FOTO: Ranup dan Yang Terus Menjaganya
Di Banda Aceh, di sebelah utara masjid Raya Baiturrahman, terdapat barisan penjual Ranup ( sirih). Di atas 16 gerobak kecil para penjual ranup itu terus merawat budaya.
Ranup (sirih) adalah kuliner khas Aceh yang dianggap sebagai simbol memuliakan tamu, perdamainan dan kehangatan social, media komunikasi social, dan pada acara pernikahan. Dalam tradisi masyarakat Aceh ranup merupakan budaya yang sudah ada sejak 300 tahun atau disebut zaman neolitik hingga sekarang. Konon tradisi makan ranub dibawa oleh rumpun bangsa Melayu sejak 500 tahun sebelum masehi ke beberapa Negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Sebelum bencana gempa dan tsunami Aceh 2004 para penjual ranup di bagian utara masjid Raya Baiturahman itu berjualan ranup di atas meja, bahkan ada lesehan. Pasca gempa dan tsunami, Senin, 17/10/2016, Pemerintah Kota Banda Aceh bersama Pertamina menyerahkan 16 unit gerobak untuk para penjual ranup di pelatatan masjid Raya Baiturahman tersebut.
Fatmawati (60), salah satu penjual ranup di bagian utara masjid Raya Baiturahman, mengaku sudah menjual ranup selama 50 tahun. Ia pun mengangap berjualan ranup sebagai profesi yang jalani selama hidup. Sebelum tsunami ia hanya berjualan ketika sore hingga malam di tempat ini. Namun, setelah datang gerobak bantuan tesebut ia mulai berjualan dari pagi. Di atas 16 gerobak, para pedangang ranup itu terus merawat budaya.
Foto: Adli Dzil Ikram