Cerita Mahasiswa Asal Malaysia di Negeri Perantauan
Sumberpost.com | Banda Aceh – Kuliah di negara orang pastilah menimbulkan kesan berbeda. Kesulitan adaptasi tidak dapat dielakkan. Misalnya pada Mahasiswa asal Malaysia yang kuliah di UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Mahasiswa yang masih duduk di bangku semester 2 menceritakan kesulitan mereka dalam menyesuaikan diri saat pertama menginjakkan kaki di tanah Aceh. Itu dilihat dari segi sosial, bahasa, hingga makanan.
Salah satunya Ashraf, mahasiswa asal Malaysia yang mengambil Prodi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) ini langsung terkejut saat teman-teman seunit mengamanahkannya sebagai Komisaris Unit (Komnit).
“Saat awal masuk kelas, saya tidak banyak berbicara. Kawan-kawan memilih saya sebagai komnit, sedang saya tidak paham karakter mereka,” katanya saat ditemui di pelataran kampus, Jumat (6/4/2018).
Setelah menjadi komnit, Ashraf mulai beradaptasi. Julukan Kupu-Kupu (Kuliah Pulang-Kuliah Pulang) yang diberikan kawan seunit padanya justru menjadi dorongan untuk lebih aktif bersosialisasi dengan teman-teman dari Aceh.
Sementara itu, Muhammad Afif dari Prodi Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) juga mengatakan hal yang sama.
“Bahasa menjadi hambatan bagi saya, terkadang takut dibohongi,” katanya sambil tertawa.
Tidak hanya itu, Afif pun mengatakan bahwa, ia keberatan dengan sering padamnya listrik akhir-akhir ini, tidak seperti di negaranya.
Anas Alkautsar dari program studi yang sama seperti Afif mengatakan bahwa ada yang beda dengan makanan di Aceh.
“Ada terong goreng di nasi uduk, saya rasa ini aneh karena disana hanya ada yang direbus,” kata Anas.
Anas pun pernah merasakan ketidakcocokan makanan sehingga membuat ia sakit perut hampir 1 minggu.
“Saos dan kecapnya beda, lidah dan perut saya sempat butuh penyesuaian,” katanya.
Dibalik kesulitan beradaptasi, Anas dan Afif merasa senang atas sambutan masyarakat Aceh yang ramah dengan tingkat peduli sosial tinggi dan penuh toleransi. Mereka juga takjub pada banyaknya dayah di Aceh dan budaya Maulid Nabi yang diselenggarakan hingga empat bulan.
“Secara keseluruhan, kami senang kuliah di Aceh,” ungkap Anas. [fan]
Magang: Cut Della Razaqna