisa di kontak melalui email : tmurtazam16@gmail.com.