Merasakan Kerajaan Pasai di Makam Sultan Malikussaleh
Sumberpost.com | Aceh Utara- Di tengah teriknya cuaca hari itu, Sumberpost mencoba untuk mengunjungi makam Sultan Malikussaleh yang berada di Desa Beuringen, Kecamatan Samudra, Aceh Utara.
Hari itu merupakan kali pertama penulis datang mengunjungi makam Sultan pertama kerajaan Samudra Pasai.
Makam yang tidak pernah sepi pengunjung itu ternyata tidak lepas dari penjagaan juru kunci, Tengku Ahmad Yusuf. Saban hari, ia menjamu tamu dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Ketika tiba di tempat ini, penulis disambut langsung oleh gapura yang bertuliskan Makam Sultan Malikussaleh, persis di pinggir jalan, dikelilingi rumah serta warung kecil. Dengan letak yang sangat strategis, sehingga mudah ditemukan.
Dari kejauhan, Makam Sultan Malikussaleh tampak jelas karena bangunan yang melingkari area pemakaman memiliki warna yang khas dan begitu mencolok sehingga berbeda dengan bangunan lainnya.
Penulis kembali melangkahkan kaki dan mulai memasuki area pemakaman Sultan Malikussaleh. Ukiran di dua nisan terlihat berbeda, karena penasaran, penulispun mendekat dan duduk seraya mendengar berbagai kalimat yang diucapkan oleh Teungku Ahmad Yusuf.
Sudah 38 tahun Ahmad Yusuf mengabdi di tempat ini. Ia selalu memberikan informasi bagi setiap pengunjung yang mendatangi makam, bahkan informasi yang ia berikan sangatlah detail. Ini dilakukannya agar sejarah tidak hilang seiring berjalannya waktu.
“Jika ada yang ingin bertanya, tanya saja tidak masalah, agar kita bisa sama-sama tahu dan tidak salah mengartikannya,” katanya (5/1/2020).
Pertanyaan yang terlintas dipikirkan penulis saat itu hanyalah, mengapa kedua makam itu memiliki bentuk yang berbeda?
Ahmad Yusuf lalu menjelaskan satu persatu dan terus menerus hingga penulispun paham. Desain yang berbeda itu ternyata memiliki makna tersendiri.
“Kedua makam itu berbeda dikarenakan memiliki makna tersendiri dari desainnya itu, makam Sultan Malikussaleh berwarna kuning dan berbentuk tahta yang melambangkan keagungan sedangkan makam Sultan Al Malik Azh- Zhahir berwarna hitam dan berbentuk kubah yang artinya menjunjung tinggi pada agama,” ujarnya.
Menurutnya lagi, dari sejarah yang tersisa, maka disimpulkan bahwa Aceh merupakan daerah suku multi, hal tersebut dilihat dari kepanjangan kata “Aceh” sendiri, disertai bukti keberadaan ulama-ulama besar di Aceh. Itulah kenapa Aceh dijuluki Serambi Mekkah.
Ahmad Yusuf juga mengatakan, asal mulanya suku multi ini dikarenakan masuknya bangsa asing ke Pasai.
“Mari kita ke Pasai ramai sekali di Pasai, sambil berdagang. Pasai di sini adalah pusatnya kota Pase, sebab itu banyak orang-orang dari negara lain yang berdatangan ke Aceh dan beranak cucu di Aceh dengan begitu disebut lah ini suku multi,” katanya.
Dikarenakan bekas istana Samudra Pase telah lenyap seiring berjalannya waktu, maka agar sejarah mengenai kerajaan itu tidak ikut lenyap direnggut massa, kini telah didirikan sebuah bangunan kokoh dari tembok untuk menyimpan barang-barang kerajaan yang masih tersisa serta nantinya mesuem kerajaan Pasai akan segera dibuka pada tahun 2020 ini oleh presiden Indonesia sendiri.[]
Reporter : Nurul Hidayah (mag)