Mengenang Semangat Perempuan Heroik
Hari Ibu di Indonesia diperingati setiap 22 Desember. Berbeda dengan kebanyakan negara internasional yang memperingati Hari Ibu (Mother’s Day) pada Minggu pekan kedua tiap Mei. Ada juga negara di Eropa dan Timur Tengah yang memperingati hari perempuan tiap 8 Maret atau dikenal dengan Hari Perempuan Internasional.
Hal itu menunjukkan penghargaan yang diberikan kepada seorang ibu sangat besar. Namun itu tak berlebihan bila melihat jasa-jasa dan kasih ibu yang begitu tinggi. Perayaan Hari Ibu sebagai bentuk pengakuan dan apresiasi kepada seorang Ibu atas jasa-jasanya yang luar biasa, dimulai dari perannya sebagai peurumoh (istri) bagi suaminya, ibu bagi anak-anaknya maupun sebagai pengayom dalam masyarakat.
Tidak jarang juga seorang ibu berkutat dalam urusan nafkah keluarga. Patut diacungi jempol kepada wanita yang demikian karena dibalik segala keterbatasannya ia bak pisau bermata dua, mampu menjadi seorang ibu sekaligus seorang ‘ayah’ dalam keluarganya.
Tetapi yang musti dicatat ialah, seorang ibu harus tetap mampu memelihara harkat dan martabatnya sebagai bagian dari keluarganya. Karena wanita yang baik, ialah yang tidak mengabaikan kewajibannya.
Bahkan jika kita mengenang sejarah panjang Indonesia misalnya, dimulai dari perjuangan heroik melawan penjajah hingga setelah kemerdekaan juga tidak terlepas dari pahlawan wanita, seperti Cut Nyak Dhien, Cut Meutia dan Cut-Cut lainnya.
Mereka merupakan wanita tangguh yang turut berdiplomasi serta mengangkat bedil melawan para penjajah. Pasca kemerdekaan, pahlawan adalah mereka-mereka yang berjasa merawat kemerdekaan dan senantiasa berkontribusi untuk memajukan dan mengharumkan nama tanah air di mata bangsa yang lain.
Khususnya di Indonesia, perayaan Hari Ibu ditujukan untuk mengenang semangat dan perjuangan wanita Indonesia dalam melawan penjajahan kolonialisme. Harapannya, para generasi bangsa berkiblat kepada semangat para pejuang dulu ditengah gusarnya situasi merperjuangkan kemerdekaan Indonesia, tujuannya adalah untuk memelihara kesadaran berbangsa dan bernegara.
Ketika itu Soekarno mengeluarkan dekrit Presiden No. 31 tahun 1953 yang menetapkan 22 Desember sebagai Peringatan Hari Ibu Nasional. Soekarno mengeluarkan dekrit tersebut pada ulang tahun ke 25 Kongres Perempuan Indonesia.
Perayaan Hari Ibu harus dapat memulihkan kesadaran kita untuk berbakti dengan sebenarnya kepada Ibu. Salah satu bentuk bakti yang paling mudah dan bisa dilakukan dimana saja adalah menyelipkan doa untuknya disetiap doa-doa kita, begitu juga halnya terhadap seorang ayah, karena berbicara jasa ibu juga tidak bisa lepas dari seorang ayah.
Selain itu, dengan perayaan Hari Ibu semoga menjadi momen bagi kita untuk dapat meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara. Dengan semangat ini, Insya Allah akan membantu mendorong semangat berbuat baik kita terhadap sesama dalam setiap langkah yang kita lakukan. Amiin.
Penulis bernama Muhammad Ghafar, mahasiswa Prodi Pendidikan Biologi FTIK UIN Ar-Raniry.