KontraS Aceh Gelar Pameran dan Pertunjukan Musik Rekam Pelanggaran HAM di Aceh

Sumberpost.com | Banda Aceh – Dalam rangka memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia yang ke-76, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh menyelenggarakan pameran dan pertunjukan musik yang merekam pelanggaran HAM dan pembredelan pada masa konflik di Aceh. Acara berlangsung di pelataran KontraS Aceh di Lamlagang, pada Selasa, (10/12/2024).

Fuadi Mardhatillah, Wakil Koordinator KontraS Aceh, menyebut bahwa hampir semua bentuk pelanggaran HAM pernah terjadi di Aceh selama konflik darurat militer, termasuk penculikan, penghilangan paksa, penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, kekerasan seksual, hingga perampasan harta benda.

“Sering kali masyarakat yang bukan bagian dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dituduh sebagai anggota GAM. Bahkan banyak masyarakat yang dipaksa menjadi informan atau ‘cuak’,” ungkapnya.

Ia juga menyampaikan bahwa pada masa itu, masyarakat sipil tidak bisa bergerak bebas karena hampir semua aspek kehidupan berada di bawah kendali militer.

“Hal-hal seperti pelarangan dan pembatasan sekarang ini mirip dengan yang terjadi dulu. Maka acara seperti ini penting untuk mengenang bahwa pelanggaran HAM itu pernah terjadi, bukan hanya di masa sekarang,” ujarnya.

Fuadi kembali menambahkan bahwa tidak ada keadilan yang benar-benar diberikan kepada korban.

“Hanya sejumlah uang yang diberikan, tanpa upaya nyata untuk mengobati trauma mereka, seperti melalui psikiater,” jelasnya.

Menurut Rino Abonita, kurator lorong ingatan kontraS Aceh tahun ini, pelanggaran HAM ini juga direkam oleh seniman-seniman lokal melalui lagu-lagu yang diciptakan pada 1989 hingga 2003. Lagu-lagu tersebut kemudian dirazia dan dilarang oleh militer pada masa darurat militer 2003 karena dianggap menantang otoritas. Salah satu contohnya adalah lagu Ie Mata Janda karya Nur Hasanah Tala, yang menceritakan seorang perempuan yang ditinggalkan suaminya setelah ditangkap secara paksa oleh tentara, meninggalkannya dan anaknya.

Rino menjelaskan bahwa KontraS memanggil kembali lagu-lagu ini untuk memorilisasi atau merawat ingatan tentang pelanggaran HAM di Aceh.

“Lagu-lagu ini merekam penderitaan yang dialami korban dan menjadi medium untuk mengingatkan generasi muda agar kekerasan seperti ini tidak terulang,” ujarnya.

Ia juga mengutip kata-kata dari George Santayana, “Mereka yang tidak mengingat masa lalu, dikutuk untuk mengulanginya.”

Tema Hari HAM Sedunia tahun ini di Indonesia adalah “Harmoni dalam Keberagaman Menuju Indonesia Emas 2045,” yang menjadi refleksi penting untuk terus mendorong penyelesaian kasus pelanggaran HAM. []

Reporter : Riska Amelia (Mag)