
Tiga Kali Unjuk Rasa, DPRA Tanda Tangani Tuntutan Massa
Sumberpost.com | Banda Aceh – Mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam aliansi gerakan rakyat menguggat (GRAM) kembali melakukan unjuk rasa di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) . Aksi ini buah dari rekontruksi dan konsolidasi ulang yang dilakukan massa setelah tidak mendapatkan reaksi dari DPRA pada unjuk rasa yang dilakukan 21 April silam, Banda Aceh (07/05/2025).
Aksi susulan ketiga ini lagi-lagi tidak membawa ketua DPRA, Zulfadli untuk menemui massa. perwakilan DPRA yang hadir menemui massa meliputi Wakil Ketua III DPR Aceh, Salihin. anggota DPRA, Doni Akbar dan Armiadi.
Aksi ini membawa 4 tuntan utama yakni
- Menuntut DPRA untuk melakukan evaluasi dana otonomi kusus
- Menuntut DPRA untuk melakukan evaluasi Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS).
- Mendesak DPRA untuk melakukan pengawasan terhadap janji pemerintah atas kerusakan lingkungan diakibatkan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Tangse
- Meminta DPRA untuk menyatakan sikap terhadap penolakan pendirian 4 batalyon di Aceh.
Teuku Raja Aulia Habibi, Presiden Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry bersama barisan massa mengungkapkan kejanggalan dalam pengelolaan dana otonomi Khusus (Otsus).
“Bukan perihal perpanjangan ataupun pemberhentian,Tetapi secara keseluruhan. Bagaimana seandainyaa dana Otsus itu diperpanjang, maka plot anggaran yang dibutuhkan pada masyarakat berapa persen, itu harus kita kaji bersama,” jelasnya.
Namun bila dana otsus berakhir, Habibi mempertanyakan rencana pemerintah Aceh untuk mengisi plot dana yang sebelumnya diisi dengan Otsus.
“Seandainya otsus berakhri di tahun 2027, Bagaimana solusi dari DPRA atau pemerintah Aceh nantinya. Ada Otsus aja, masyarakat susah apalagi tidak ada Otsus,” ujarnya.
Habibi juga menjabarkan permasalahan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS). Menurutnya, badan tersebut memiliki peran yang besar dalam meningkatkan taraf ekonomi di Aceh.
“Seharusnya BPKS bertugas untuk mengangkat ekonomi kita. Di setiap tahunnya kita memiliki kerugian 37 Milyar. Karena pelabuhan kita tidak dipakai. Hari ini impor dan ekspor itu dari pelabuhan medan. Harusnya adanya bpks untuk mengkatkan ekonomi kita bersama,” jelasnya.
Dalam aksi ini, massa meminta DPRA untuk memenuhi setiap poin tuntutan dalam jangka waktu 4 hari. Kertas tuntutan ini berhasil di tanda tangani oleh Salihin selaku wakil III DPRA. Namun massa, massa kembali kecewa lantaran salihin selaku Wakil Ketua III DPR Aceh menolak untuk mendeklarasikan tuntutan yang telah ia tanda tangani.
Misbah Hidayat, koordinator lapangan GRAM mengungkapan kekecewaanya terhadap sikap DPRA yang menolak melakukan deklarasi bersama massa terkait penolakan 4 batalyon yang akan dibangun di Aceh.
“Tadi sudah diterima poin tuntuan keempat yakni melakukan deklarasi terhadap penolakan pembangunan batalyon di Aceh. Namun, mereka meninggalkan kami,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia juga mengatakan DPRA harus melibatkan masyarakat dalam upaya penyelesaian 4 tuntutan yang dibawa oleh massa hari ini.
“Dalam poin tuntutan tersebut, kami meminta keterlibatan kami. Kami selaku masyarakat dan elemen mahasiswa harus bersama-sama melihat permasalahan daerah ini,” ujarnya.
Misbah mengatakan, alasan menolak pendirian 4 batalyon tersebut terjadi karena kondisi mental masyarakat Aceh yang belum pulih pasca sejarah kelam yang besinggungan dengan konflik Aceh.
“Kita bisa melihat traumatik masyarakat Aceh. Tragedi Jambok keupok, simpang KKA, rumoh gedong, perbantaian Tgk bantaqiyah yang belum terselesaikan hingga saat ini,” pungkasnya.[]
Reporter : Rauzatul Jannah
Editor : Aininadhirah